Bab 7 Apakah Ini Cinta?
Dua hari sudah berlalu sejak pertemuan Nisa dengan Aldy saat terciduk keluar kamar mandi masih mengenakan handuk. Kejadian tersebut sedikit banyak membuat Nisa dan Aldy merasa malu ketika bertemu tanpa sengaja. Bukan hanya Nisa, Aldy pun sering kedapatan senyum-senyum seperti orang gila jika melihat handuk. Entah apa yang dibayangkan olehnya, tentang handuknya atau isi dibalik handuknya. Keanehan itu membuat Nico risih dan gatal mulutnya.
"Al!"
" .... "
"Aldy!"
" .... "
"Buset, deh! Lo kesambet apaan jadi aneh begini. Sejak tadi gue dianggurin macam cireng layu. Mending kita ke dukun, yuk. Gue ada kenalan dukun hebat bisa sembuhin orang kesambet. Namanya Mbah Kucrit. Ayo buruan!" umpat Nico yang sejak tadi bicara, tapi diabaikan terus.
"Apaan sih lo!? Ganggu konsentrasi gue terus!" dengus Aldy kesal dan kembali fokus dengan dunianya.
"Konsentrasi apaan lo dari tadi? Orang cuma nyengar-nyengir gak jelas sama handuk juga!" celetuk Nico yang merinding melihat Aldy tersenyum sambil memegang handuk putih di tangannya.
"Brisik!" sungut Aldy tak ingin diganggu.
"Lah! Saraf bocah!" ujar Nico semakin kesal.
"Heh, Curut! Nyonya besar nyuruh lo cari cewek, bukan cari handuk bekas pakai orang buat dilihatin terus menerus. Sampai kiamat pun itu handuk tak akan bisa kasih anak buat lo!" seru Nico sambil berkacah pinggang. Namun, Aldy masih saja tak perduli dan merasa tak terganggu sedikit pun dengan suara Nico yang menggelegar mengisi kamar hotel.
"Oh, jangan bilang lo habis enyak-enyak sama handuk itu, ya. Sini gue lihat pada bolong gak?" ucap Nico menuduh dan langsung menyambar handuk di tangan Aldy untuk memeriksanya.
"Elah berisik banget sih lo jadi laki. Otak lo tak jauh dari isi semvak berenda!" gerutu Aldy kesal yang langsung menoyor kepala Nico, tapi tak digubris. Nico terus membolak balik handuk untuk mengeceknya dan berharap ada jejak yang ditinggalkan akibat rutinitas itu.
"Betewe, Nic. Kenapa hati gue deg-degan gitu, ya, setiap lihat handuk putih? Nafas gue ikut-ikutan sesak dan gue jadi geli sendiri," kata Aldy menatap Nico dengan tangan kiri menyentuh dadanya.
"Wah, bener-bener lo. Baru gue tinggal dua hari main sama Merry sudah gak waras. Segitu pendek otak lo gak dapet cewek, handuk lo kerjain juga. Yakali pintu lo perkosa juga, Al. Kalau pun main solo, lo pakai sabun dong dan cari yang bengkok. Nanti kita mandi bareng, deh, biar gue ajarin!" cerocos Nico ke mana-mana.
"Apaan, sih, lo makin tambah ngelantur! Gue masih waras dan doyan cewek tulen, anjir!" jawab Aldy tak terima dengan tuduhan Nico.
"Lah terus?" Aldy pun mengambil posisi duduk paling enak menurutnya karena akan bercerita panjang lebar ke sahabat mesumnya tersebut.
"Jadi begini ceritanya."
Aldy pun menceritakan dengan detail dari awal sampai akhir tentang pertemuannya dengan Nisa dua hari yang lalu. Maklum saja, saat itu memang tak ada Nico bersama Aldy karena sedang bersama Merry dan tak mengizinkan Nico untuk pergi. Kalau pun ada, mungkin akan lain ceritanya.
"Ooooooh, begitu! Ngomong dong dari awal!" timpal Nico beroh-ria.
"Lah, elo punya cocot gak hutang lagi main tuduh saja. Untung gue sayang!" sahut Aldy melirik malas.
"Najis!" jawab Nico bergidig ngeri.
Nico pun manggut-manggut dan senyum-senyum setelah tahu apa sebab Aldy menatap penuh senyum sebuah handuk putih di tangannya. Rupanya handuk itu membuat dia teringat kembali pada wanita yang terciduk masih mengenakan handuk keluar kamar mandi tempo hari. Pertemuan memalukan itu justru membuat benih-benih cinta sepertinya tumbuh di hati sang jones akut.
"You're fallin' in love with her at the first sight!" tutur Nico langsung menyimpulkan berdasarkan ilmu percintaan yang dia kuasai.
"Hah?" gumam Aldy dengan bodohnya.
"Ya. Lo jatuh cinta. Lo naksir sama itu cewek handukan!" terang Nico lagi.
"Seriously?" sahut Aldy tak percaya.
"Begitu menurut gue!" kata Nico lagi.
"Masa, sih?" ucap Aldy masih enggan percaya.
"Kalau gak naksir, buat apa lo sampai terbayang-bayang begitu. Lo merasakan hal sama gak saat bertemu Jessica atau cewek lain?" tutur Nico yang sudah duduk di kursi dekat jendela.
"Boro-boro. Yang ada gue muak lihat dia dan ingin tendang saja!" sahut Aldy yakin.
"Sip. Itu cinta, Bing!" jawab Nico meyakinkan. Aldy pun terdiam, tangan kanannya bergerak memegang dada bidangnya dan tepat di mana jantung dia berdegup kencang setiap kali membayangkan hal itu.
"Kayaknya gue mendadak serangan jantung tiap inget dia pakai handuk. Padahal gak melorot, Nic, tapi gue sudah begini. Coba kalau saat itu melorot terus gue lihat semuanya. Aahhh ... kenapa jadi mesum, sih!" ucap Aldy bingung sendiri dan mendadak mesum.
“Ternyata cewek model seperti dia yang membuat otak lo bisa mikir mesum. Pepet terus, jangan kasih kendor kalau belum dapat!" seru Nico memberi dukungan pada Aldy yang yakin sedang kasmaran.
"Sialan lo! Terus gue harus apa sekarang?" tanya Aldy polos yang tak paham cinta-cintaan.
"Pepetlah! Embat!" sahut Nico singkat.
"Caranya?" timpal Aldy meminta penjelasan lebih rinci.
“Bilang lo cinta sama dia sejak pertama lihat dia handukan, hahaha ...," jawab Nico asal dan terbahak.
"Lo gila, Nic. Gak kenal gak apa tahu-tahu main tembak. Iya kalau diterima, kalau enggak, gagal gue kasih calon mantu buat Mama yang sudah kebelet. Sedih banget gue baru pertama nembak langsung ditolak!" ujar Aldy mulai tak percaya diri.
"Kayak gitu saja sudah jiper lo, Al. Kalau cinta, ya, kejar terus, usaha ekstra jangan mudah menyerah. Tebalkan itu muka ganteng lo. Diterima atau ditolak, urusan belakangan yang penting sudah usaha. Jadi, kalau lo mati pun gak akan jadi hantu penasaran,"cerocos Nico memberi wejangan ala mantan playboy.
“Kalau sampai ditolak, gunakan kekuatan pelet Mbah Kucrit sebagai jurus terakhir. Dijamin ampuh!” sambung Nico dengan yakin.
“Edan lo percaya gituan!” timpal Aldy melirik kesal dan dibalas kekehan oleh Nico.
"Terus, dia masih di hotel atau sudah pindah?" sambung Nico memastikan.
"Gak tahu juga. Kemarin masih ada," jawab Aldy yang tak tahu pasti.
"Coba lo telephone ke hotel, dia menginap sampai kapan. Buruan!" kata Nico menyarankan dan disambut kilat oleh Aldy. Dengan gesit Aldy pun menelphone ke hotel menanyakan keberadaan Nisa. Tak berapa lama wajah ketar-ketir Aldy berubah senyuman dan sambungan pun ditutup.
"Gimana?" tanya Nico yang baru saja meneguk air dalam botol kemasan.
"Masih seminggu lagi dia di sana," sahut Aldy tersenyum.
"Sip. Ayo!" ajak Nico yang sudah berdiri dari duduknya.
"Ngapain?" tanya Aldy bingung. Nico hanya menunjukkan jajaran gigi putihnya.
CUT!
21 Desember 2020/09.29