Pingsan
"DAN MIMPI BURUK ITU DATANG, DI SAAT AKU SENDIRIAN! "
Mika adalah seorang pelajar SMA di ibukota Jakarta. Perempuan cantik itu terkenal friendly, tapi dia juga termasuk kedalam orang yang sangat penakut di antara teman satu kelasnya.
Pengecut memang... Tapi penakut adalah sikap yang di maklumi untuk para perempuan bukan? Kalau penakut adalah sifat yang melekat pada seorang laki-laki… Barulah mereka akan disebut pengecut.
Dunia ini memang kejam! Tapi hal itu sudah menjadi budaya dah hukum yang tidak tertulis.
Mungkin karena laki-laki nantinya akan menjadi seorang pemimpin.
Yah… untunglah Mika masih mempunyai enam sahabat yang selalu ada didekatnya, juga menerima dia apa adanya.
Walaupun mereka juga adalah kumpulan orang yang aneh, tapi mereka baik, dan setia kawan.
Setia untuk melakukan hal bersama-sama walaupun itu salah. Hahaha!
"Hm... Semoga aja hari ini, adalah hari keberuntungan buat gue!'' Mika memanjatkan do'a tidak formalnya saat dia berjalan menuju ruang kelas dipagi itu.
Mika terus saja mengucapkan do'a itu selama perjalanan karena konon katanya, bulan ini adalah bulan kehancuran bagi zodiak aquarius.
Walaupun sebenarnya Mika tidak percaya akan ramalan-ramalan bintang seperti itu. Tapi… Do'a itu hanya 'untuk berjaga-jaga.' pikirnya.
Mika mengakhiri langkah kakinya didepan kantin sekolah, dia belum sampai dikelasnya karena melihat seorang laki-laki yang tengah berdiri berbincang dengan pemilik kantin yang sibuk membuatkan sebuah minuman.
Mungkin pesanan laki-laki itu, "Alvaro!" Mika berteriak, memanggil laki-laki bernama Alvaro itu.
Alvaro, laki-laki yang merasa namanya dipanggil itupun langsung melirik ke arah sumber suara.
Dia menatap pada Mika yang melambaikan tangan dengan senyum diwajahnya.
"Eh, Mika! Ada apa?'' tanyanya dengan sangat santai.
"Sini!" Sambil mengayunkan tangannya, Mika menyuruh Alvaro untuk mendekat padanya.
Alvaro terlihat sedikit malas-malasan menghampiri perempuan itu, tapi dia tetap melangkahkan kakinya untuk menghampiri Mika yang berjarak cukup jauh dari tempatnya.
"Apa sih Mik?" tanya Alvaro dengan intonasi suara yang sedikit kesal, ya… Dirinya lumayan kesal karena Mika menyuruhnya mendekat.
Alih-alih dia berjalan untuk menghampiri dirinya. Yah… Perempuan, sifat mereka selalu seperti itu. Dan Alvaro memaklumi hal itu, lebih tepatnya berusaha memaklumi hal itu!
"Lo tahu nggak, di kelas ada siapa aja?" Alvaro tidak percaya atas pertanyaan yang ditanyakan oleh Mika padanya itu.
Dia menghela nafasnya dan menatap Mika yang tingginya tidak sampai pada tenggorokkannya, alias Mika hanya setinggi dadanya.
"Ya mana Gue tahu, Mik! Kan Gue sekarang ada didepan elo, bukan didalem kelas!" Alvaro menjawab dengan sedikit emosi, meski dirinya tidak benar-benar emosi.
Alvaro hanya merasa gemas saja pada teman perempuannya yang satu itu, yang hampir selalu membuatnya jengkel.
"Ga perlu emosi gitu dong! Gue kan cuma nanya!" Mika berteriak sebal, dia berbalik dan pergi meninggalkan Alvaro sambil menahan kekesalan yang dia rasakan pagi itu.
Alvaro yang di tinggalkan seperti itupun bertanya-tanya pada dirinya sendiri, 'Loh… Apa dia marah ya?'
Dia hanya terdiam menatapi Mika yang berjalan dengan kecepatan yang lumayan kencang untuk ukuran sebuah langkah santai menurutnya.
Tentu saja perempuan itu berjalan kencang, dia sedang merasa kesal.
Mika juga terlihat berjalan dengan menghentakkan kakinya kelantai dengan cukup keras.
Saat menatap Mika yang semakin menjauh, tiba-tiba Alvaro dikejutkan oleh sebuah tepukan di kedua pundaknya.
"Hei Al!" Alvaro tambah terkejut saat panggilan itu cukup kencang terdengar ditelinganya.
Saat ini, dua orang laki-laki tengah merangkul masing-masing bahunya.
"What's up brother?" Seorang laki-laki yang menggunakan topi dengan posisi miring itu bertanya pada Alvaro, dan Alvaro tidak menjawab pertanyaan itu. Dia tetap menatap Mika yang semakin menjauh.
"Kayaknya dia ada masalah... Ya kan?" Tebak seorang laki-laki yang berparas tenang dan tampan itu, laki-laki itu juga terlihat cukup manis saat dia tersenyum pada Alvaro dan seorang laki-laki lainnya.
"Memang ada!" Alvaro menjawab dengan ketus dan pergi begitu saja meninggalkan kedua temannya yang masih berdiri ditempat mereka itu.
Keduanya cukup terkejut dengan jawaban itu, dan saling menatap bingung.
"Kayaknya Alvaro ada masalah sama Mika lagi deh, Glen." Tutur laki-laki berparas ramah itu.
Tapi raut wajah itu sekarang sudah berubah menjadi dingin, seperti seorang pembunuh.
Dia menatap pada laki-laki yang dia panggil Glen itu dengan tajam, sampai laki-laki itu menghindari tatapannya karena takut.
"Mm... Entahlah." Timpalnya seraya mengangkat kedua bahu, dan berjalan meninggalkan laki-laki yang kini memiliki raut wajah seperti seorang pembunuh berdarah dingin.
Langkah Mika sudah sampai kedalam kelas, hanya membutuhkan waktu dua menit saja untuknya sampai disana.
Kalau biasanya dia menghabiskan waktu lima hingga tujuh menit. Tapi karena emosi yang dia rasakan, semuanya terasa begitu cepat.
"Hai, Mik!" Saat Mika sudah sampai kedalam kelasnya seorang gadis cantik, menyapa dengan riang padanya.
Seorang perempuan yang memakai pita pink di kepalanya, meski sebenarnya keberadaan pita itu tidak cocok dengan kepribadiannya.
But who care? Itu style dia, selama dia nyaman dengan hal itu, maka No body can judge her.
"Sintaaa!" Mika memanggil nama perempuan itu dengan manja sekaligus kesal, dan tidak dengan semangat yang menyertainya.
Sehingga perempuan berpita yang memiliki nama Sinta itu mengerenyitkan dahinya dan bertanya.
"Lu kenapa Mik?" tanyanya seraya menghampiri Mika yang sudah menaruh tasnya ke atas meja dan meletakkan kepalanya disana.
Berposisi seperti seorang yang hendak tidur dimanapun dia mau, bahkan hari itu masih sangat pagi untuk orang-orang kembali tidur.
"Ga tahu Sin! Kepala Gue sakit, dan badan Gue juga terasa lemes banget!" jawab Mika, menjelaskan kepada Sinta tentang apa yang saat ini tengah dia rasakan.
Dia terlihat seperti seorang pasien yang menjelaskan keluhan kesehatannya pada dokter pribadi.
"Lu...udah sarapan belum?" tanya Sinta memastikan hal itu, sebelum dia mendiagnosis.
Sarapan adalah hal yang selalu dilewatkan oleh temannya yang satu itu, karena beberapa alasan yang tidak masuk akal. Salah satunya adalah MALAS!
"Belum." jawab Mika dengan sangat singkat. Bahkan untuk menjawab pertanyaan saja dia enggan membuka mulutnya, sangking lemasnya semua tubuh Mika.
Sinta memutar kedua bola matanya jengah.
"Astagaaaaa... Lu tuh ya, Ihhh!" Sinta menggerutu sambil menjitak kepala Mika dengan pelan.
Dia kesal karena Mika selalu melewatkan sarapan, dan terkadang mengeluh padanya dipagi hari.
Membuatnya selalu mengkhawatirkan kondisi kesehatan temannya itu.
"Sini, Mik! Lu harus ikut gue!" Sinta berdiri dari duduknya dan menarik tangan Mika untuk ikut berdiri dan keluar dari kelas mereka.
"Kemana?" Dengan lemas, Mika bertanya pada Sinta.
Sebenarnya dia terlalu lelah untuk berdiri dan berjalan. Tapi kekuatan Sinta yang menariknya itu, membuat dirinya mau tidak mau, harus Mengikuti langkah perempuan berpita itu.
Karena kalau tidak, perempuan itu akan marah dan meledak-ledak seperti petasan pada Mika.
"Ke kantin! Lu harus sarapan dulu, Mik." jawab Sinta yang masih menarik tangan Mika untuk keluar dari kelas.
Langkah keduanya terhenti saat seorang laki-laki yang cukup tinggi menghalangi langkah mereka.
"Mik! Ta..." Sinta cukup terkejut saat Alvaro menghadang mereka, dia terlihat hendak berbicara dengan Mika dan menyapa pada Sinta yang ada di sana.
Sinta mengangkat sebelah alisnya, karena tidak biasa dipagi seperti ini Alvaro tergesa-gesa, bahkan menghalangi langkah mereka.
"Hai Al, ada apa?" tanya Sinta, dia penasaran kenapa laki-laki itu terlihat begitu ingin berbicara pada Mika.
Dia merasa bahwa Alvaro punya masalah dengan salah satu sahabatnya itu, karena memang mereka berdua tidak pernah untuk tidak bertengkar.
"Nggak Ta. Gue cuma mau bilang, maafin gue ya Mik. Gue nggak bermaksud..." Belum sempat Alvaro menyelesaikan perkataannya, Mika kehilangan kesadaran dan jatuh pingsan.
Untung saja Alvaro mempunyai refleks yang bagus, dan langsung menangkap tubuh Mika yang terhuyung kesamping.
Kalau tidak, mungkin saja kepala Mika akan membentur lantai dengan keras.
"Mika!" Alvaro dan Sinta secara bersamaan meneriaki nama perempuan yang tidak sadarkan diri itu.
Alvaro segera mengangkat Mika dan membawanya ke ruang UKS, sedangkan Sinta mengikuti langkah cepat Alvaro dari belakang.