Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. Si Bajingan di Atas Ranjang

“Dave, aku mencintaimu ....” Perempuan itu meracau dan perlahan membuka mata, menoleh sebentar dan menemukan seorang lelaki masih terlelap di sampingnya.

Pandangan matanya bergerak turun dari kepala lalu ke bagian bawah, lelaki itu tak mengenakan pakaian dan hanya tertutup selimut sebatas pinggang. Shienna membelalak seketika dan memeriksa dirinya sendiri.

“Astaga! K-kenapa aku tidak memakai—“ Kalimat Shienna terhenti saat mendengar igauan lelaki di sampingnya.

“Aku cinta—“ Lelaki itu memutar tubuh dan wajahnya kini menghadap Shienna yang bola matanya sudah nyaris mencelus.

“Bryan?!” pekiknya yang berhasil membangunkan lelaki yang sama kaget dengan dirinya.

“Shienna? Apa yang kau lakukan di sini?!”

“Bukankah aku yang harusnya bertanya padamu? Apa yang kau—tidak mungkin!” Shienna menutup mulut dengan kedua tangannya.

Keduanya secara bersamaan menilik pada tubuh mereka masing-masing. Shienna menarik selimut agar menutupi dada dan sekujur tubuhnya yang polos, sementara Bryan pun melakukan hal yang sama. Satu selimut pada akhirnya menjadi rebutan antara Shienna dan lelaki yang telah menghabiskan malam panas dengannya.

“Lepaskan! Ini selimutku! Apa yang kau lakukan di kamarku, hah?! Kau pasti mencari kesempatan dalam kesempitan, karena kau tahu kalau aku baru saja putus dengan kekasihku—ooh ... iya benar. Kaulah penyebab segala kesialan hidupku! Dasar kau bajingan!” Shienna menyerang lelaki itu dengan brutal. Memukulinya hingga ia tak sadar kalau selimut yang semula menutupi dadanya kini terbuka dan memperlihatkan tubuh yang masih polos tanpa busana.

Bryan yang semula berusaha melindungi bagian tubuh yang diserang oleh Shienna, tak lagi peduli apakah gadis itu memukuli atau bahkan membunuhnya, karena tatapannya kini tertuju pada pemandangan indah di hadapannya.

“Akhirnya aku bisa melihat bagian yang kau tutup selama ini. Not bad. Aku tidak menyangka meski kau adalah gadis manja dan galak, tetapi kau memiliki lekuk tubuh yang ... lumayan,” puji Bryan dengan raut datar. Shienna seketika gelagapan dan sibuk menutupi tubuhnya kembali.

“Dasar brengsek! Bajingan mesum! Tanpa bertemu denganmu pun aku sudah merasa sial. Sekarang justru harus bertemu denganmu setelah sekian lama terbebas dan merasa bahagia—apakah kau tahu kenapa? Karena sumpah serapahmu tidak terbukti, dan sekarang—" Kslimat Shienna terhenti. Ia seperti tersadar akan sesuatu.

"Dasar kau sialan! Kau pasti sengaja menguntitku, kan? Kau maniak! Kau pasti mengikuti ke mana pun aku pergi! Katakan, apa tujuanmu? Apa kau sengaja agar bisa menertawaiku karena sekali lagi diselingkuhi dan patah hati?!” Shienna memberondong Bryan lalu mengurut keningnya. “Keluar kau dari sini, keparat! Pergi!”

Bryan tampak tak gentar dengan kemurkaan Shienna dan justru mendekat padanya, karena perkataan itu seketika mengusiknya.

“Diselingkuhi? Apa yang kau bicarakan?" tanya Bryan, tak mengerti.

"Oh, kau berpura-pura tidak tahu sekarang, hah? Keluar dari sini! Aku tidak ingin melihat wajahmu!"

"Tenang saja, aku akan pergi. Sebelumnya, aku ingin bilang kalau aku tidak tahu apa yang terjadi pada kita. Tapi, mumpung aku masih di sini dan sebentar lagi kawan kecilku akan terbangun, jadi, bagaimana kalau kita reka ulang kejadian semalam?” goda lelaki itu, menatap Shienna penuh arti.

Mendengar perkataan lelaki yang kini tengah memangkas jarak dengannya, Shienna memundurkan tubuh dengan raut cemas. “Kenapa? Apakah kau takut?”

“Pergi! Jika tidak, aku akan memanggil petugas keamanan hotel untuk menangkapmu!” ancam gadis itu yang membuat Bryan terkekeh.

“Tenang, tenang. Kau tidak perlu bersikap kasar.” Ia turun dari ranjang dan memakai pakaiannya di depan Shienna yang menoleh ke arah lain. “Tidak perlu membuang muka. Kau sudah melihat semuanya semalam. Dan pastinya sudah merasakan bagaimana garangnya si junior.”

“Ewh! Menjijikkan! Kau pasti membual! Tidak mungkin aku melakukannya denganmu!”

Mendengar kalimat bernada ketus dari Shienna, Bryan hanya menyunggingkan senyum miring. “Kau bahkan tidak ingat bagaimana nakalnya kau semalam. Nakal dan garang. Aku suka itu.” Ia telah selesai mengenakan pakaiannya lantas berdiri tegak menghadap Shienna yang masih berada di ranjang mendekap selimut agar tubuhnya tak terekspos. “Baiklah, katakan padaku, berapa tarifmu untuk malam tadi, hm?”

“A-apa? Tarif? Kau pikir aku perempuan murahan, hah?!” teriak Shienna dengan niat untuk memancing reaksi pria itu, tetapi nihil. Pria dengan pahatan rahang tegas dan lekuk atletis itu menatap Shienna dengan tatapan tajam tak berperasaan.

“Bukankah kau menyukai pria berduit? Untuk apa lagi kalau bukan memberikan kenikmatan pada mereka? Oh, tentu saja, padaku juga. Karena aku sudah merasakannya malam tadi. Dan aku punya uang untuk membayarmu.” Bryan menyeringai sinis, raut wajah yang semula menampakkan karakter nakal dan mesum, mendadak berubah drastis.

Ia lantas mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. “Cepat kau datang kemari dan bawakan pakaian bersih untukku. Aku ada di kamar nomor ...." Bryan berhenti bicara dan tampak mencarsi sesuatu. "Pokoknya kau cari tahu saja lewat GPS. Aku tidak ingat berapa nomor kamar ini. Ya, kau tahu. Bisnis, seperti biasa. Tarifnya terlalu mahal. Mungkin kau bisa carikan perempuan lain untukku nanti. Oke, aku tunggu.”

Pria itu mengakhiri panggilan yang seketika itu juga membuat Shienna tercengang.

Tarif terlalu mahal? Apa maksudnya? Apakah yang Bryan maksudkan adalah dirinya? Dan lagi, dengan tenang lelaki itu melenggang meninggalkannya yang masih termenung berusaha mengumpulkan ingatan mengenai apa saja yang terjadi malam tadi.

Akan tetapi, tak berapa lama, terdengar suara langkah kaki kembali ke kamarnya.

“Ambillah!" Bryan melemparkan beberapa lembar seratusan dolar dan selembar kartu nama ke atas ranjang. "Apakah kurang? Itu kartu namaku. Kau bisa menghubungiku di nomor yang atas jika kau merasa nominal yang kuberikan ini tidak cukup banyak—juga bila terjadi sesuatu padamu. Atau jika tidak mendapat jawaban, kau bisa hubungi nomor yang bawah. Itu nomor asistenku.”

“Apa maksudmu? Kau anggap aku pelacur, hah? Lagi pula, untuk apa aku menghubungimu?”

“Ya, siapa tahu kau ingin meminta tanggung jawab. Karena dari yang kuingat, kita tidak menggunakan pengaman tadi malam. Kalau kau tidak mau, tak masalah. Tapi kupastikan aku tidak akan percaya apalagi bertanggung jawab jika kau datang dan mengaku mengandung anakku. Penawaran tidak datang dua kali. Bye.”

Bryan pergi meninggalkan Shienna yang kembali gamang. Dan setelah memastikan lelaki itu tak akan kembali, ia memeriksa bagian bawah tubuhnya, juga seprei yang bersih tanpa noda apa pun. Ia mendesah lega saat mengetahui tak ada jejak bahwa dirinya telah bercinta dengan mantan kekasihnya itu.

“Syukurlah tak ada bercak darah. Kata orang, kalau pertama kali pasti akan berdara. Berarti aku tidak melakukan apa pun dengannya malam tadi, kan? Memang dasar bajingan! Aku tidak boleh bertemu lelaki pembawa sial itu lagi.” Shienna menggerutu sendiri di tengah kelegaan hatinya karena menemukan kenyataan bahwa ia tampaknya tidak melakukan apa pun dengan Bryan.

Bisa jadi efek anggur yang ia minum membuatnya kegerahan lalu menanggalkan semua pakaian malam tadi.

Ia lantas memakai kembali pakaiannya dan termenung, teringat akan Bryan, lelaki yang merupakan mantan kekasihnya saat ia masih di bangku kuliah.

“Apa yang ia lakukan di negara ini? Tidak mungkin hanya kebetulan, bukan? Dia berubah drastis dan sangat ....” Shienna menggeleng keras berusaha mengusir bayang-bayang lelaki itu dengan menampar pipinya sendiri. “Sadarlah, Shienna! Dia adalah mantan kekasih yang paling tidak oke. Bisa jadi ia datang untuk mengadu nasib. Tidak mungkin ia memiliki uang sebanyak itu untuk berangkat ke luar negeri dan membayarku. Sial! Ia membayarku seperti seorang pelacur.”

Shienna masih tenggelam dalam angan tentang sang mantan kekasih ketika ponselnya berdering. Ia sempat mengirim pesan teks pada sahabatnya, sebelum akhirnya mendapat telepon.

Mereka berbincang cukup lama. Shienna memutuskan untuk keluar sekadar menghirup udara segar. Bukan segar, melainkan dingin dan menusuk tulang. Ia menyesal mengapa keluar tanpa menggunakan mantel berlapis. Tulangnya terasa seperti ditusuk-tusuk dan giginya pun mulai bergemeletuk. Ia masuk ke sebuah minimarket untuk menghangatkan diri dan tak disangka, ia bertemu lagi dengan pria yang telah menghabiskan malam indah dengannya.

Jangan katakan bahwa malam itu begitu indah, karena bagi Shienna, tetaplah mimpi buruk.

“Kau berubah pikiran?” ejek lelaki itu, menyunggingkan senyum miring. Entah mimpi apa ia semalam, sampai-sampai menemukan dirinya satu ranjang dengan Bryan, dan dalam hitungan jam harus bertemu dengannya lagi.

“Jangan terlalu percaya diri, Tuan Sanders. Aku tidak sudi meminta pertanggung jawaban darimu karena tidak terjadi apa pun malam tadi!” ketus Shienna dengan raut serius. Bryan hanya mendengkus, menyeringai penuh ejekan.

“Kenapa? Bukankah aku sekarang sudah kaya raya? Kau seharusnya tak lagi malu membawaku ke mana pun kau pergi—sekaligus membawaku naik ke atas tubuhmu.”

“Jaga mulutmu, Bray! Atau aku akan berteriak karena kau telah melakukan pelecehan!” geram Shienna setengah berbisik yang justru membuat Bryan semakin tergelak memperolok sikap perempuan pujaan hatinya.

“Baiklah, maafkan aku. Aku akan serius, sekarang.” Bryan melangkah mengikis jarak antara dirinya dan Shienna yang hendak mundur, tetapi dengan cepat Bryan melingkarkan lengan di pinggang gadis itu. “Jangan lari lagi, Shie. Ikutlah denganku. Kita pastikan apakah kau mengandung atau tidak.”

“Aku tidak akan mengandung, karena aku tahu betul, bercinta denganku adalah khayalanmu sejak dulu. Aku tak akan heran dan bertanya-tanya mengapa kau bisa ada di tempat ini. Sosiopat sepertimu tak akan tenang jika tidak mengganggu kehidupanku,” balas Shienna.

“Mari kita hentikan pertengkaran ini. Karena yang seharusnya marah dan membenci adalah aku setelah kau memutuskan hubungan kita dengan alasan tak masuk akal. Aku serius saat mengatakan dan memintamu ikut bersamaku. Aku tahu kau masih memiliki perasaan terhadapku.”

“Mimpi saja, kau!” Shienna menepis keras lengan Bryan dan melenggang hendak meninggalkannya, tetapi berbalik, merogoh tas dan mengeluarkan lembaran yang ia bawa sejak tadi lantas memberikan pada pria itu. “Ambil uangmu, karena aku tidak membutuhkannya!”

Shienna melangkah meninggalkan Bryan yang tertegun sesaat dan sadar bahwa ia tak bisa biarkan kesempatan menghilang lagi. Ia bergegas mengejar Shienna yang sudah keluar dari toko.

“Shienna! Aku hanya memiliki satu kesempatan. Jika kau tidak ikut denganku, kau akan kesulitan menemukanku selama beberapa bulan ke depan. Mari kita hentikan pertikaian tidak jelas ini dan ikutlah bersamaku. Aku akan menunggu sampai besok pukul sepuluh. Kuharap kau bersedia datang. Jika tidak, maka tak akan ada lagi kesempatan untuk kita.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel