1. Patah Hati
“Lihat saja, Shienna, kau tidak akan pernah bahagia dalam hidupmu! Kamu akan selalu gagal dalam percintaan, tidak akan ada lelaki yang menginginkanmu! Kamu tidak akan pernah mendapatkan jodoh—kecuali aku!” ucap seorang lelaki pada sang kekasih yang sudah memutuskannya secara sepihak.
Alasannya? Karena si lelaki hanyalah seorang penjual burger di sebuah truk makanan, ditambah lagi sang kekasih dengan terbuka mengatakan kalau lelaki itu makin lama tidak lagi menarik karena tubuhnya yang menggemuk.
Sang perempuan tak menanggapi perkataan lelaki itu melainkan tetap melenggang sembari memasang handsfree di kedua telinganya, lantas masuk ke dalam mobil pribadi yang ia kendarai sendiri dan melesat meninggalkan kampus.
***
Lima tahun kemudian ...
“Happy birth—day. Dave!? What the f—apa yang kalian lakukan?” pekik seorang gadis yang berniat memberi kejutan untuk ulang tahun sang kekasih. Namun, yang terjadi, gadis itu justru yang mendapat kejutan cukup menohok bahkan menghancurkan hatinya.
“Shienna? Sedang apa kau di sini?”
“Apa yang dia lakukan di sini, Dave? Kalian—“ Shienna tak mampu melanjutkan kalimat. Manik mata hazel yang berembun itu menatap nanar lelaki di hadapannya, tanpa busana dan tengah kebingungan menutupi tubuh yang polos.
Shienna tak ingin bertanya lebih lanjut tentang apa dan siapa perempuan yang sedang menikmati momen mesra yang seharusnya dilakukan lelaki itu bersamanya.
Gadis itu menatap lelaki dan perempuan di hadapannya secara bergantian kemudian menyeringai. “Jadi seperti ini perilakumu saat tidak bersamaku, Dave?”
“Sayang, kau salah paham. Dengarkan aku dulu—“ Lelaki itu berusaha menjelaskan segala yang sudah jelas terlihat di depan mata Shienna.
Shienna menggeleng, air mata sudah menggenang di pelupuk matanya. “Tega sekali kau, Dave. Apa salahku sampai kau lakukan ini padaku?”
David, lelaki itu, tampak frustasi diberondong pertanyaan seolah dirinya adalah penjahat yang tertangkap basah. Padahal, apa salahnya meluapkan insting dasar yang memang dimiliki setiap manusia? Ia hanya bercinta dengan seorang perempuan untuk melepaskan hormon yang butuh untuk diregenerasi. Di mana salahnya?
Jelas salah! Karena ia melakukan itu dengan perempuan lain. Yang artinya, ia sudah mengkhianati perasaan Shienna, tunangannya.
“Kau tidak bersalah, Shie. Kau terlalu baik. Kau bidadari yang bahkan enggan untuk memberikan kenikmatan itu padaku.”
“Kata siapa aku tidak mau? Kau hanya harus bersabar sebentar! Hari ini, ulang tahunmu dan aku berencana memberikan kejutan itu padamu.” Gadis itu menggeleng tak percaya. Ada rona kecewa tergambar di wajahnya. “Mulai sekarang kita tidak ada hubungan apa-apa lagi, Dave. Kita putus. Selamat ulang tahun.”
Shienna melemparkan kue yang ia bawa tepat mengenai wajah David dan kemudian memutar langkah meninggalkan apartemen lelaki itu dengan hati kesal.
Tiba di rumah, ia menghubungi sahabatnya untuk datang dan seharian penuh menjadi pendengar setia keluh-kesahnya.
“Oh, aku turut sedih atas apa yang telah kau alami. Masih banyak ikan di lautan—tidak hanya David. Aku bisa mengenalkanmu pada lelaki lain. Atau mungkin kau mau mempertimbangkan kembaranku? Kau tahu, dia menyukaimu sejak dulu,” hibur sang sahabat yang sudah lelah mendengar tangisan Shienna selama dua hari ini.
“Big NO! Saudara kembarmu sama mesumnya dengan si Dave. Aku tidak ingin patah hati lagi.” Shienna mengusap hidungnya yang beringus, mata dan wajahnya mulai sembab. “Aku ingin melarikan diri ...”
“Hah? Kabur ke mana? Bagaimana persiapan konsermu? Apa yang harus kukatakan pada panitia dan media?”
Shienna mengedikkan bahu, tak tahu bagaimana cara mengatasi patah hatinya. “Aku tidak tahu. Kau adalah manajerku. Jika mereka menghubungimu, katakan saja aku sedang dalam masa tenang. Please, pesankan tiket ke suatu tempat. Ke pulau paling sepi di dunia. Aku ingin menghilang!”
Dan sang sahabat menuruti permintaannya. Dalam waktu satu hari, Shienna sudah berada di sebuah pulau tersepi di dunia yang hanya akan didatangi oleh turis yang menginginkan sebuah ketenangan.
Shienna mengedar pandangan ke seluruh ruangan yang ia pesan. Sebuah cottage yang diperuntukkan bagi satu keluarga kini ia tempati seorang diri. Ia mendesah keras dan berusaha menahan rasa kesal dalam hatinya, karena sang sahabat salah memesankan tempat menginap untuknya.
“Kenapa menghubungiku? Apakah belum satu malam kau sudah rindu padaku, hm?” goda sahabatnya, saat Shienna yang dengan hati dongkol menghubungi.
“Serius, apakah kau sedang mengolok-olokku? Mengapa kau memesankan tempat seluas ini? Aku datang seorang diri dan melihat ruangan yang bisa kupakai bermain bola, membuatku semakin merasa kesepian,” gerutu Shienna melalui sambungan telepon. Sang sahabat yang mendengarkan omelan Shienna, hanya terkekeh.
“Mungkin saja kau ingin meluapkan kekesalan karena mantan kekasihmu yang tukang selingkuh itu,” gelaknya. “Lagi pula, ada bagusnya kau mendapatkan ruangan yang luas, kau akan bisa lebih leluasa. Tenanglah, Shie ... semua akan baik-baik saja. Kau akan baik-baik saja. Nikmati liburanmu dan lupakan pria mesum itu, oke?”
Ketika sang sahabat telah mengakhiri percakapan dengannya, Shienna kembali merasa kesepian. Ia berjalan berkeliling di seluruh ruangan di dalam cottage, berusaha menikmati liburannya meski tentu tak bisa. Bayang-bayang David yang berselingkuh terus saja berkelebatan di pikirannya.
Tubuhnya melorot di lantai, menangis tersedu dan meratapi nasib cintanya yang kandas sekali lagi. Setelah sekian kali menjalin cinta dengan beberapa pria yang hanya bertahan satu tahun, kali ini, ia dan David berhasil menjalin hubungan cukup lama.
Tiga tahun bukan waktu yang sebentar. Mereka bahkan sudah bertunangan dan berencana akan segera melangsungkan pernikahan. Namun, kebiasaan David yang suka bergonta-ganti pasangan ternyata tak pernah hilang meski sudah bertunangan dengan gadis secantik Shienna.
Memang, Shienna tak pernah memberikan apa yang David inginkan. Selama berpacaran, bahkan setelah bertunangan, ia masih belum mengizinkan David untuk menyentuhnya. Dan sepertinya, lelaki itu tak sabar untuk terus menunggu.
“Padahal aku sudah menyiapkan kejutan untukmu, Dave. Mengapa? Mengapa kau tidak mau bersabar?” rintihnya, bermonolog. Ia menangisi lelaki itu. Lelaki yang telah menyakiti perasaannya. Ia menangis, sampai kelelahan dan tertidur, hingga tak mendengar suara ketukan di pintu kamar yang ia sewa.
Kejadian semacam itu terus berulang, hingga selama dua hari, Shienna hanya mengurung diri di kamar. Ia enggan untuk keluar, selain karena wajah dan matanya yang sembab, juga karena ia masih patah hati dan tak ingin bertemu siapa pun.
Akan tetapi, hari ini ia sudah berdandan dan berniat untuk menikmati pemandangan atau sekadar berjalan-jalan. Ia akan berbelanja untuk persediaan makanan kecil selama dirinya berada di hotel. Mungkin menyediakan sebotol anggur juga tak ada salahnya.
Shienna pergi berbelanja seorang diri, menikmati kesendirian yang akan menjadi teman selama beberapa hari ke depan. Persetan dengan klien atau deadline pekerjaan yang sudah dekat. Ia tak mungkin akan menyelesaikannya dengan cepat meski dirinya tidak pergi ke mana pun. Patah hati membuat otaknya buntu dan enggan untuk diajak berpikir.
Ia tiba di hotel setelah membeli berbagai macam yang ia inginkan, kemudian mulai menenggelamkan diri dalam kamar sembari menikmati anggur di tangannya.
“Dasar David sialan! Tidak, tidak! Bukan David yang sialan, melainkan hidupku.” Sekali lagi ia meratap. “Ini sejak bajingan bernama Dave menyumpahiku. Bukan salahku jika aku tidak lagi tertarik padanya, bukan? Ia berubah menjadi gemuk dan tidak lagi menarik, lantas aku meninggalkannya. Apakah itu salahku? Bahkan selama menjalin hubungan dengannya, ia tak pernah mengatakan kalau dirinya hanyalah pedagang bubur. Tentu tak serasi denganku yang putri keluarga terhormat.”
Ia terus mengingat masa lalu yang ia anggap menjadi awal kesialan kisah cintanya. Ia meracau sendiri sembari menyesap minuman di tangannya. Matanya mulai terasa sepat dan tak sanggup terjaga.
Shienna yang setengah teler memaksa tubuhnya untuk bangkit dan rebah di ranjang, tanpa memedulikan apakah ia sudah mengunci pintu atau belum. Dan satu hal lagi, ia tak menyadari bahwa dirinya tidak seorang diri di atas ranjang melainkan dengan seorang lelaki yang dalam kondisi tak jauh berbeda dengannya.
Shienna berbalik, menemukan seraut wajah rupawan di hadapannya yang kini tengah memandangi dengan tatapan penuh cinta.
“Kau sangat cantik hari ini. Aku sangat mencintaimu. Kumohon, jangan lagi tinggalkan aku,” ucap lelaki itu.
“Dave? Aku tahu, kau tidak mungkin mengkhianatiku. Kau pasti kembali untukku. Aku mencintaimu, Dave. Kau boleh lakukan apa saja, aku milikmu sekarang.” Shienna melepaskan satu per satu pakaiannya dan menarik lelaki itu untuk berada di atasnya.
“Apakah kau yakin akan melakukan ini?”
Shienna mengangguk. “Perlahan saja. Aku masih perawan.” Ia terkekeh. Lelaki itu memandangi sepasang bola mata dibingkai bulu mata lentik milik gadis yang pasrah dalam impitannya. Ia lantas mendekat dan mengecup bibir ranum Shienna.
“Kau masih sama seperti dulu. Bibirmu manis.” Lelaki itu memuji dalam racaunya. “Sial! Kau benar-benar seperti candu. Kau harus jadi milikku selamanya.”
Dan terjadilah apa yang tak pernah Shienna bayangkan saat itu. Lelaki yang ada di atasnya mulai beraksi, bergerak berirama dan mengambil apa yang ditawarkan oleh gadis itu tanpa terkecuali. Dan di akhir permainan mereka, keduanya mencapai puncak dan meraih pelepasan bersama, tanpa ada paksaan melainkan karena kerelaan.
“Aku mencintaimu, sayang.”
“I love you too, Dave. Selamat ulang tahun, sayang.”