Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 8

"Baik kalau begitu. Maaf kami berdebat di sini," ucap Sarah cepat. Lagi-lagi dia kehilangan kendali dan bersikap seenaknya. Sarah menyesal sekali lagi memberikan kesan buruk di hadapan Theo.

"Kau lihat Theo. Kalau bukan karena kemampuan musik dan mengajarnya yang luar biasa, sudah lama dia kuusir dari sekolah musikku," adu Rachel sambil mendengus. Theo tersenyum paksa.

Sementara Sarah hanya diam, dia tidak mau bereaksi karena khawatir akan kembali bersikap buruk di hadapan Theo. Padahal hal seperti ini selalu terjadi di antara mereka, namun bagi orang yang tidak mengenal mereka Sarah pasti tampak kurang ajar.

Sarah dan Rachel meninggalkan rumah Theo dengan keadaan kesal. Mereka bahkan masih terus berdebat di dalam perjalanan menuju ke Cantilena. Meski begitu mereka tidak pernah menyimpan dendam, setibanya di Cantilena mereka sudah menyelesaikan permasalahannya dan melupakan perdebatan mereka.

Sedangkan Theo masih merasa terpukul dengan sikap Sarah. Theo merasa Sarah adalah wanita dengan kepribadian ganda. Dia bisa sangat berbeda saat mengajar dengan saat tidak mengajar. Theo benar-benar terganggu dengan sikap Sarah yang kasar terhadap Nadine dan Rachel, tapi kagum dengan sikap lembutnya terhadap Grace.

"Aku tidak peduli. Demi Grace aku rela membiarkan perempuan gila itu memasuki rumahku," guman Theo sambil menatap piano yang berdiri kokoh di depannya. 

***

"Selamat pagi Pak," sapa Nadine yang sudah tiba di kantor 30 menit sebelum jam masuk kantor. Theo yang baru tiba membalas sapaan Nadine dengan ramah, lalu segera masuk ke ruangannya.

Nadine segera menyiapkan kopi hitam dalam sebuah cangkir cantik berwarna coklat. 

"Silakan kopinya, Pak," ucap Nadine sambil meletakkan kopi hitam buatannya di atas meja Theo.

"Terima kasih Nadine," ucap Theo yang sedang memeriksa beberapa dokumen yang harus dia tandatangani.

Nadine baru saja akan keluar dari ruangan Theo ketika dia dipanggil.

"Nadine, saya mau menanyakan sesuatu," seru Theo.

"Ada apa, Pak?" sahut Nadine segera kembali ke hadapan Theo dengan cepat.

"Saya mau menanyakan sesuatu tentang kakakmu Sarah."

Nadine membuang napas pelan. Mendengar Theo menyebutkan nama Sarah membuatnya sangat kesal. Dia kembali teringat masa-masa remajanya ketika para pria yang disukainya malah meminta informasi tentang Sarah darinya. Mereka tidak pernah menganggapnya karena Sarah.

"Mau menanyakan apa, Pak?" tanya Nadine berusaha tetap sopan.

"Apa dia memiliki gangguan kejiwaan?"

Nadine terkejut mendengar pertanyaan Theo, tapi ada percikan kebahagiaan yang muncul mendengar pertanyaan Theo.

"Kenapa bapak bertanya seperti itu?" tanya Nadine penasaran.

"Karena saya heran dengan sikap dan suasana hatinya yang selalu berubah-ubah. Dia sangat kasar kepadamu dan salah satu temanku, tapi sangat lembut terhadap Grace. Aku bertanya-tanya apa mungkin dia memiliki kepribadian ganda," jawab Theo sambil meletakkan tangannya di dagu.

Nadine tersenyum senang. Kali ini Sarah menggali kuburnya sendiri. Nadine tidak perlu bertindak macam-macam, cukup menghancurkannya dengan kata-kata.

"Tidak Pak, dia tidak memiliki gangguan kejiwaan, tapi gangguan kepribadian." Nadine menatap Theo dengan tampang sedih yang dibuat-buat.

"Maksudmu?" tanya Theo sambil mengernyitkan dahi.

"Dia memiliki kepribadian yang sangat buruk. Dia tidak menyukai orang lain, yang dia sukai hanya uang. Dia baik kepada bapak dan putri bapak karena dibayar. Dia sangat serakah dan di kepalanya hanya ada uang."

Theo mengangguk tanda setuju. Dia bisa melihat kecintaan Sarah dengan uang ketika kemarin dia berdebat dengan Rachel. Gadis itu bahkan tidak peduli bahwa Theo ada di sana menyaksikan mereka.

"Karena keserakahannya itulah keluarga kami terpecah. Setelah ayah kami meninggal dia bersikeras menguasai rumah warisan ayah kami. Tapi syukurnya ibuku bisa melawan. Akhirnya dia sendiri yang keluar dari rumah itu, tapi terus meneror kami dan berjanji suatu hari nanti akan mengusir kami dari sana," jelas Nadine sambil melipat tangannya dan menutup matanya perlahan seakan sedang menceritakan sebuah kisah menyakitkan.

"Lalu bagaimana sekarang?" tanya Theo merasa kasihan kepada Nadine.

"Akhirnya demi ketenangan pikiran dan jiwa kami, ibu dan aku memutuskan untuk keluar dari rumah itu. Ibu juga nemutuskan untuk menjual rumah itu dan sekarang sedang di pasarkan. Tapi sayangnya belum laku."

"Bagaimana tanggapan Sarah? Apa dia setuju kalian menjual rumah itu?"

"Tentu saja dia setuju, namun dengan syarat dia mendapatkan 80 persen hasil penjualan rumah itu. Bagi kami tidak masalah, asalkan dia berhenti mengganggu kami,"

"Tidak boleh begitu. Itu kan rumah kalian juga, bagaimana bisa dia menguasai semuanya!" seru Theo marah. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa Sarah adalah perempuan yang sangat licik.

"Tapi aku mohon, tolong berpura-puralah tidak tahu cerita ini Pak. Aku takut dia akan mengamuk kalau tahu aku menceritakan ini semua kepada bapak," mohon Nadine dengan wajah ketakutan. 

Theo semakin merasa kasihan melihat Nadine yang hampir menangis ketika memohon kepadanya.

"Jangan khawatir, aku tidak akan melakukannya," jawab Theo berusaha menenangkan Nadine. Tapi dia sudah berencana untuk membalas kejahatan Sarah.

"Oh iya Nadine, sebenarnya berapa harga rumah itu?"

"Saat pertama dipasarkan harganya 25 Milyar, tapi setelah 3 tahun tidak ada yang berminat membelinya kami menurunkan harganya menjadi 19 Milyar," jelas Nadine berharap Theo bertanya karena berencana membeli rumah itu.

"Kirimkan gambar dan informasi tentang rumah itu, biar aku yang membelinya dengan harga aslinya."

Nadine tersenyum senang. Dia harus mencatat hari dan tanggal ini, karena sepertinya dewi keberuntungan sedang mengunjunginya. Setelah mengetahui bahwa Theo membenci Sarah, kini rumah yang sudah menjadi beban Nadine dan ibunya akhirnya akan berubah menjadi uang.

"Saya punya brosurnya Pak. Akan saya berikan kepada bapak," jawab Nadine bersemangat.

***

Hari Selasa datang lagi, artinya hari ini Sarah akan mengajar Grace di rumahnya. Sarah sudah bersemangat sejak malam sebelum tidur. Ketika pagi datang, Sarah langsung bersiap dengan penuh sukacita. Kebahagiaanya menyambut hari mengajar Grace melebihi kebahagiaannya ketika hari gajian tiba.

Sarah sangat ceria sepanjang hari, dia tidak dapat berhenti tersenyum. Dia merasa seperti gadis kecil yang sudah tidak sabar pergi ke taman bermain. Hanya saja kepalanya bukan dipenuhi dengan permainan dan makanan yang ada di taman bermain, melainkan dipenuhi dengan senyuman dan tatapan Theo. Sarah sangat merindukannya.

"Papa kemana?" tanya Sarah yang baru saja tiba di rumah Grace namun hanya disambut oleh Grace yang sedang duduk di kursi piano menunggunya.

"Tidak tahu. Bernyanyi? Bernyanyi?" jawab Grace yang hanya mempedulikan kelasnya dan bukan ayahnya.

"Baiklah, ayo kita bernyanyi," sahut Sarah berharap sebentar lagi Theo akan muncul.

Berlalu sudah 45 menit kelas mereka tapi Theo tidak muncul juga. Sarah kecewa tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

"Aku punya kejutan. Kejutan." Grace mengepak-ngepakan tangannya sambil menunjuk ke arah ruang kerja Theo.

"Disana?" tanya Sarah sambil mengikuti Grace yang sudah berjalan duluan.

Mereka memasuki ruang kerja Theo yang sangat besar. Satu ruangan ini saja sama dengan keseluruhan apartemen sederhana Sarah. Dia tersenyum kecut, karena menyadari bahwa Theo benar-benar pria kaya.

"Ini alam semesta!" seru Grace sambil menunjukkan diorama planet yang dibuatnya sebagai tugas sekolah.

"Bagus sekali," puji Sarah. Grace tidak menanggapi pujian Sarah dan langsung melanjutkan penjelasannya tentang berbagai planet. Sarah hanya tersenyum mendengarnya, sambil memandang sekelilingnya.

Tiba-tiba matanya tertuju ke lembaran brosur yang ada di atas meja Theo. Gambar di brosur itu tampak seperti rumah ayahnya. Sarah mengamati brosur itu dan setelah membaca semua penjelasannya, dia yakin itu memang rumah ayahnya.

"Apa yang anda lakukan di ruang kerja saya Nona Sarah?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel