Nikmati dari pada pura-pura
Lembah Ayu semakin basah, memudahkan Abdul untuk menjelajahinya lebih dalam lagi. Namun di balik kenikmatan yang mereka rasakan, Ayu tak bisa menyembunyikan perasaan suka yang mendalam terhadap benda milik Abdul. Ia mulai terbuai oleh semakin membara perasaan yang mengepung keduanya, membuat goyangan mereka semakin liar dan semakin lama semakin sulit untuk dikendalikan. Dalam keadaan yang semakin tak terkendali itu, Ayu dan Abdul akhirnya mencapai puncak kepuasan bersama.
Ayu duduk di tepi tempat tidur dengan wajah merona merah, tubuhnya gemetar, dan hatinya berdebar. Rasa malu, kebingungan, dan bersalah kepada suaminya, Adam, memenuhi pikirannya setelah melakukannya bersama Abdul.
Ayu merasa sangat bersalah dan khawatir tentang apa yang akan terjadi jika suaminya mengetahui perbuatan mereka. Sementara itu, Abdul yang seolah bisa membaca pikiran Ayu, berusaha menenangkan wanita yang baru saja menjadi kekasih gelapnya itu.
Dia berbicara dengan lembut dan menggenggam tangan Ayu erat, seolah ingin menunjukkan kesan baik dan membuat Ayu merasa aman bersamanya.
"Ayu, jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja," ujar Abdul dengan tatapan yang penuh pengertian.
Dia berusaha untuk menjaga jarak emosional dengan Ayu, namun sekaligus memberikan dukungan yang dia butuhkan. Ayu mencoba untuk tersenyum, namun senyuman itu penuh dengan keraguan dan kekhawatiran.
"Terima kasih," gumam Ayu lirih.
"Terimah kasih untuk apa nih ? Keenakan atau gimana ?" namun Abdul sejenak iseng hingga berani berkata demikian.
"Ehhmm, ngga, maksudnya terimakasih aja, " saking menjebaknya pertanyaan itu, membuat Ayu salah tingkah.
"Hmmm, " gumam Abdul.
"Tapi aku merasa bersalah kepada Adam. Apa yang sudah kita lakukan ini sangat salah."
Abdul mengangguk dengan bijaksana, lalu menyeka air mata yang mulai mengalir di pipi Ayu.
"Kita tidak bisa mengubah apa yang sudah terjadi, aku berjanji akan menjaga rahasia kita."
"Sudahlah, keluar dari kamar ini, biarkan aku sendiri, " timpal Ayu sinis.
Abdul berdiri, matanya yang tajam menatap Ayu dengan perasaan yang tak bisa diuraikan. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun,
Tiba-tiba, Abdul menarik lengan Ayu dengan kuat, membuat gadis itu terkejut dan terpaksa kembali berdiri.
Dalam sekejap, mulut Abdul mendekat dan bibirnya langsung menyatu dengan bibir Ayu yang mungil. Abdul menghisapnya dengan kekuatan yang cukup untuk membuat Ayu merasakan sensasi yang membangkitkan hasratnya kembali.
Tak hanya itu, tangan Abdul kembali menjelajah tubuh Ayu. Salah satu tangannya meremas dada gadis itu dengan gemas, sementara tangan yang lainnya kembali menggesekkan kejantanannya ke arah lubang milik Ayu yang terlihat memerah akibat ronde sebelumnya. Ayu, yang tak menyangka hal ini akan terjadi lagi, merasa gemetar namun tak mampu melepaskan diri dari cengkraman Abdul yang begitu kuat.
"Ayah, apakah mau lanjut lagi?" tanya Ayu dengan ragu, matanya menatap Abdul yang bersikap tegas dan dominan di depannya.
"Ayo kulumin!" perintah Abdul, sambil menekan pundak Ayu agar segera jongkok di hadapannya.
Wajah Ayu tampak merah, menahan amarah dan malu yang memenuhi hatinya. Ayu menggigit bibirnya, lalu dengan ragu memasukkan ujung batang Abdul ke dalam mulutnya. Ia mencoba untuk menenangkan diri, namun sungkan untuk melanjutkan aksi tersebut. Abdul, yang merasa tidak puas dengan reaksi Ayu, langsung mengambil alih kendali situasi. Dengan gerakan tangan yang tegas, Abdul memegang kepala Ayu dan memaksa gadis itu untuk menjalani permintaannya. Ayu merasa terpojok, tak tahu harus berbuat apa selain menuruti keinginan Abdul.
Abdul merasa semakin percaya diri saat melihat batang kejantanannya kembali tegang dan siap untuk melanjutkan aksi tak senonohnya. Dengan gerakan kasar, ia menarik lengan Ayu hingga gadis itu terpaksa kembali berdiri di depannya.
"Ayo, minta gaya apa lagi?" ucap Abdul dengan nada sinis, seolah ingin menekan semangat Ayu yang sudah porak-poranda.
"Terserah, yang penting cepat selesai," jawab Ayu dengan suara lirih, hatinya serasa teriris mendengar perlakuan kasar Abdul.
"Baiklah," sahut Abdul, tersenyum keji.
Ia lantas mendorong tubuh Ayu hingga gadis itu terjatuh telentang di atas ranjang, dengan kedua kakinya tergantung di tepi kasur. Dalam sekejap, Abdul mengangkat kedua kaki Ayu, membuat posisinya semakin rentan. Ia lalu menempatkan diri di antara kedua paha Ayu, siap untuk kembali melancarkan serangannya. Ayu merasa tak berdaya, hanya bisa menutup matanya dan berharap semuanya segera berakhir.
"Kalau kamu hamil, berarti aku masih subur," ucap Abdul seolah menjadikan tubuh Ayu sebagai bahan percobaannya.
Di situ Ayu menganggap remeh akan hal itu, dia pun tidak mempermasalahkan jika cairan milik Abdul kembali memberikan kehangatan di rahimnya, karena beranggapan kalau cairan nikmat Abdul sudah tidak berkualitas, dalam artian tak mampu menjadi benih.
"Cepetan yah, enak nih," ucap Ayu sengaja memberikan semangat, agar Abdul segera menuntaskan nafsunya.
Abdul tersenyum sinis dan melanjutkan aksinya, sementara Ayu menatap langit-langit kamar dengan ekspresi kosong, mencoba melarikan diri dari kenyataan yang sedang dihadapinya.
Gairah yang meluap-luap, mereka saling menggumuli di atas ranjang yang empuk, tanpa ada sekat di antara mereka. Keringat bercucuran, menciptakan aroma asmara yang menghanyutkan.
"Aahhh, Aahhh!" desah Ayu dengan suara parau, mengiringi irama persetubuhan mereka yang semakin cepat.
Jeritan nikmat Ayu membuat Abdul semakin terbakar dalam gairah, mendorong dirinya untuk memperdalam penetrasi yang mereka lakukan.
Mata Ayu membelalak, terpejam sejenak sebelum kembali terbuka, menatap langit-langit kamar. Kedua tangannya dengan refleks meremas dadanya yang kenyal, mencoba merasakan sensasi yang semakin dalam.
Melihat gerakan Ayu, Abdul merasa tertantang untuk mengambil alih kendali. Dengan gerakan sigap, ia menepis tangan Ayu dari dadanya, lalu menggantikannya dengan kedua tangannya yang besar.
Abdul meremas dada Ayu dengan gerakan liar, seolah-olah ia baru pertama kali menyentuh benda itu. Ayu merasakan sensasi baru dengan Abdul mengambil alih kendali. Hatinya berdebar kencang, seolah tak bisa menampung semua perasaan yang meluap-luap dalam dirinya.
Bersamaan dengan itu, gairah di antara mereka semakin memuncak, mencapai puncak kenikmatan bersama. Setelah melalui persetubuhan yang begitu menggebu-gebu, mereka akhirnya terbaring lemas di samping satu sama lain. Nafas mereka tersengal-sengal, mencoba menyerap kembali oksigen yang sempat hilang dalam permainan asmara tadi.
Setelah itu, Abdul segera berdiri dan mengenakan pakaian, tanpa menoleh atau mengucapkan sepatah kata pun pada Ayu.
Ayu hanya terdiam, merasakan kepedihan yang semakin menusuk hatinya. Air matanya mulai mengalir, menandakan keputusasaan dan rasa sakit yang mendalam. Ayu berusaha bangkit, meneguk air yang tersedia di meja samping tempat tidur. Pikirannya kalut, mencoba mencari jalan keluar dari permasalahan yang kini melilit hidupnya.
Apakah benar bahwa cairan Abdul sudah tak berkualitas? Atau mungkin, hanya takdir yang tengah mempermainkan nasibnya?
Ayu menatap punggung Abdul yang semakin menjauh, air matanya mengalir deras menyesali perbuatannya. Pintu terbanting keras, membuyarkan lamunan Ayu. Kesedihan yang melanda dirinya semakin menghujam, begitu pula rasa bersalah yang mendera hatinya. Tak kuasa menahan tangis, Ayu menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Apakah aku kabur saja?" gumam Ayu dalam hati.
Perasaannya berkecamuk, merasa tak sanggup menghadapi kenyataan bahwa ia mungkin tak akan pernah bisa memaafkan kejadian ini. Ayu takut jika suatu hari nanti mereka bertemu, akan ada hal yang sama terjadi atau bahkan lebih buruk dari sebelumnya.
Ayu merasa terjepit, tidak tahu harus berbuat apa. Namun, di balik rasa takut dan kekhawatiran tersebut, ada tekad yang mulai tumbuh di hati Ayu. Ia akan berusaha memperbaiki segala kesalahan yang telah ia perbuat, meskipun itu berarti harus menghadapi rasa sakit dan penderitaan yang mungkin akan menanti di depan.