

BAB. 3 Pesona pria tampan, Meragukan kemampuan Hera
Pagi harinya, terlihat Hera dengan memakai pakaian sporty turun dari bus tepatnya di kawasan Sudirman Jakarta pusat, ia pun melangkah dengan penuh percaya diri sambil menenteng ransel di punggungnya menuju salah satu gedung di pusat perkantoran itu.
Sesampainya di lobi ia pun menuju ke bagian resepsionis dan menanyakan kantor sekretariat berada di lantai berapa. Resepsionis menanyakan nama dan keperluannya, Hera menjawab semua yang ditanyakan resepsionis itu.
Hera masih berdiri menunggu resepsionis selesai bertelpon, tiba tiba dari arah luar gedung, terparkir mobil hitam nan elegan. Dari dalam mobil itu, keluar seorang pria tampan, tinggi dan berkharisma, dialah Sang CEO baru, semua orang terpana dibuatnya tak terkecuali Hera yang juga ikut terpesona dengan penampilan pria itu. Diam-diam ia mengagumi kegantengannya. Namun Hera kembali fokus kepada tujuannya ke kantor ini.
Saat King melewatinya, ia tidak menoleh sedikit pun ke arah King, sedangkan orang lain yang berada di ruangan itu semua mata mereka tertuju kepada King. "Mbak, halo mbak?" Hera memanggil Sang Resepsionis yang masih melongo melihat King lewat. "Oh.. iya, maaf mbak Hera, mbak ditunggu di ruangan sekretaris Wina, mari mbak, silakan saya antarkan mbak kesana," ujarnya.
Hera mengikuti si mbak resepsionis menuju lift, ia pun memencet tombol. Mereka sampai di lantai tujuan. Resepsionis itu menyuruh Hera menuju ruangan sekretaris Wina yang berada di sebelah kiri. Hera pun mengikuti petunjuk resepsionis itu, saat ini ia berada di depan ruangan sekretaris Wina.
Hera mulai mengetuk pintu ruangan itu dan terdengar kata "masuk," dari dalam. Ia melangkah menuju ke dalam ruangan itu. Di dalam ruangan ada pengawal Juyan dan sekretaris Wina. Mereka mempersilahkan Hera untuk duduk.
Pengawal Juyan mulai menjelaskan kepada Hera jika ruangan yang di interior adalah ruangan CEO. Hera membuka laptopnya dan memperlihatkan dengan jelas hasil interiornya. Hera juga kaget, jika ruangan yang ia akan interior ternyata milik CEO laki-laki. Hera pikir ia mendesain sebuah ruangan yang CEO nya adalah perempuan. Karena kesan interior ini lebih kearah girly.
Tiba-tiba perut Hera melilit dan ia pun pamit ke toilet yang berada di sisi belakang ruangan besar ini. Setelah keluar dari toilet. Hera hendak kembali ke ruangan tadi. Namun tiba-tiba ada yang memanggilnya. "Hei kamu..," Hera melirik ke arah orang yang memanggilnya dan alangkah terkejutnya ia, saat tau jika yang memanggilnya adalah si pria tampan yang tadi ia lihat di lobby.
Hera melirik ke kanan dan ke kiri memastikan siapa yang dipanggil oleh pria itu. "Iya.., kamu, kamu yang saya panggil!" Ujarnya tegas. "Sa..saya?" Ujar Hera kaget. "Iya kamu, apa ada orang lain disini? Tidak ada kan?" Seru King marah.
"Lo office girl kan? Bikinin gue kopi, buruan!.ngat, Semua harus pas, awas jika tidak, gue akan pecat lo!" Ujarnya semakin marah.
"Tapi saya..." Hera ingin menjawab tapi kata-kata intimidasi dari King membuat nyalinya menciut. Ia segera menuju ke pantry yang tadi ia lewati saat ke toilet dan membuat kopi untuk King. Saat selesai membuat kopi, kebetulan office girl yang biasa bekerja di kantor CEO kembali ke pantry, ia tadi disuruh oleh sekretaris Wina untuk membeli bubur ayam untuknya.
Hera menyerahkan kopi itu kepada office girl dan mengatakan jika pria yang paling tampan di gedung ini yang meminta dibikinin kopi. "Ia pikir saya office girl disini mbak," seru Hera. "Mungkin karena mbak memakai pakaian sporty gitu mbak," ujar Si Office Girl. "Bisa jadi juga," pikir Hera dalam hati.
Mereka pun berpisah di depan ruangan King. Hera melangkah dan kembali ke ruang sekretaris Wina. Sementara itu di ruangan CEO, office girl meletakkan kopi buatan Hera di atas meja atas perintah King. Sedangkan King tidak menoleh sedikitpun dan fokus kepada laporan-laporan yang ada di depannya.
Ia menyesap rasa kopi itu, sedikit demi sedikit, "kenapa rasa kopi ini seperti aku kenali?" Ia mencoba keluar dari ruangannya dan mencari keberadaan si pembuat kopi tadi, namun ia tidak menemukannya.
King kembali mengumpulkan memorinya, rasa kopi yang ia minum saat ini, sama seperti rasa kopi yang dulu sering Gladis buatkan untuknya. Ia penasaran dengan wanita tadi, namun King tidak terlalu mengenali wajahnya dikarenakan Hera yang memakai topi, sedangkan King tidak terlalu fokus melihat kearah gadis itu. Emosi King sempat terganggu namun ia mencoba untuk menenangkan dirinya kembali dan fokus dengan pekerjaannya.
Sementara itu Hera kembali berdiskusi dengan pengawal Juyan, ia memberitahukan hal-hal yang perlu di lengkapi untuk memulai mendesain ruangan CEO itu. Pengawal Juyan juga mengatakan jika besok bahan bahan yang digunakan sudah lengkap dan dipastikan pengerjaannya dimulai besok pagi.
Keesokan harinya, dengan menggunakan bus angkutan kota, Hera kembali melangkah menuju perusahaan Quality TBK. Ia langsung menuju ke lantai paling atas. Sesuai petunjuk pengawal Juyan sebelumnya, ada beberapa orang yang akan membantunya mendesain kantor milik King.
Semalaman ia bergadang untuk menuntaskan pembuatan desain apartemen mini yang berada dalam ruangan CEO itu, akhirnya pagi pukul empat dini hari ia selesai mengerjakannya dan langsung mengirim hasil desainnya itu ke email pengawal Juyan.
Jam makan siang pun tiba, Hera diajak oleh sekretaris Wina untuk makan siang bersama. Saat ini keduanya sedang menikmati mie ayam bakso yang sebelumnya dipesan oleh Wina melalui jasa pengantar makanan online. Namun tiba-tiba dari arah pintu terlihat pengawal Juyan yang akan memasuki ruangan Wina.
"Selamat siang, maaf mengganggu makan siang Anda berdua, tapi saya ada perlu sebentar dengan Anda, nona Hera." Hera seketika menghentikan makanannya, dan beranjak keluar dari ruangan Wina. Ia mengikuti langkah Juyan yang membawanya ke dalam sebuah ruangan.
Juyan menyuruhnya duduk. Hera pun duduk. Ia menayangkan hasil desain Hera di layar LED besar yang ada di ruangan itu, ia menatap ke arah Hera dengan penuh selidik. "Nona Hera dari mana Anda mengetahui jika tuan muda King, menyukai warna peach dan brown?" Ujarnya. Hera seketika bingung dengan perkataan Juyan. Ia pun menjelaskan jika King adalah CEO baru dari Quality TBK. Dan ruangan yang Hera desain saat ini adalah ruangan King.
"Pengawal Juyan, saya tidak tau jika tuan King menyukai kedua warna itu, hasil desain saya ini murni hasil pemikiran saya sendiri tanpa campur tangan dari pihak mana pun, jika memang tuan King tidak puas dengan hasil desain saya, anda bisa mencari orang lain untuk mendesain kantor beliau," seru Hera kesal karena semalaman dia bekerja keras, namun orang lain menuduhnya melakukan plagiat. Hera membuka laptopnya dan mengirimkan soft copy hasil desainnya itu ke email Juyan. "Tolong Anda cek email Anda nanti, saya permisi dulu".
Di ruangan lain King seketika geram dengan perkataan yang keluar dari mulut Hera, "sombong sekali wanita itu!." Diam-diam King melihat perdebatan Juyan dan Hera melalui cctv, namun ia tidak dapat melihat dengan jelas wajah Hera karena gadis itu membelakangi cctv.
Hera buru-buru keluar dari perusahaan Quality TBK, ia menuju taman yang ada di dekat situ dan mulai menangis. Hera menyadari susahnya mendapatkan kepercayaan orang lain terhadapnya.
Tanpa ia duga, ada orang lain di taman itu, ia adalah Fred, seorang manager muda yang bekerja disalah satu perusahaan yang berada di pusat perkantoran itu "Halo nona, kenapa Anda menangis?" Ujarnya lalu menyodorkan sapu tangannya kepada Hera. Hera seketika kaget dan mulai menyeka air matanya dengan jarinya. "Pakai ini," Fred menarik tangan Hera dan meletakkan sapu tangannya di telapak tangannya. Hera kembali menyeka air matanya memakai sapu tangan dari Fred.
Saya tidak akan bertanya kenapa kamu menangis, tetapi terkadang dengan mengeluarkan air mata perasaan kita lega. "Te..terima kasih pak," ujar Hera sopan dan mencoba mengembalikan sapu tangan itu kepada Fred. "Pakailah, Mungkin kamu masih memerlukannya," Hera hanya menunduk.
"Kenalkan, namaku Fred," ujarnya sambil mengulurkan tangannya ke arah Hera. Mereka pun saling berkenalan. Fred berkata jika ia bekerja disalah satu gedung perkantoran yang ada di wilayah ini.
"Oh ya, Hera, saya mau bertanya sesuatu kepadamu, apakah tampang saya ini kayak bapak-bapak ya?" Serunya sambil tersenyum. Yang menurut Hera senyum Fred sungguh menawan. "Ti..tidak pak, anda terlihat lebih muda," ujarnya polos. "Nah, Kamu sudah tau kan, kalau saya sama sekali tidak mirip bapak-bapak, jadi kamu berhenti memanggil saya bapak," seru Fred.
"Panggil saya, Fred." Ujarnya lagi. "Ba..baiklah kak Fred," Hera memilih memanggil seperti itu. Setelah berbincang lama, Mereka pun berpisah, Fred kembali bekerja sedangkan Hera memutuskan untuk pulang ke rumah.
