Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 01 Sendirian Di Rumah

Aku masih ingat dengan jelas ketika ibuku memberitahuku bahwa dia akan pergi ke luar negeri selama sebulan untuk urusan bisnis. Sebagai seorang importir, dia sering bepergian, tapi kali ini berbeda. Selama ini, aku selalu punya seseorang di rumah, entah itu dia sendiri atau sesekali ada pembantu yang tinggal bersama kami. Tapi kali ini, aku akan benar-benar sendirian.

"Jangan khawatir, Dion," ucapnya sambil tersenyum. "Tante Tania akan sering ke sini untuk memastikan kamu baik-baik saja."

Aku hanya mengangguk. Tante Tania... wanita yang sangat memikat itu adalah teman dekat ibuku. Dia sudah berusia 36 tahun, tapi tubuhnya masih seperti wanita yang lebih muda, sangat terawat. Rambutnya hitam, panjang dan tergerai hingga ke punggungnya, biasanya dia membiarkannya begitu saja atau mengikatnya dengan gaya yang terlihat santai tapi tetap elegan. Tubuhnya... penuh lekuk menggoda. Pinggangnya ramping, tapi pinggulnya lebar, dan dada yang kencang, selalu tampak menonjol dengan cara yang sulit untuk diabaikan. Setiap kali aku melihatnya, ada semacam daya tarik yang membuat pandanganku tertuju padanya, meskipun aku tahu itu salah.

Cara dia berpakaian selalu tampak... menggoda, walaupun mungkin dia tidak menyadarinya—atau mungkin, dia memang sengaja. Kadang-kadang, dia datang ke rumah dengan gaun ketat yang memperlihatkan betapa indahnya bentuk tubuhnya, atau tank top yang memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Paha mulusnya sering terbuka saat dia mengenakan rok pendek, dan setiap kali dia bergerak, gaun atau rok itu selalu terangkat sedikit, memancing imajinasi siapapun yang melihatnya.

Tante Tania juga terlihat seperti wanita yang kesepian. Suaminya bekerja di kapal pesiar, dan dia hanya pulang setiap enam bulan sekali. Aku tak bisa membayangkan bagaimana rasanya, menunggu seseorang selama itu. Aku pernah mendengar ibuku dan Tante Tania berbicara tentang betapa sulitnya keadaan rumah tangganya. Meskipun mereka berbicara dengan suara pelan, beberapa kali aku mendengar bahwa mereka jarang berbicara atau bertemu, dan hubungan mereka semakin dingin.

Rumah Tante Tania tepat di sebelah rumahku, dan aku tahu ibuku merasa lebih tenang menitipkanku padanya. Walau aku sudah cukup dewasa, bahkan sudah SMA, ibuku selalu khawatir. Mungkin karena sejak SMP, saat orang tuaku bercerai, hidupku berubah drastis. Ayahku pergi begitu saja, tanpa jejak. Sejak saat itu, hanya aku dan ibuku yang tinggal bersama. Sosok laki-laki yang seharusnya menjadi panutan menghilang, dan aku merasa sendirian. Ibuku pun jadi sangat protektif, selalu memastikan aku aman, bahkan dalam hal-hal kecil.

Sejujurnya, aku tidak pernah benar-benar merasakan hubungan yang dekat dengan wanita manapun. Selama SMP dan awal SMA, aku lebih banyak menyendiri, mungkin karena perceraian orang tuaku meninggalkan bekas luka yang dalam. Pergaulanku terbatas, dan aku juga tidak pernah punya pacar. Keperjakaanku? Ya, aku masih perjaka sampai saat ini. Meski ada beberapa kesempatan, aku selalu merasa canggung dan akhirnya tidak melakukan apa-apa.

Dengan ibuku yang akan pergi selama sebulan dan aku yang akan sendirian di rumah, aku tak tahu apa yang akan terjadi. Apalagi dengan Tante Tania yang akan sering datang ke sini. Ada semacam perasaan campur aduk setiap kali aku membayangkannya berada di rumahku. Rasanya seperti ada sesuatu yang tak terduga yang menunggu di depan, sesuatu yang mungkin akan mengubah segalanya.

Namun, satu hal yang pasti—aku tak bisa mengabaikan daya tarik yang dimilikinya. Setiap kali aku memikirkannya, ada perasaan hangat yang merayap di seluruh tubuhku, membuatku semakin penasaran dengan apa yang mungkin terjadi selama sebulan ke depan.

Sabtu itu akhirnya tiba. Mama terus menasihatiku sepanjang pagi, seolah-olah dia akan pergi selama bertahun-tahun, bukan hanya sebulan. Dari memastikan aku makan dengan teratur, tidak begadang, sampai mengingatkan agar aku mengerjakan tugas-tugas sekolah. Semua nasihatnya begitu familiar, tapi kali ini terasa berbeda—lebih serius.

"Jaga diri baik-baik ya, Dion. Kalau ada apa-apa, langsung telepon Tante Tania. Dia pasti siap membantu kapan saja," katanya sambil menatapku dalam-dalam.

Kami berpelukan erat sebelum dia akhirnya masuk ke taksi online yang akan mengantarkannya ke bandara. Saat mobil itu pergi, aku menarik napas panjang dan melihat ke arah rumah yang tiba-tiba terasa kosong. Hanya suara lembut angin yang terdengar. Sejujurnya, meski aku merasa sudah terbiasa sendiri, tetap saja ada rasa asing saat tahu aku akan sendirian selama sebulan.

Hari itu aku memutuskan untuk tidak keluar rumah. Weekend biasanya aku hanya di rumah kalau tidak ada rencana, dan hari ini aku memilih menghabiskan waktu bermain PS3 di ruang keluarga. Menyelam dalam permainan terasa seperti cara yang tepat untuk mengalihkan pikiran.

Sore harinya, di tengah-tengah permainan, bel rumah berbunyi. Aku sedikit terkejut, tidak mengharapkan tamu. Dengan malas, aku meletakkan stik PS dan melangkah ke jendela, melirik siapa yang datang. Dari kejauhan, aku melihat sosok Tante Tania berdiri di depan pintu. Seperti biasanya, dia terlihat begitu memikat.

Tante Tania, memakai tank top putih yang tipis, memperlihatkan bahu dan sebagian punggungnya yang mulus, dengan bra hitam yang samar-samar terlihat di baliknya. Rok mini berbahan denim yang ketat memperlihatkan kakinya yang jenjang dan kulitnya yang halus. Sepasang sandal jepit santai menghiasi kakinya, tapi entah kenapa, dia tetap terlihat luar biasa menggoda. Roknya begitu pendek, hingga setiap gerakannya seolah membuatnya semakin terangkat sedikit, seakan mengundang mata untuk mengikuti setiap lengkungan tubuhnya.

Dia membawa sepiring sesuatu, membuatku penasaran. Dengan cepat, aku membuka pintu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel