Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Akhirnya, aku menolak permintaan Gavin dan dengan tekad kuat aku meninggalkan perusahaan itu.

Namun, saat aku pulang ke rumahku, aku terkejut melihat barang-barangku berserakan di depan pintu.

Diana dengan ekspresi sedih sedang membantuku mengumpulkan barang-barangku itu. Setelah aku bertanya pada Diana, akhirnya aku tahu bahwa ini adalah ulah dari para penagih utang yang kembali datang.

"Savira, mereka datang dan merusak barang-barangmu. Mereka bilang, kali ini mereka butuh satu miliar."

Aku langsung mengerti, para penagih hutang yang datang itu telah membuat keributan.

Satu miliar, yang dulu hanya terasa seperti harga air minum bagiku, kini terasa seperti lobang besar yang hampir menenggelamkanku.

"Mereka bilang... Kalau kamu tidak bayar, mereka akan menyebarkan aibmu ke mana-mana. Bahkan... Mereka juga bilang akan menggali makam ibumu."

Aku mengepalkan tanganku hingga kukuku yang tajam mulai melukai kulitku dan meninggalkan bekas darah. Tapi aku tetap tak merasa kesakitan.

Setelah beberapa tarikan napas yang dalam, aku menghubungi seseorang.

Setelah beberapa saat, akhirnya telepon itu diangkat, dan suara lembut seperti air tenang terdengar di ujung sana.

"Nona Savira, ada yang bisa kubantu?"

Aku menarik napas panjang, lalu dengan hati-hati mulai berbicara, "Dokter Tom... Saya... Saya ingin meminjam enam ratus juta darimu."

Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku aku meminjam uang dari orang lain.

Setelah mengucapkan kata-kata itu, aku merasa sangat tidak nyaman. Mendengar tidak ada jawaban, aku semakin merasa cemas.

Aku bahkan berpikir mungkin dia sudah menutup teleponnya, namun akhirnya dia berbicara dengan nada lembut yang cukup menenangkanku, "Berikan nomor rekeningmu, uangnya akan ku transfer hari ini juga."

"Nona Savira, jaga kesehatanmu. Nanti, jangan lupa datang untuk pemeriksaan ulang, oke?"

Aku menahan air mata dan mengucapkan terima kasih, kemudian menutup telepon.

Meski enam ratus juta itu bisa mengurangi bebanku, tapi sisa empat ratus juta masih menjadi masalah.

Saat itu, kata-kata Gavin terngiang di pikiranku.

"Minum satu gelas, kubayar dua puluh juta."

Malam berikutnya, di sebuah hotel bintang lima, aku mengenakan setelan formal yang rapi. Aku menerima secangkir minuman dari tamu lain untuk diberikan pada Gavin.

Gavin tidak berkata apa-apa, dia hanya memandangku dengan tatapan yang tidak bisa ditebak.

Tapi aku sama sekali tidak memperdulikannya, aku terus menenggak minuman itu. Para rekan kerja yang melihatku sangat terpukau dan tampak senang. Tanpa terasa, botol-botol alkohol di meja itu telah satu per satu habis.

Setelah acara itu selesai, aku pergi ke kamar mandi untuk muntah. Aku merasa dunia seperti berputar.

Dulu aku sama sekali tidak minum alkohol. Sekarang, aku bahkan tidak mampu membelinya. Malam ini adalah pertama kalinya aku meminum alkohol seumur hidupku.

Setelah menenggak total dua puluh tujuh gelas, tenggorokanku mulai terasa terbakar.

Setelah muntah, Gavin nenghampiriku dan menahan pintu kamar mandi.

"Savira, kamu sebegitu putus asanya demi uang? Sudah tahu kamu tidak bisa minum, tapi kamu masih minum sebanyak itu?!"

Aku menatapnya dengan wajah datar, menanggapi tanpa rasa takut. "Tuan Gavin, saya sudah minum dua puluh tujuh gelas, uangnya kapan akan kamu transfer?"

Tatapan Gavin saat itu menjadi gelap, seperti ingin membunuh, lalu dia tersenyum dengan nada ejekan.

"Tidurlah denganku malam ini. Uangnya akan langsung kutransfer ke rekeningmu."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel