Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bukan ayah yang baik

Sepertinya sekarang sedang musim hujan,

beberapa hari ini terus-terusan di guyur air dari langit.

Bahkan di saat malam sekalipun, Rumi juga

jadi tidak bisa pergi ke mana-mana. Ingin

memesan taksi sangat sulit, karena jaringan mendadak hilang.

Rumi hanya bisa menggerutu asal saat

menyadari bahwa sekarang ia sudah

tidak bisa melakukan apa pun.

Bagaimana dengan Rizky? Rumi begitu

mencemaskannya, bagaimana dia bisa

makan? Ya, Allah Rumi sangat ingin

menemuinya.

Tidak mengerti kenapa hujan mendadak

turun saat Rumi baru saja hendak bersiap

pergi ke rumah sakit, tapi nampaknya Rumi

memang seperti tidak di beri ijin untuk

pergi kemana-mana.

Hingga saat pagi harinya, barulah Rumi bisa pergi.

"Mbok, saya mau ke rumah sakit, ya?" Pamit Rumi pada si mbok.

"Lho, ada apa Bu? Siapa yang sakit? Apa

pak Habib sakit?" Tanya si Mbok.

"Bukan, baby Rizky yang sakit. Saya harus

ke sana sekarang, tolong jaga rumah ya Mbok!"Tanpa sempat mendengar apa yang mbok katakan selanjutnya, Rumi langsung saja pergi.

Segera Rumi memasuki taksi dan meluncur ke rumah sakit. Perasaannya benar-benar tidak tenang, tidurnya tak nyenyak di buatnya, sampai Rumi merasakan adanya lingkaran hitam di mata.

Ada rasa takut yang meremang di dada

saat sampai ke rumah sakit, bagaimana jika

Rumi melihat Habib bersama Salwa di sana?

Lalu apa yang harus Rumi lakukan di depan

mereka? Apa yang sebaiknya Rumi mengatakan pada mereka?

Semua ketakutan itu pun terjawab saat Rumi

sampai ke rumah sakit, di salah satu

ruangan sebelum ujung lorong, terlihat

ada beberapa kursi besi yang tersedia di

koridor.

Dua di antaranya di duduki sepasang suami istri yang tak lain adalah Salwa dan Habib.

Ragu, antara ingin tetap melangkah atau berhenti di sini.

Lagi pula ke mana Mira? Kenapa Rumi tidak melihatnya? Jujur Rumi tidak sanggup kalau harus menghadapi Habib dan Salwa sendirian. Bukan takut, tapi hanya merasa tidak punya pegangan saja.

"Bayi yang di ruangan itu bagaimana, Sus?"

Tanya suster yang berjalan di sebelah Rumi.

Mereka adalah dua orang suster yang

sepertinya menangani baby Rizky, karena

menunjuk ke ruangan di mana Rizky di

rawat.

"Keadaannya buruk, tapi sepertinya sekarang sudah membaik. Orang tuanya lalai sekali, membawa anak tengah malam. Jika terlambat beberapa menit saja, bayi itu bisa lewat," sahut temannya pula.

Mendengar itu, Rumi pun langsung

memicingkan mata. Selalai itu Habib

pada bayinya? Dia harus di beri pelajaran,

sih.

Segeralah Rumi menghampiri mereka, dan ekspresi terkejut adalah hal yang pertama menyambut kedatangan Rumi.

Begitu juga dengan Habib yang kelihatan

langsung melepas rangkulan Salwa.

"Rumi, kamu datang?"

"Assalamu'alaikum, di mana Rizky?" Tanya Rumi langsung to the point.

"Wa'alaikumsalam. Ah, dia di dalam. Mas

senang sekali kamu mau datang, Rizky

pasti rindu sekali padamu, maka dari itu

dia sampai tidak mau makan dan sakit

seperti ini. Masuklah Rumi, siapa tahu

kedatanganmu bisa membawa pengaruh

baik untuknya," titah Habib pula.

Tanpa membalas apa pun Rumi langsung

saja masuk, melihat bayi kecil itu terlihat

berbaring di box khusus dengan selang di

hidungnya.

Begitu menyedihkan, sampai Rumi tidak kuat menahan air mata. Habib yang di luar juga ingin masuk, tapi di larang oleh Salwa.

"Biarkan saja mbak Rumi sendirian, dia juga

tidak akan suka jika Mas masuk ke dalam," ucapnya.

Habib kembali menutup pintu, sementara Rumi menggendong bayi mungil ini.

Umurnya hampir empat bulan, dan sekarang untuk pertama kalinya dia di rawat setelah Rumi tinggal seharian.

Jika benar ini karena Rumi, maka Rumi pantas di salahkan. Tapi semua ini juga tak lepas dari kesalahan Habib, dia lalai menjaga anaknya sendiri, benar-benar hanya memperhatikan Salwa tanpa peduli

seperti apa bayi yang sedang dia rawat.

"Bu, maaf. Bisa ke luar dulu? Saya mau

periksa bayinya sebentar," pesan dokter

yang masuk ke ruangan beberapa menit

setelah Rumi menggendong Rizky.

"Anak saya baik-baik saja kan, Dok? Dia ...

dia bisa segera sembuh 'kan?" Tanya Rumi.

"Saya periksa dulu ya Bu, Ibu silahkan

tunggu di luar." Dengan hati kacau, Rumi ke luar sambil tertunduk.

Rasanya hatinya hancur saat melihat Rizky seperti itu, Ttdak ada penyemangat lagi sampai-sampai tubuh nya begitu loyo.

Namun emosinya memuncak saat melihat Habib menyuapi Salwa makan di luar ruangan, bukannya memikirkan bagaimana kesehatan anaknya, dia malah asik-asikan

menyuapi perempuan itu! Keterlaluan!

"Mas Habib! Keterlaluan sekali kamu!" Bentak Rumi kesal.

"Maksudmu?" Tanyanya.

"Begini caramu mengurus anak? Hah?!

Rizky sudah demam sejak pagi, dan kamu

baru membawanya ke rumah sakit saat

tengah malam? Kamu bahkan tidak akan

membawanya ke rumah sakit jika saja Mira

tidak memaksamu. Ayah macam apa

kamu?!" Emosi Rumi benar-benar sudah tak

tertahan.

Habib langsung menaruh makanan yang

sejak tadi dia pegang, dia berdiri dengan

tubuh yang jelas jauh lebih tinggi dariku Rumi danmenatap mata mya dengan pandangan

begitu dalam.

Rumi sama sekali tidak takut, dia hanya seorang lelaki dengan seribu kebohongan. Untuk apa di takuti?

"Jaga ucapanmu, Rumi. Mas sudah berusaha

jadi ayah yang baik untuk Rizky, tapi—"

"Tapi kamu terlalu sibuk berduaan dengan perempuan ini! Kenapa Mas? Sejak kamu

mencintai Salwa, sekarang kamu bisa selalai ini? Kenapa sih Mas? Kamu berubah, aku sama sekali tidak menyangka kenapa kamu bisa seperti ini. Padahal dulu, kamu adalah orang yang kuhormati, sifatmu yang selalu cinta anak-anak membuatku selalu kagum. Lalu ke mana sifat itu sekarang? Kamu bahkan terlambat menjemput Azka sampai dia harus pulang bersama Umar!" Habib tidak menjawab apa pun kecuali diam.

Seharusnya memang begitu, jika saja dia melakukan pembelaan diri mungkin itu adalah kebohongan kesekian yang dia lakukan.

Rumi mengelus dada, berusaha mengatur emosi agar tidak sampai meledak.

Salwa yang menyadari suaminya di sudutkan, lantas pasang badan yang mendorong Rumi agar menjauh dari Habib.

Tidak dengan dorongan yang kuat, hanya

saja dia membuat Rumi seperti istri siri Habib.

"Tolong Mbak, jangan salahkan mas Habib

terus, dia juga punya kehidupan sendiri yang harus di urus," ucapnya.

"Tidak usah membelanya, aku mohon! Aku

sama sekali tidak mau melibatkanmu, tapi

dia suamiku dan aku—"

"Dia juga suamiku Mbak! Aku istrinya, dan

aku berhak membela suamiku ketika di

salahkan perempuan lain," sela Salwa pada

ucapan Rumi yang belum selesai.

'Perempuan lain', dua kata yang membuat

jatung Rumi serasa berhenti berdetak!

Tertawa hambar, Rumi pun menundukkan

kepala.

Habib kelihatan merasa bersalah juga mendengar ucapan itu, dia sampai berusaha memegang lengan Rumi tapi segera di tepis kasar.

Rumi menatapnya, tatapan yang begitu meremehkan.

"Perempuan lain? Apa aku perempuan lain

di hidupmu, Mas? Kukira kita masih suami

istri." Senyum getir terbit begitu saja, seolah tak perlu surat ijin lagi.

"Rumi, bukan begitu. Salwa salah bicara,

jangan dengarkan dia."

"Mas, tolong jangan merendahkan harga

dirimu sendiri. Kamu laki-laki, seharusnya kamu tahu bagaimana caranya menempatkan dirimu." Salwa kembali bersuara.

Demi Allah, Rumi sudah tidak bisa menahan

diri lagi. Rasanya dia ingin teriak sekencang-kencangnya di depan wajah Salwa dan menegaskan bahwa seharusnya

Rumi yang bicara seperti itu pada Habib.

Dan perempuan lain itu, bukan Rumi!

"Baiklah, sepertinya Salwa ingin membuangku dari hidupmu, ya?"

"Apa? Bu—bukan begitu!"

"Lalu apa?! Sudahlah, Mas. Aku tidak tahan

lagi, lebih baik kalian pulang, biar aku yang

menjaga Rizky di sini."

"Jangan, Mas akan menemanimu. Kamu

tidak boleh sendirian, kamu—"

"Mas Habib! Pergilah! Aku sudah tidak

percaya lagi padamu, ayah yang tidak

becus menjaga anak sepertimu tidak

pantas mendapat anak." Habib terdiam untuk beberapa saat, sampai saat Salwa menarik lengannya, dia pun menepis dan mendekatkan diri pada Rumi.

"Kamu pikir kamu sudah menjadi ibu yang

baik? Cobalah bercermin, kamu bahkan

tidak mau pulang saat Rizky

membutuhkanmu, apa itu sudah menjadi

ibu yang baik? Kamu hanya mementingkan

egomu sendiri, kamu bahkan tidak

menghargai suamimu lagi."

Jleb!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel