Istri kontrak
Saat bibir Arlan mengucapkan kalimat permintaan pada Shinta agar mau menjadi istri untuk Leon, gadis itu menelisik semua permohonan Arlan dengan seksama, bergumam dalam hati ...
"Apa maksud dari Tuan Arlan? Kenapa dia meminta aku menjadi istri putranya yang terbaring lemah? Kenapa ia tidak meminta ku menjadi Ibu sambung untuk Leon ...?"
Shinta kembali bertanya pada Arlan yang masih menunggu jawaban dari bibir mungil tersebut, "A-a-apa maksud Anda, Tuan? Bu-bu-bukankah Leon tidak bisa melakukan apapun, tapi kenapa Anda meminta saya untuk menikah dengan Leon? Ini tidak masuk akal. Apa yang akan saya dapatkan, jika menjadi istri dari putra Anda?"
Arlan menggelengkan kepalanya, dia mengerti apa maksud dari pertanyaan gadis yang duduk disampingnya tersebut.
"Menikahlah dengan Leon, aku akan menjadikan mu, kepala bagian di rumah sakit swasta ternama di Jakarta. Kita akan tinggal bersama, tapi ini hanya status pernikahan kontrak. Aku yang menjamin dirimu. Bantu aku dalam merawat Leon, aku yang memohon padamu Nona, jika cuci darah dapat memperpanjang usia putra kesayangan ku!" tunduknya.
Shinta ternganga, dia sangat mengetahui rumah sakit mana yang menjadi saham Arlan selama ini. Rumah sakit bertaraf internasional, dengan gaji dolar Amerika membuat ia semakin tak percaya dengan semua penawaran yang Arlan tawarkan.
"Hmm apakah rumah sakit yang mewah itu, Tuan? Mengapa Anda membawa Leon kesini, jika di sana bisa memberikan pelayanan lebih baik, bahkan sangat eee ..."
Shinta tidak melanjutkan ucapannya, karena Arlan memotong pembicaraannya.
"Kami kesini hanya ingin berlibur. Mungkin jika Leon siuman, dan kamu bersedia menerima tawaran ku ... Kita akan segera kembali ke Jakarta," jelasnya pelan.
Shinta menggigit bibir bawahnya, dia tidak menyangka, bahwa akan menerima tawaran seperti ini dari seorang crazy rich tersebut.
Siapa yang tidak tergiur untuk menjadi seorang istri kontrak pasien yang sakit. Ia mengalihkan pandangannya kearah lain, namun tidak ingin menjawab pertanyaan Arlan saat ini.
"Hmm saya akan memikirkannya Tuan. Setidaknya jika hanya untuk menjadi seorang istri dan saya mendapatkan posisi yang sangat layak di rumah sakit Anda, mungkin ini akan menjadi bahan pertimbangan bagi saya. Karena sudah lebih dari empat bulan saya menunggu kabar dari rumah sakit tersebut," senyumnya menyeringai kecil.
Arlan mengangguk mengerti, dia tidak ingin memaksa gadis itu untuk menjawab pertanyaan sekarang, tapi setidaknya ia akan mengurus semua legalitas Shinta agar bisa mendapatkan posisi yang layak dengan gaji yang bernilai fantastis.
Tentu semua syarat, menuju pernikahan putranya tidak akan merugikan siapapun, terutama Shinta. Gadis itu cukup merawat Leon dengan baik, dan bertanggung jawab atas kesehatan putra kesayangannya.
"Maukah kamu ikut dengan ku, untuk menjenguk Leon?"
Shinta mengangguk setuju, tanpa menjawab, karena selama berada dirumah sakit dialah yang merawat Leon.
Arlan beranjak meninggalkan kursi yang berada di koridor, menuju kamar putranya yang di susul oleh Shinta dari belakang.
Saat pintu kamar tertutup rapat, Arlan kembali membalikkan tubuhnya, seketika menatap wajah gadis cantik itu dengan tatapan penuh harap.
"Please ... Jangan kecewakan putra ku!"
Shinta mengangguk pelan, dia mendekati Leon yang sudah bisa dikatakan sadar dari pengaruh obat penghilang rasa sakit, yang di suntikkan melalui infus.
Dengan sangat ramah Shinta mengapa Leon, mengusap lembut kepala pria muda yang masih lemah tersebut.
Di ruangan mewah yang luas itu, Shinta memainkan perannya dengan sangat baik ...
"Hai ..." sapa Shinta melirik kearah Arlan.
Leon tersenyum, matanya mengisyaratkan bahwa hatinya berbunga-bunga saat menatap iris mata Shinta yang sangat bercahaya juga teduh.
Leon menjawab dengan senyuman yang melebar penuh perasaan bahagia, "Ha-hai ... Bukankah kamu suster yang selama ini mengurus semua kebutuhan aku?"
Shinta mengangguk, "Bagaimana keadaan mu? Apa masih merasakan mual? Aku akan mengurus semua kebutuhan untuk cuci darah mu. Setelah itu, aku ingin memberikan satu kejutan pada mu," godanya pada puncak hidung Leon.
Leon menoleh kearah Arlan, meminta jawaban kejutan apa yang akan diberikan gadis itu padanya.
"Pi ... Apakah dia ...?"
Pertanyaan Leon yang menyiratkan kebahagiaan, membuat Arlan hanya bisa tersenyum sumringah, memberi isyarat bahwa gadis itu akan menjadi istri sahnya.
Leon yang mengerti isyarat dari tatapan mata Arlan, mengepalkan tangannya dengan tenaga yang masih tersisa. Wajah pucat itu memberikan senyuman manis yang tidak pernah Arlan dapatkan selama tiga tahun merawat putranya.
Perasaan Arlan semakin lega, dia ingin mendengar secara langsung gadis itu menerima pinangannya atas nama Leon.
"Shinta ..." panggil Arlan dengan suara pelan.
Shinta menoleh kearah Arlan, "Ya Tuan?"
Arlan mengerjabkan matanya, melirik kearah Leon, meminta jawaban pasti dari gadis itu dari permintaannya tadi ...
"Bagaimana ...?"
Shinta mengangguk dua kali, kembali menoleh kearah Leon.
Entah apa yang dirasakan Shinta kali ini, dia ingin sekali terlepas dari rumah sakit Mount Elizabeth, dan berkembang di rumah sakit Jakarta yang lebih menjanjikan tersebut.
Walau harus menjadi istri kontrak dari pasien yang tidak mampu melakukan kewajibannya sebagai seorang suami setelah menikah.
Leon tersenyum, matanya beradu tatap dengan Shinta, bertanya dengan nada terbata-bata ...
"A-a-apakah cuci darah itu sangat menyakitkan, Nona?"
Shinta menggelengkan kepalanya, "Aku akan menemani mu, satu lagi ... Jangan panggil aku Nona, tapi panggil aku, sayang. Karena kita akan menikah, dan aku menjadi perawat pribadi mu," kecupnya lembut dipipi kanan Leon.
Sontak kecupan kecil itu, membuat tubuh Leon dua kali lebih bersemangat untuk tetap bertahan, karena akan merasakan menjadi seorang suami yang memiliki istri baik, ramah, bahkan sangat menyenangkan ...
Leon menahan lengan Shinta, walau genggamannya tidak sekuat pria normal lainnya, "Apa kamu serius akan menjadi istriku? Karena aku sangat berharap ..."
Shinta menggenggam jemari Leon yang ada di lengannya, "Aku serius, dan aku ingin melihatmu bahagia. Kita akan tinggal bersama ..."
"Ta-ta-tapi ... Aku tidak bi-bi- ..."
Shinta menutup rapat bibir Leon dengan telunjuknya. Kali ini dia hanya ingin menjadi wanita yang dapat membahagiakan pasien, demi Arlan.
"Setidaknya aku akan mendapatkan perhatian Arlan, jika aku memperhatikan putra kesayangannya ..." gumamnya dalam hati.
Tentu pemandangan itu sangatlah memberikan kesejukan bagi Arlan, karena akan melihat putranya kembali bangkit. Rasa sakit Leon akan terobati dengan kehadiran Shinta yang mampu memberikan warna baru bagi putra kesayangannya.
"Terimakasih ..." ungkap Arlan tanpa suara, dengan menundukkan kepalanya penuh perasaan bahagia.
Shinta menghela nafas panjang, dia tersenyum manis, karena akan tinggal bersama di kediaman duda kaya tersebut.
Leon menoleh kearah Arlan, "Ja-ja-jadi kapan aku akan menikah dengan Shinta, Pi?"
Arlan tampak kebingungan untuk menjawab pertanyaan putranya tersebut, gerak-geriknya salah tingkah, karena belum membicarakan tentang perjanjian mereka berdua lebih lanjut.
"Hmm mungkin setelah kamu cuci darah Leon. Kita akan kembali ke Jakarta, dan kalian bisa melangsungkan pernikahan di sana tentunya," jelas Arlan menatap Shinta, meminta persetujuan.
Shinta mengangguk setuju, "Ya ... Aku akan ikut dengan mu, Leon."