Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Lepas Perjaka

Aku mengenakan kaos dan celana olahraga yang nyaman, pakaian yang biasa kupakai di rumah. Jari-jari Tante Tania bergerak ke bagian atas celanaku, dan dengan gerakan yang terasa begitu menggoda, ia mulai menurunkan celanaku.

Saat celanaku turun melewati pahaku, aku bisa merasakan kehangatan dan kegugupan yang semakin meningkat. Tante Tania, dengan mata yang penuh minat, mengucapkan kata-kata yang membuat dadaku bergemuruh, "Wah, punya kamu gede banget..."

Organ kejantananku, yang sejak tadi bereaksi saat melihat keindahan Tante Tania, masih berdiri tegang dan mengeras. Pujiannya, meskipun aku tak yakin apakah itu benar atau hanya basa-basi, membuatku merasa bangga dan terangsang. Selama ini, aku belum pernah membandingkan ukuran dengan laki-laki lain, dan pujian ini seolah mengkonfirmasi sesuatu yang selalu kurasakan.

Perasaan yang membara memenuhi diriku saat Tante Tania memuji kejantananku. Apakah itu jujur atau tidak, kata-katanya seperti sihir yang membangkitkan gairah dan kepercayaan diri yang tak pernah kurasakan sebelumnya.

"Buka bajunya juga, sayang," Tante Tania berbisik, dan sebelum aku bisa bereaksi, tangannya sudah mengangkat kaosku. Aku mengangkat kedua tanganku, membiarkan kaosku terlepas, dan kini, aku berdiri telanjang di hadapannya. Dinginnya udara AC menyentuh kulitku, namun kehangatan yang aneh muncul dari dalam diriku, mungkin karena nafasku yang terengah dan detak jantungku yang semakin cepat.

Tante Tania, dengan gerakan yang penuh kepercayaan diri, menyentuh organ kejantananku. Sentuhannya membuatku merinding, seolah aliran listrik mengalir melalui tubuhku. Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku, seorang perempuan dewasa menyentuh bagian paling pribadi ini.

Tante Tania mengelus kejantananku dengan lembut, mengikuti alurnya, membuatku semakin terangsang. "Wahh, punya kamu nggak cuma besar, tapi keras banget," pujiannya membuatku terdiam, tak tahu harus bereaksi apa.

Tante Tania, seolah membaca pikiranku, memegang tanganku dan menempatkannya di dadanya. Aku merasakan kehangatan dan kelembutan bukit kembar miliknya di telapak tanganku. Aku mengerti apa yang diinginkannya, dan dengan ragu, aku mulai meraba dan meremas bukit-bukit kenyal itu.

Tangan kiriku bergerak ke bawah, menelusuri perut Tante Tania, merasakan kehalusan kulitnya. Aku terpesona oleh keindahan dan kehangatan tubuhnya, dan naluri dalam diriku mulai mengambil alih, membuatku larut dalam pengalaman yang tak pernah kuduga sebelumnya.

Jemariku, dengan campuran rasa penasaran dan kegugupan yang tak pernah kurasakan sebelumnya, menjelajahi wilayah terlarang di antara kedua paha Tante Tania. Selama ini, pengalaman seperti ini hanya ada dalam imajinasiku, karena aku belum pernah benar-benar dekat dengan seorang perempuan, baik secara fisik maupun emosional.

Bukan berarti aku tidak tertarik pada perempuan, atau mereka tidak tertarik padaku. Di sekolah, ada tatapan-tatapan rahasia yang saling bertukar, namun aku terlalu pemalu dan tidak tahu bagaimana mengartikannya.

Menyentuh dan disentuh oleh seorang perempuan hanya ada dalam fantasi-fantasi liar di kepalaku, terutama saat menonton film-film dewasa di malam hari. Namun, saat ini, aku merasakan pengalaman nyata yang jauh melebihi imajinasiku.

Tante Tania, perempuan cantik tetanggaku yang selalu memikat, sedang menyentuh organ kejantananku dengan lembut, dan aku, dengan rasa ingin tahu yang tak terbendung, menyentuh bagian paling intim miliknya. Detak jantungku seolah ingin meloncat keluar dari dadaku, seolah merayakan momen ini seperti beduk Idul Fitri.

Jari-jariku bergerak di bukit kembar miliknya, merasakan kenyal dan kekenyalan yang sempurna, sementara jari lainku berpetualang di wilayah yang belum pernah kujamah, menyentuh rambut halus dan daging mungil yang basah dan mengundang. Aku memainkan jariku secara naluriah, mengikuti irama yang tak terlihat, membuat Tante Tania menggeliat dan berbisik dengan suara yang membuat darahku mendidih, "Mmhhh... Geli, Sayang..."

Bisikannya seperti api yang membakar gairahku, dan jariku bergerak semakin cepat, keluar masuk di lubang sempit yang memancarkan kehangatan, membuat Tante Tania menggeliat dan mendesah dengan suara yang semakin intens.

Tiba-tiba, Tante Tania menarik tanganku dari wilayah terlarang miliknya, membuatku terkejut dan penasaran. Kemudian, ia melakukan sesuatu yang membuatku terdiam, membeku, dan terpesona.

Tante Tania mendekat, dan dengan gerakan yang penuh gairah, ia mengarahkan organ kejantananku, yang sejak tadi digenggamnya, ke arah miliknya. Ia berjingkat sedikit, dan dengan gerakan pinggul yang menggoda, ia memasukkan kejantananku ke dalam dirinya.

"Uhhh..." Tante Tania mendesah pelan, memejamkan mata, sementara tangannya berada di belakang pinggulku, seolah mengarahkan gerakanku. Aku merasakan gerakan pinggulnya, sebuah irama yang membuat kejantananku terasa seperti dipelintir dengan kenikmatan yang tak terbayangkan.

Tante Tania terus bergoyang, maju-mundur, membuat kejantananku keluar masuk di dalam miliknya. Rasanya seperti memasuki lorong sempit yang hidup, menjepit dan memijat kejantananku dengan setiap gerakan pinggulnya.

Kenikmatan yang tak terbayangkan mengalir melalui tubuhku, dimulai dari kejantananku, menyebar ke perut, dada, dan setiap inci tubuhku. Nafasku terasa sesak, dan aku merasakan selimut kenikmatan yang menyelimuti diriku.

Ini adalah pengalaman pertama dalam hidupku, merasakan kenikmatan bermain cinta dengan seorang perempuan, merasakan hubungan layaknya suami istri. Dan yang membuatku semakin terpesona, semua ini terjadi saat kami berdiri, saling berhadapan, dalam goyangan yang intens dan menggairahkan.

Aku telah menyaksikan berbagai adegan dewasa dalam film dan video, kebanyakan direkam di ranjang atau sofa, namun jarang sekali aku melihat pasangan bercinta dalam posisi berdiri dan saling berhadapan. Biasanya, dalam posisi berdiri, si perempuan membelakangi si lelaki, dan itu pun jarang.

Namun, adegan yang sedang kulakukan dengan Tante Tania ini sangat langka. Aku teringat pernah menyaksikan satu video di mana pasangan muda bercinta dalam posisi saling berhadapan, dan itu pun si lelaki yang lebih aktif.

"Mmmhhh... enak banget, Sayang..." Tante Tania merintih, matanya terbuka dan menatapku dengan pandangan sayu. Wajahnya memerah, dan aku tahu bahwa ia merasakan kenikmatan yang sama denganku.

Aku terdiam, tak tahu harus berkata apa, namun tubuhku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Aku memutuskan untuk membiarkan Tante Tania menggoyangku, karena aku tidak ingin mengganggu alur kenikmatan yang sudah tercipta.

Ingatanku melayang ke adegan-adegan dewasa yang pernah kulihat. Biasanya, dalam posisi seperti ini, si lelaki akan mencium dan meraba dada atau bukit kembar pasangannya. Aku mencoba melakukan hal yang sama.

Dengan jarak yang sangat dekat di antara kami, aku menggerakkan tanganku ke bukit kembar Tante Tania. Jari-jariku meremas kenyal dan kekenyalan bukit kembar itu, membuat Tante Tania mendesah, "Ooouhhhh..."

Sentuhan dan remasan jariku seolah menambah intensitas kenikmatan yang dirasakan Tante Tania, dan aku merasakan gerakan pinggulnya semakin cepat, seolah menari mengikuti irama kenikmatan yang tak terbendung.

Tante Tania merintih, dan gerakan pinggulnya semakin cepat, seolah tak bisa dikendalikan. Aku merasakan genggaman tangannya di pinggulku, kukunya menancap di kulitku, seolah menunjukkan intensitas kenikmatan yang ia rasakan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel