Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1: Hinaan

Di kota kecil Tiancheng, terdapat pasar yang selalu ramai dengan pedagang dan pembeli. Hiruk-pikuk pasar itu menjadi panggung bagi pria muda bernama Luo Feng, seorang pemuda yang sering dianggap remeh oleh orang-orang di sekitarnya. Luo Feng terlihat biasa saja—wajah yang tidak terlalu tampan, pakaian sederhana, dan sikapnya yang tenang membuatnya sulit diperhatikan. Namun, di balik itu semua, Luo Feng adalah seorang ahli strategi yang cerdik dengan otak seperti rubah, selalu memikirkan sepuluh langkah ke depan.

Hari itu, di tengah keramaian pasar, sebuah insiden memancing perhatian.

“Luo Feng! Kau hanya sampah yang tak tahu diri! Apa hakmu ikut dalam pertemuan Klan Langit Biru minggu depan?” seru Zhang Rui, seorang pemuda dari keluarga kaya raya. Ia menunjuk Luo Feng dengan penuh penghinaan, diikuti oleh tawa mengejek dari teman-temannya.

Luo Feng hanya menatapnya dengan pandangan dingin, sedikit senyum bermain di sudut bibirnya. Ia tidak membalas, tidak menunjukkan emosi apa pun. Diamnya justru membuat Zhang Rui semakin marah.

“Sudah cukup waktu yang kuberikan padamu untuk menjawab! Kau pikir kau bisa menyelamatkan keluargamu yang nyaris bangkrut hanya dengan menjadi pengikut bodoh Patriark Yan Lei? Apa kau tidak tahu tempatmu, Luo Feng?” Zhang Rui terus mencaci, mencoba memancing reaksi.

Di tengah kerumunan, beberapa orang mulai bergumam.

“Luo Feng itu memang seperti lintah. Keluarganya sudah runtuh, dan dia masih berani bermimpi besar.”

“Benar, bahkan anak-anak kecil pun tidak menghormatinya.”

“Tapi kenapa Patriark Yan Lei tetap mempertahankannya di sisi mereka?”

Luo Feng akhirnya angkat bicara, suaranya tenang namun penuh otoritas yang tidak terduga. “Zhang Rui, mulutmu besar sekali. Kau ingin aku menjawab, tapi jawaban apa yang pantas untuk orang sepertimu?”

Kerumunan langsung terdiam. Zhang Rui tertegun, tidak menyangka Luo Feng berani berbicara seperti itu.

“Kau pikir keluargamu yang kaya membuatmu bisa bertindak semaumu? Kau salah besar. Tidak ada yang abadi di dunia ini, termasuk statusmu,” lanjut Luo Feng, langkahnya maju mendekati Zhang Rui. “Dan jika kau ingin berbicara soal kehormatan, mungkin kau harus bercermin dulu. Karena sampai hari ini, kau hanyalah alat bagi ayahmu. Tidak lebih, tidak kurang.”

Ucapan itu tajam dan menghantam Zhang Rui seperti petir. Pemuda itu memerah karena marah, tetapi tidak mampu membalas. Luo Feng menggunakan taktik pasifnya—tidak memulai konflik, tetapi memastikan bahwa setiap kata yang keluar darinya menghancurkan lawan dengan perlahan.

“Baiklah,” Luo Feng mengakhiri dengan nada santai. “Aku akan membuktikan kepada semua orang, tidak butuh harta untuk membuat dunia bergerak. Yang dibutuhkan hanyalah pikiran yang tajam dan keberanian untuk mengambil langkah.”

Kerumunan mulai berbisik, beberapa bahkan diam-diam kagum pada keberanian Luo Feng.

Di sudut pasar, seorang pria tua, Tetua Kang, menyaksikan kejadian itu dengan senyum kecil di wajahnya. “Anak ini... dia jauh lebih berbahaya daripada kelihatannya,” gumamnya.

Saat Luo Feng pergi dari kerumunan, sebuah rencana sudah mulai terbentuk di dalam pikirannya. Zhang Rui mungkin hanya pion kecil, tetapi Luo Feng tahu kapan harus menyeret seseorang seperti dia ke dalam skema yang lebih besar. Ini hanyalah awal dari permainan yang lebih rumit—dan Luo Feng tidak pernah kalah dalam permainan seperti ini.

Setelah suasana pasar mulai tenang, Luo Feng berjalan perlahan meninggalkan tempat itu. Namun, dia tidak benar-benar pergi jauh. Dia menyelinap ke gang kecil di samping pasar, memanfaatkan bayangan untuk bersembunyi sambil mengamati Zhang Rui dan teman-temannya.

“Dasar sombong! Aku harus menghancurkannya!” Zhang Rui menggerutu sambil mengepalkan tangan. Wajahnya masih merah karena malu. Beberapa teman yang mengikutinya mencoba menenangkannya.

“Tenanglah, Zhang Rui. Dia memang suka cari masalah. Tapi kau tahu, dia itu tidak ada apa-apanya dibandingkan kau.”

“Benar, Luo Feng itu hanya pintar bicara. Kita bisa menghabisinya kapan saja.”

Namun, Zhang Rui tidak puas dengan kata-kata itu. “Tidak cukup hanya bicara! Aku ingin dia menyesal telah merendahkanku!”

Luo Feng, yang mendengar percakapan itu, tersenyum tipis. Seperti yang sudah diduganya, amarah Zhang Rui akan menjadi langkah pertama untuk memulai permainannya.

Dia berbalik dan berjalan menuju kediamannya yang sederhana, di pinggir kota. Rumah itu kecil dan tua, peninggalan satu-satunya dari keluarganya yang dulu berjaya. Namun, bagi Luo Feng, tempat itu adalah markas yang sempurna untuk merancang skema-skema yang rumit.

Setibanya di rumah, seorang pria paruh baya dengan pakaian lusuh menyambutnya. Itu adalah Paman Cheng, mantan pelayan keluarga Luo yang masih setia meskipun keluarga itu telah jatuh miskin.

“Luo Feng, apa kau tidak apa-apa? Aku mendengar Zhang Rui membuat keributan lagi,” tanya Paman Cheng dengan khawatir.

Luo Feng duduk di kursi kayu tua dan menuangkan teh untuk dirinya sendiri. “Tenang saja, Paman. Orang seperti Zhang Rui hanya tahu menggunakan otot, bukan otak. Aku hanya perlu sedikit waktu untuk memanfaatkannya.”

Paman Cheng mengernyit. “Kau tahu dia punya banyak koneksi. Jika kau terlalu jauh memprovokasinya, dia bisa menghubungi ayahnya atau bahkan para tetua klan. Itu bisa jadi masalah besar.”

Luo Feng mengangguk pelan. “Itu yang kuinginkan.”

Paman Cheng tertegun. “Apa maksudmu?”

Dengan tenang, Luo Feng menjawab, “Jika aku ingin naik ke puncak, aku butuh lawan yang cukup kuat untuk menjadi pijakan. Zhang Rui hanyalah awal. Ayahnya, koneksinya, bahkan tetua klan—semua itu akan menjadi alat untukku. Aku hanya perlu memastikan mereka bertindak sesuai keinginanku.”

Paman Cheng menatap Luo Feng dengan campuran kekhawatiran dan kekaguman. Dia tahu sejak kecil Luo Feng adalah anak yang cerdas, tetapi kali ini dia merasakan sesuatu yang berbeda. Ada ambisi besar yang tersembunyi di balik ketenangan pemuda itu.

Sementara itu, di kediaman Zhang Rui, kemarahan pemuda itu mencapai puncaknya. “Aku tidak peduli! Besok aku akan membuat Luo Feng berlutut di depanku!” serunya kepada pelayannya.

Namun, jauh dari sepengetahuan Zhang Rui, Luo Feng sudah menyiapkan langkah berikutnya. Dengan bantuan seorang informan di pasar, Luo Feng memastikan kabar tentang perseteruan kecil ini akan sampai ke telinga beberapa tetua klan.

“Tetua Kang pasti akan mendengar ini,” gumam Luo Feng. “Dan saat dia melibatkan dirinya, aku hanya perlu memancing skema ini lebih dalam.”

Malam itu, di bawah sinar bulan, Luo Feng duduk di depan mejanya. Dia mulai menulis beberapa surat anonim dengan tinta hitam.

“Orang-orang selalu berpikir aku lemah hanya karena aku miskin,” bisiknya pada dirinya sendiri. “Tapi mereka lupa... orang yang paling berbahaya bukanlah yang kaya, melainkan yang tahu bagaimana memanipulasi kekayaan orang lain.”

Senyum licik terlukis di wajahnya. Dalam pikirannya, langkah pertama dari permainan panjang ini baru saja dimulai.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel