Ringkasan
Pernikahan kontrak yang di minta Arlan pada salah satu perawat rumah sakit untuk merawat putranya Leon, membuat Shinta harus berpura-pura baik demi menarik simpati sang calon mertua. Siapa sangka, ternyata Arlan tidak dapat membendung semuanya, setelah mereka tinggal satu atap di sela-sela sakitnya Leon yang tak kunjung sembuh. Gagal ginjal, yang mengharuskan Leon cuci darah, agar dapat bertahan hidup lebih lama ... Namun, godaan Shinta pada Arlan membuat pria itu semakin tak berdaya ... Mampukah Leon bertahan hidup, setelah mengetahui bahwa selama ini Arlan menjalin hubungan terlarang dengan Shinta ... Simak kisahnya ...
Maukah kamu
"Kenapa kamu kembali ke apartemen? Apakah Leon baik-baik saja? Sehingga kamu mengundang ku kesini?"
Arlan menggelengkan kepalanya, sesungguhnya dia sangat khawatir pada Leon. Tapi semenjak kepergiannya dengan alasan dinas, Shinta selalu memberitahu bagaimana kabar putra kesayangannya, melalui telepon serta pantauan melalui CCTV yang ia pasang di kamar Leon, tanpa sepengetahuan Shinta, dan dengan mudah duda beranak satu itu menyaksikan perbuatan Shinta pada putranya.
"Aku sudah mempersiapkan satu suster untuk Leon, dan dia sangat telaten merawatnya," jelasnya sambil menghela nafas panjang.
Seno tertawa kecil, melihat raut wajah Arlan yang masih tampak bingung, "Kita bersahabat sudah lebih dari 20 tahun, semenjak kamu menjalin hubungan dengan Yasmin, menikah, dan memiliki anak. Jadi kamu tidak bisa membohongi aku, Arlan. Karena aku sudah mendengar pernikahan kontrak Leon dengan seorang perawat Mount Elizabeth. Apa kamu tergoda dengan gadis itu?"
.
Uwek ... Uwek ... Uwek
Darah segar kembali keluar dari bibir Leon yang kembali melemah di bangkar rumah sakit.
"Bagaimana kondisi putra ku, dokter?"
Arlan melihat dengan penuh kecemasan. Bagaimana mungkin, putranya terus menerus mengeluarkan darah segar sejak pukul 17.00 waktu Singapura.
Dokter yang menangani Leon, hanya bisa menenangkan Arlan, dengan menepuk pundak pria berwajah tampan itu.
.
Arlan Alendra, duda beranak satu berusia 45 tahun. Telah menjadi ayah tunggal bagi Leon sejak dua tahun yang lalu. Ia juga merupakan salah satu crazy rich yang sangat terkenal di Jakarta.
Kesuksesannya di usia mapan membuat dia digandrungi banyak wanita muda. Namun pesonanya kembali meredup, semenjak Yasmin meninggalkan nya dari dunia fana ini. Hingga tak pernah terpikirkan olehnya untuk memiliki istri lagi. Mengingat kondisi Leon yang semakin lama semakin memburuk.
Leon Alendra Arlan, anak tunggal satu-satunya dari pasangan Arlan dan Yasmin, yang masih berusia 20 tahun mengidap gagal ginjal sejak kecil.
Wajah Leon yang dulu terlihat sangat tampan dan segar, kini hanya tampak seperti mayat hidup, lebih kurus dengan wajah pucat pasi, dan bulu tangan semakin panjang dan tampak meremang.
Hanya semangat hidup, yang Leon miliki hingga kini, dan akan menikmati setiap rasa sakit yang datang tanpa permisi lebih dulu. Ditambah perhatian Arlan sangat fokus padanya, membuat Leon semakin mengagumi sosok seorang Arlan.
Permintaan Leon hanya satu sebelum ajal menjemput 'menikah'. Namun sejak pria itu lulus dari sekolah menengah atas, tak seorangpun sahabat sekolahnya yang mau melihat putra kesayangan Arlan tersebut, setelah kelulusan sang putra tiga tahun lalu.
Kedua-nya hanya hidup berdua, setelah Mami Leon meninggal dunia sejak dua tahun lalu.
Kegagalan keluarga saat melakukan pencangkokan ginjal di salah satu rumah sakit terkenal di Cikini Jakarta, ternyata berdampak buruk pada kesehatan Almarhum Yasmin, juga Leon.
Leon yang awalnya hanya mendapatkan perawatan intensif jika sudah mengalami muntah darah, namun kali ini ia harus mendapatkan keputusan untuk segera melakukan cuci darah satu kali dalam seminggu.
Arlan menepuk keningnya, bagaimana mungkin dia harus melihat putra kesayangannya cuci darah. Hal itu yang paling menakutkan baginya.
Akan tetapi, tidak ada pilihan. Untuk memberikan umur yang panjang, jika jalan satu-satunya adalah harus melakukan cuci darah.
Arlan menelan ludahnya sendiri berkali-kali, saat bertatapan dengan Dokter Yosi, Dokter yang menangani putranya selama berada di rumah sakit.
"Apakah tidak ada jalan lain selain cuci darah, Dokter? Saya benar-benar trauma, karena Mama Leon meninggal di sebabkan cuci darah selama tiga bulan dan kondisinya semakin hari semakin menurun. Beri saya waktu untuk berpikir beberapa hari. Secepatnya saya akan memberi keputusan."
Dokter Yosi mengangguk mengerti, apapun keputusan dari keluarga tentu menjadi satu keputusan yang baik bagi keluarga tersebut.
Sudah lebih dua bulan Arlan menemani putranya di rumah sakit Mount Elizabeth Singapura. Namun, hasilnya masih sama 'cuci darah'.
Arlan terduduk di kursi koridor rumah sakit, menatap langit-langit dengan mata berkaca-kaca. Dia meremas kuat rambutnya merasa sangat frustasi.
"Jika Leon meninggal, apa yang harus aku lakukan? Ternyata harta berlimpah yang aku miliki sama sekali tidak dapat menjamin kesehatan pada putraku yang sudah sakit sejak kecil. Yasmin ... Apa salah dan dosa kita? Kenapa Leon tidak kunjung sembuh? Apakah aku harus mengajukan untuk pencakokan ginjal lagi? Harus berapa kali putra ku menjalani operasi selama hidupnya," tangisnya.
Arlan menoleh kearah suster yang berjalan kearahnya. Semakin lama, langkah gadis muda itu semakin mendekat.
Gadis bernama Shinta itu berhenti di hadapan Arlan, kemudian tersenyum tipis, hanya untuk memberikan beberapa file sesuai pemeriksaan rutin yang dilakukan dokter untuk hari ini saja.
"Tuan ... Kondisi Leon sangat mengkhawatirkan. Padahal kita sudah memberikan transfusi darah 12 kantong, tapi kondisi Leon masih sangat lemah. Ada baiknya Tuan mengikuti langkah terakhir yang di katakan Dokter Yosi, cuci darah," jelasnya.
Arlan hanya tersenyum lirih, ia hanya bisa mengusap air mata yang akan mengalir dari sudut mata elangnya.
Untuk mengalihkan pikirannya, Arlan berbasa-basi dengan gadis yang ternyata sangat ramah dan menyenangkan teresebut.
Mata sayu, berbulu mata lentik, dan memiliki bibir mungil, membuat Arlan sedikit tertarik pada gadis muda yang menurut pengakuannya masih berusia 23 tahun.
Arlan mencoba mengingat keinginan Leon beberapa jam sebelum terbaring lemah tak berdaya di rumah sakit.
"Pi ... Carikan aku wanita yang bisa menerima ku apa adanya. Aku ingin merasakan bagaimana rasanya memiliki seorang istri ..."
"Tenang Nak ... Papi akan mencarikan wanita untuk kamu, walau hanya pernikahan untuk merubah status mu ...!"
Hanya percakapan bersama Leon, yang terus menerus terngiang di telinga Arlan.
Arlan melirik kearah Shinta yang masih terus bercerita tentang salah satu pasiennya yang menjalani cuci darah. Walau sejujurnya pasien tersebut telah meninggal dunia, namun dapat bertahan hidup selama 15 tahun.
Arlan sangat mengerti maksud gadis yang masih duduk disampingnya tersebut, tapi kali ini dia tidak ingin membahas tentang cuci darah yang akan di lakukan Leon. Namun dia ingin menikahkan gadis pintar itu dengan sang putra kesayangannya, walau hanya dengan status kontrak, karena tidak akan mungkin Leon mampu melakukan kewajibannya sebagai seorang suami.
Arlan hanya menjadi pendengar bagi gadis muda tersebut, kemudian bertanya pelan, "Apakah kamu sudah menikah?"
Shinta yang mendengar pertanyaan dari Arlan sedikit terkejut, karena tidak pernah bertemu dengan keluarga pasien yang berani menanyakan hal pribadi padanya. Ia menoleh kearah pria yang sangat tampan itu, wajah tampan dengan bulu halus, dan tatapan yang sangat menarik perhatiannya, membuat gadis itu hanya tersipu malu mendengar pertanyaan sang crazy rich tersebut.
"Ma-ma-maksud Anda, Tuan?"
Arlan hanya tertawa kecil mendengar pertanyaan yang di jawab pertanyaan ...
"Apa ada yang salah dengan pertanyaan saya?"
Shinta menggeleng dan mengangguk. Wajah cantik itu terlihat salah tingkah dan lagi-lagi menatap dalam mata elang Arlan.
"Ya enggak salah, ta-ta-tapi hmm ... Apa hubungannya cuci darah dengan status saya?"
Lagi-lagi Shinta semakin gugup oleh tatapan mata Arlan yang sangat mempesona gadis seusianya. Ia menggigit bibir bawahnya, tertunduk malu menganggap Arlan tertarik padanya.
"Hmm ... Jika kamu belum menikah kamu bisa menikah, kan? Saya ingin melihat Leon bahagia, karena permintaannya hanya itu, 'menikah'."
Arlan hanya menggeleng pelan, kembali menundukkan kepalanya, tak ingin melanjutkan pertanyaannya pada Shinta yang masih tampak kebingungan oleh sikap pria mapan tersebut.
Baginya pertanyaan menikah itu, masih sangat tabu dan sensitif. Baru kali ini ada seorang pria mapan berstatus duda yang menanyakan tentang statusnya. Tentu ini menjadi kejutan yang sangat menyenangkan baginya, jika di persunting oleh pria kaya, tampan dan bertanggung jawab.
"Hmm ... Apalagi statusnya masih duda, enggak ada salahnya untuk aku mencoba mendekati Tuan Arlan. Mana tahu dia merupakan jodoh ku ..." gumam Shinta dalam hati, dengan perasaan yang berbunga-bunga.
Namun tidak dalam benak Arlan, pria itu justru tengah berharap kesediaan gadis itu, mau menjadi pendamping putranya, hingga menutup mata.
"Kenapa gadis ini tidak mau menjawab pertanyaan ku? Apakah dia tidak ingin menikah di usia yang bisa dikatakan matang? Atau jangan-jangan dia takut, tidak bisa bahagia bersama Leon ...?"
Arlan menghela nafas dalam-dalam, menyandarkan tubuhnya lebih dalam di kursi koridor, membiarkan gadis yang bernama Shinta itu memikirkan pertanyaan nya.
"Ternyata sulit sekali mencari wanita yang pantas untuk menjadi pendamping hidup Leon ..."
Arlan kembali menoleh kearah Shinta, kini keduanya saling menatap iris mata masing-masing, memberanikan diri untuk bertanya ...
"Hmm mau kah kamu menikah dengan ... Eee ... Leon, yah walau hanya sekedar nikah kontrak?"