BAB 3
Baba 3
Happy reading
***
Krystal menelan ludah, ia masih menatap ke arah depan. Kini mereka saling menatap satu sama lain. Walau dari kejauhan, ia dapat melihat secara jelas bahwa dia memiliki rahang yang tegas, hidung mancung dan alis yang tebal. Lihatlah betapa tampannya pria yang sedang berdiri menatapnya di sana dari kejauhan.
Jantung Krystal seketika berdegup kencang, ia merasa bahwa ia sedang keergok mengintip. Beberapa detik menatap dari kejauhan, alam sadar Krystal berbunyi. Kini yang ia lakukan berdiri dalam keadaan naked dengan horden terbuka. Dengan cepat Krystal lalu menutup hordennya.
Harusnya tadi ia tidak ikut saran Grace untuk berpenampilan sexy, apalagi dalam keadaan horden terbuka. Sekarang justru dirinya sedang di tatap balik oleh pria di balik horden di samping rumahnya itu. Ia yakin pria di sana pasti seperti singa yang ingin langsung menerkamnya, detik ini menjadikannya santapan lezat.
Krystal dengan cepat ia masuk ke dalam kamar mandi mengambil handuk kimononya dan ia kenakan segera. Ia melangkah menuju wastafel mencuci wajahanya dengan facial wash.
“Oh, God,” desis Krystal, ia masih bersyukur kalau dia masih berpakaian underware, untung saja ia tidak sepenuhnya naked.
Tapi tetap saja, apa yang telah ia lakukan itu tujuannya untuk menarik perhatian pria. Penampilannya tadi terlihat seperti wanita mengundang pria itu untuk masuk ke kamarnya. Ia bisa membayangkan bagaimana tubuhnya tadi berjalan, tiduran di kursi malas dengan kaki terangkat sambil menelfon Ernest. Yang ia kenakan itu hanya berupa bra dan celana dalam berbahan tipis. Bisa-bisanya ia seperti wanita binal yang haus akan belaian laki-laki.
Krystal lalu keluar dari kamar mandi, ia mengambil handuk kecil mengeringkan wajahnya dengan handuk. Krystal mengambil ponselnya di meja. Ia mencari nomor Grace, Grace harus tahu apa yang telah ia alami. Ia mendengar suara sambungan di balik ponselnya. Beberapa detik kemudian ponselnya terangkat.
“Iya, halo, Krys,” ucap Grace yang baru keluar dari mobilnya.
“OMG, lo tau nggak!”
“Apa?” Tanya Grace bingung, ia melangkah masuk ke dalam rumahnya.
“Sumpah! Lo pasti nggak percaya. Tetangga gue nginpitin gue!” Ucap Krystal nyaris memekik.
“Serius!”
“Sumpah! Serius!”
“Terus-terus, “ ucap Grace semakin penasaran.
“Untung gue tadi nggak naked.”
“HAH! Jadi lo nggak pakek baju?”
“Enggak, gue cuma pakek bra dan celana dalam doang. Gue mikirnya tadi kan dia nggak ada di sana, yaudah gue buka horden gue. Gue nggak sadar, setelah selesai nelfon Ernest, gue baru sadar kalau jendela sebelah natap gue. Well, sekarang gue nggak tau harus bagaimana, gue bingung parah. Kayaknya dia tahu kalau selama ini gue ngintip dia.”
Grace hanya bisa tertawa geli, “Terus tampangnya gimana?” Tanya Grace penasaran.
“Not bad. Lumayan sih kalau dari jauh, Tapi nggak tau kalau dari deket,” ucap Krystal lagi.
“Kalau lo bilang lumayan, berarti kece dong.”
“Kayaknya sih.”
“Tapi feeling gue, kalau dia tau ya kalau gue ngintip dia selama ini.”
“Serius?”
“Kayaknya sih. Gue kurang yakin. Tapi kayaknya dia tahu gitu.”
“Emang berapa lama lo ngintipin dia?” Grace semakin penasaran.
“Sebulan gitu deh.”
“HAH! Selama itu?”
“Enggak sengaja, kan balik butik gue langsung ke rumah. Jam enam dan jam tuju dia pasti di sana. sedangkan gue di kamar kan jam-jam segitu,” ucap Krystal menceritakan.
“Kalau sekarang, lo ketemu dia gimana?”
“Nah itu. Gue gimana dong?” Krystal panik.
“Aksi neked lo tadi, kayaknya dia mulai mau terang-terangan gitu ngadepin lo, seolah lo nantangin buat neked bareng,” ucap Grace to the point.
“Ih, gila aja neked bareng.”
Grace lalu tertawa geli, ia bersandar di kursi, “Semoga aja dia nggak tau, kalau lo ngintipin dia udah lama.”
“Semoga aja deh.”
“Coba lo intip di jendela, masih ada dia nggak?”
“Ih, takut gua.”
“Intip doang, masih ada dia nggak.”
Krystal menelan ludah, ia mengintip ke arah jendela sebentar, ia tidak mendapati pria itu di sana. Krystal merasa lega pria itu tidak ada di sana.
“Enggak ada.”
“Syukurlah kalau gitu.”
Krystal merasa lega luar biasa, ia tidak mendapati pria itu disana. Beberapa detik berlalu ia mendengar suara ketukan dari balik pintu.
“Ada yang ngetuk pintu gua,” ucap Krystal memekik.
“Siapa?”
“Palingan bibi, siapa lagi. Tapi perasaan gua nggak enak, Grace.”
“Jangan-jangan tamunya tetangga lo itu.”
“Ah, masa sih. Nggak mungkin lah, kan nggak kenal.”
“Siapa tau kan dia nekad, karena udah liat lo naked.”
“Jangan nakut-nakutin gue dong.”
“Cepet, buka pintu lo sana,” ucap Grace.
Krystal lalu melangkahkan kakinya, ia membuka hendel pintu. Ia memandang bibi di depan daun pintu.
“Malam, non.”
“Iya, bi. Ada apa?”
“Ada, tamu nyariin, non.”
Alis Krystal terangkat, “Siapa?”
“Katanya dari pak Ray, tetangga sebelah. Mau ketemu non.”
“Ray?”
“Iya, non, tetangga sebelah katanya.”
Jantung Krystal seketika maraton hebat ketika mendengar nama pria bernama Ray yang merupakan tetangga sebelah. Sepanjang hidupnya ia sama sekali tidak pernah mengenal pria bernama Ray, mau itu teman dari primary school hingga study in Paris, ia sama sekali tidak pernah mengenal nama Ray. Satu-satunya pria bernama Ray itu adalah tetangganya. Jujur ia ingin pingsan sekarang juga, dari pada bertemu dengan pria yang menatapnya naked di jendela kamarnya. Sekarang pria itu kini malah justru menghampirinya.
“Mampus!” Umpat Krystal dalam hati.
Krystal menenangkan hatinya, “Kenapa nggak di usir aja bi tadi,” ucap Krystal pelan.
“Yah, nggak tahu, non. Soalnya non enggak ada konfirmasi ke bibi.”
“Haduh gimana, ya.”
“Apa, bibi bilang kalau non Krystal lagi tidur, ya?”
“Eh, jangan kasih alasan itu,” gumam Krystal, masalahnya tadi pria itu sudah tahu kalau mereka saling menatap, masa dalam waktu beberpaa menit ia tertidur, itu sama sekali tidak masuk akal.
“Oke, nanti aku ke bawah,” ucap Krystal lagi.
“Baik, non.”
Krystal menarik nafas, ia melihat bibi turun ke bawah. Ia menutup pintu kamarnya lagi.
“Krys, Krys lo denger gue nggak,” ucap Grace, ia mendengar percakapan bibi dan Krystal di balik ponselnya.
“Iya, denger.”
“Beneran tetangga lo datang?”
“Iya, serius dia datang. Haduh, gue gimana nih. Nekat banget tuh orang, langsung datang ke rumah gue.”
“Yaudah, lo hadapin aja.”
“Gue harus ngomong apa, kalau ngadapin dia, Grace!” Ucap Krystal panik, ia ingin sekali membenturkan kepalanya ke dinding.
“Yaudah, ngomong apa adanya.”
“Ada adanya gimana? Masa gue bilang, sorry, ya selama ini gue nggak sengaja ngintipin, lo. Gue nggak ada maksud apa-apa, kok. Gue ngomong gitu?”
“Eh, jangan gitu. Bilang aja kalau, lo nggak tau, lo nggak liat dia selama ini. Karena posisinya emang berhadapan dengan kamar lo. Lagian kenapa sih, dia sampe nyamperin lo?”
“Nah itu. Kayak nggak ada kerjaan aja. Biasa yang nggak terima itu kan gue ya, si cewek, karena dia udah liat gue naked. Lah ini gue yang di samper. Haduh, kok gue gelisah gini ya, Grace.”
“Lo ambil nafas, lo pokoknya tenang.”
Krystal menarik nafas, ia mengikuti intruksi Grace agar tenang, “Oke.”
Krystal lalu melangkah menuju lemari, ia meletakan ponselnya di meja, ia mengambil pakaian tidurnya berbahan satin itu dan lalu mengenakannya. Ia menatap penampilannya di cermin, ia mengambil lipstiknya berwarna nude dan ia oles pada bibirnya. Ia tidak menggunakan makeup, kecuali mengoles liptik. Kalau alis karena ia sudah menggunakan sulam alis sejak satu tahun yang lalu, jadi ia tidak perlu repot-repot melakukannya. Krystal menguatkan hatinya, ia lalu melangkah turun ke bawah menghampiri tetangga sebelah rumahnya. Seharusnya bibi sudah tidak menerima tamu, malam-malam seperti ini, karena sudah hampir jam sebelan malam.
Krystal melihat ke lantai bawah ia memandang bibi yang sedang duduk menonton TV. Ia lalu menuju pintu utama. Jantung Krystal tidak berhenti maraton, ia harus bisa menghadapi kenyataan. Akhirnya ia ketemu dengan pria yang sudah sebulan ia intip dibalik kamarnya. Perasaanya campur aduk, ia bingung akan berbuat apa, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.
Langkah Krystal terhenti, ia menatap seorang pria tepat di daun pintu. Seketika tatapan mereka bertemu, jantung Krystal seolah berhenti berdekat. Biasa pria itu yang ia lihat dari keca jendela kamarnya, memandang dari kejauhan. Sekarang pria itu tepat dihadapannya.
Apa yang ia lihat di balik jendela kamarnya di luar exspetasinya, realitanya pria itu jauh lebih tampan dari apa yang dibayangkannya. Rahangnya kokoh, sedikit ditumbuhi bulu halus, alis tebal, mata tajam. Tubuhnya tinggi dan tegap, ia yakin dibalik kaos hitam dan celana pendek Puma yang dikenakannya terdapat bentuk tubuh yang sempurna. Rambutnya sedikti berantakan, namun tidak mengurangi ketampanannya. Ia hanya bergeming.
“Siapa, ya?” Ucap Krystal pelan.
Bibir pria itu terangkat, namun tanpa senyum, “Saya, Ray tetangga sebelah kamu,” ucapnya lalu mengulurkan kepada gadis di hadapannya.
***