Bab 2 Liburan Ke Bali
Udara pagi yang dingin kian menambah rasa malas pada makhluk bernama manusia untuk tetap tertidur lelap dan semakin menarik erat selimut untuk menutupi tubuh agar tetap terasa hangat. Terdengar suara sayup-sayup dan mengalun indah pertanda panggilan untuk jiwa-jiwa yang terlelap agar segera bangkit untuk menyembah dan bersyukur atas kebesaran-Nya. Bunyi kokok ayam entah jantan atau betina saling bersahutan menyambut sang surya yang perlahan naik di ufuk timur. Di sebuah kamar bernuansa ungu terang terbaring tenang dan perlahan sepasang mata mengerjap karena merasakan alunan terus terngiang di telinganya dengan jarak yang cukup dekat.
“Ayo goyang dumang. Biar hati senang. Pikiran pun tenang. Galau jadi hilang.”
Yap. Sepasang mata bernetra coklat terbuka lebar dengan sempurna akibat ulah suara Cita Citata yang konser tak kenal waktu. Perlahan tubuh itu bergeliat ke kiri dan ke kanan untuk meregangkan otot-otot yang terasa kaku. Tak lupa pula sepasang kaki yang terus menendang guling terus menerus hingga jatuh ke lantai.
'Hoammm'
Menutup mulut dan meletakkan ke dua telapak tangannya ke wajah seraya mengarahkan ke dua telunjuk ke sudut mata untuk membersihkan kotoran yang menumpuk. Dirasa sudah bersih, dia pun merapikan kembali tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi untuk melakukan ritualnya. Sekitar 30 menit, wanita yang tak lain adalah Nisa keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit sampai paha dan rambut basahnya dibalut handuk kecil, digulung ke atas, kemudian bergegas membuka lemari di sudut ruangan. Dia mengenakan pakaian bersih dan merentangkan sajadah untuk memulai curhat pagi dengan pemilik jiwa-Nya.
Perlahan tapi pasti, cahaya mentari yang mulai meninggi pun menerobos celah jendela yang masih tetutup. Terdengar dari luar rumah suara hiruk-pikuk orang-orang mulai berlalu lalang dengan urusannya masing-masing. Ada yang ke kantor, sekolah, pasar, beli nasi uduk, beli ketoprak, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan Nisa, gadis itu sedang asik duduk di teras depan rumah menikmati kopi hitam kesukaannya sambil memakan lontong sayur yang dia beli di depan sekolah tak jauh dari rumah, lontong Mbok Narsih.
'Tap tap tap'
Bunyi langkah kaki dari seorang wanita yang masih terlihat cantik walaupun telah menginjak usia 45 tahun terdengar semakin dekat dari dalam rumah.
"Nis, kok belum berangkat kerja, sudah jam segini? Nanti telat, loh!" tanya sang kakak, Linda Puspita Sari.
"Kantor aku sudah tutup, Kak. Lupa, ya?" sahut Nisa pelan.
"Oh, iya," Linda pun ikut duduk di kursi yang ada di sebelah Nisa.
"Terus kamu jadi mau liburan ke Bali selama sebulan, Dek?" tanya Linda lagi.
"Iya."
"Beneran sebulan?" tanya Linda penasaran.
"Kenapa memang, Kak?" balas Nisa memasukkan sesendok lontong ke mulutnya.
"Kelamaan, Dek, seminggu di sana saja pulang-pulang kulit kamu gosong sampai ke dalam. Bagaimana sebulan coba!" terang Linda sambil teringat kondisi Nisa yang hitam tak karuan pulang liburan seminggu di Bali tahun lalu.
"Hahaha, ya berarti aku gak bohong, Kak, kalau beneran ke Bali. Yakali aku tambah hitem pulang winter dari Korea. Secara aku berjemur ikutan bule gitu mirip ikan asin dijemur siang bolong. Ya gosonglah, tapi masih kelihatan cantik dong!" jawab Nisa dihadiahi cubitan di lengan oleh Linda.
"Nih anak kalau dibilangin sama orang tua, ya!" oceh Linda sedangkan yang diajak bicara hanya mesam-mesem tak jelas.
"Kapan berangkatnya?" lanjut Linda.
"Hmmm, besok sore, Kak!"
"Sendiri?" sambung Linda lagi.
"Berdua." Linda berkerut kening karena setahu dia Nisa akan berangkat sendiri ke Bali dan bertemu temannya di sana. Sedangkan sekarang dia bilang berdua, dengan siapa?
"Sama siapa?" ujar Linda bingung. Nisa pun menoleh aneh menatap kakaknya yang terus cuap-cuap.
"Berdua sama abang ojol, Kak. Dia yang anterin aku ke bandara," jelas Nisa dengan wajah sok benarnya.
"Oh, kirain Kakak sama siapa gitu, Dek. Minimal gebetan!" seru Linda berharap lebih. Nisa menghela nafas dalam dan membuangnya penuh beban.
"Aku jones, Kak. Sabar, ya!" Nisa pun mengelus punggung kakaknya.
"Kakak sudah sabar banget, Dek, ingin lihat kamu nikah. Bahkan sampai Mama meninggal, kamu masih saja betah jadi jones. Asal kamu tahu, Kakak masih belum lega lihat kamu masih sendiri begini. Dijodohin gak mau, cari sendiri belum juga dapat. Pokoknya pulang dari Bali kamu harus bawa calon. Titik!" pinta Linda dengan wajah serius menatap adiknya.
"Iya." Linda hanya geleng-geleng melihat kelakuan adiknya, perlahan tatapannnya berubah sedikit sedih.
Keheningan pun datang di antara sepasang kakak beradik itu. Mereka fokus dengan pikirannya masing-masing. Dalam hati Linda, semoga Nisa segera menemukan jodoh yang diimpikan. Namun, beda lagi dengan apa yang dipikirkan oleh Nisa.
"Seminggu di Bali saja gue sudah gosong, apalagi sebulan, ya."
****
Matahari yang terik perlahan turun di ufuk barat akan segera digantikan cahaya bulan. Di sebuah kediaman yang terletak di kawasan elit Jakarta Selatan, seorang pria tampan dengan celana jeans hitam robek di bagian lutut, kaos putih berbalut jaket hitam, topi hitam, dan sepatu putih berjalan keluar dari pintu utama menarik sebuah koper hitam menuju ke garasi mobil. Terlihat seorang sopir sedang menunggu dengan setia.
"Al, jangan lupa kabarin Mama kalau sudah sampai, loh!" pesan Maria pada Aldy.
"Iya, Ma!" sahutnya singkat.
"Jangan lupa cari jodoh di Bali, tapi jangan cewek bule, Papa tak setuju punya menantu rambut pirang!" ucap Adinata tegas.
"Kalau lokal rasa bule bagaimana, Pa?" sahut Aldy menatap Adinata.
"Rasa bule bagaimana maksudnya?" balas Adinata menatap bingung anaknya.
"Yakan Papa tahu, cewek sekarang banyak yang rambutnya diwarnai semisal Jessica gitu!" jelas Aldy sambil menaikkan alisnya. Jessica itu teman kuliah Nico yang mengejar cinta Aldy pantang menyerah.
"Gak ... gak, Papa tak suka. Cari yang cantik kayak Dian Sastro, mukanya enak dilihat dan keibuan, orangnya juga terlihat gak neko-neko!" timpal Adinata mengatakan kriterianya.
"Kok Papa semangat gitu, sih? Sebenarnya ini mau cari calon istri buat Aldy atau Papa mau tambah istri, sih?" jawab Maria sambil menatap Adinata dengan kesal. Sesaat kemudian Adinata langsung merangkul Maria karena menyadari sang pujaan hati marah karena cemburu. Ya, Adinata memang fans berat dengan Dian Sastro.
"Tuhkan, Soimah tersayang ngambek. Mamam, tuh, Pa. Dah, ah, Aldy berangkat nanti telat lagi. Assalamualaikum!" pungkas Aldy berpamitan pada kedua orang tuanya. Sebelum memasuki mobil, Aldy tak lupa mencium tangan ke dua orang tua dan melepas kepergiannya membawa harapan jika anaknya segera bertemu dengan jodohnya di Bali.
Pesawat landing di Bali sekitar jam 7 malam dan Aldy langsung bergegas menuju hotel agar dapat segera beristirahat. Dia menginap di sebuah hotel yang ada di daerah Ubud karena lokasinya di pegunungan dan sejuk. Sangat nyaman untuk beristirahat dengan pemandangan alam yang hijau, sehingga membuat pikiran lebih tenang. Sekitar jam 9, terdengar bunyi bel ditekan dan Aldy yang sedang memasukan pakaiannya ke lemari bergegas membuka pintu.
'Ding Dong'
Terdengar bunyi bel yang ditekan oleh seseorang dari luar terulang lagi.
'Ceklek'
"What's up my man?" Sesosok makhluk bernama laki-laki dengan wajah tampan seperti Johanes Bartle datang dengan membawa sesuatu di tangan kirinya mirip kurir warteg.
"Whatsapp gue belum dibuka sejak pesawat take off, Dul!" jawab Aldy yang langsung bergegas masuk berniat melanjutkan kegiatannya tadi dan disusul Nico yang terkekeh di belakang dan meletakkan bawaannya di meja, lalu duduk di kursi sambil bersilang kaki.
Nicholas Pomer adalah teman baik Aldy sejak SMA. Dia keturunan Indo-Australia, tapi menetap di Bali sejak 5 tahun lalu karena membuka Restoran di Bali. Sebenarnya, Aldy memiliki beberapa hotel mewah dan real estate di Bali, tapi untuk liburan kali ini dia sengaja menginap di hotel biasa yang digunakan oleh kalangan menengah ke bawah, dan itu bukan hal buruk baginya, karena dia sedang menikmati liburan ala kalangan biasa. Jadi, hotel yang dipilih pun bukan hotel bintang lima, tapi masih masuk jajaran hotel milik keluarganya.
"Bukalah whatsapp lo, jangan bilang gak punya kuota, deh!" decak Nico melirik malas Aldy.
"Enak saja lo klo ngomong, kuota gue masih ada 1 GB dan cukup buat bales chat Mama!" jawab Aldy sambil mendengus kesal.
"Idih najis, kelakuan orang kaya begini amat, njirr. Pantes saja lo cepet kaya ternyata pantat lo kuning, hahaha ...," guyon Nico yang langsung ditoyor Aldy kepalanya.
"Sialan lo, Nic!" maki Aldy kesal, tapi tiba-tiba Aldy menepuk jidatnya. "Shit! Gue lupa!"
"Lo kenapa, Al? Sakit? Semvak lo ketinggalan? Lupa bawa kondom? Kenapa?" tanya Nico penasaran dan tak sabaran.
"Otak lo, ya, Nic, mesum mulu. Gue lupa chat Soimah ngabarin kalau gue sudah sampai!" keluh Aldy yang langsung meraih handphone di nakas dan Nico pun ternganga bodoh mendengar jawaban Aldy.
"Bikin panik saja lo, gue kira apaan! Sekalian sampein salam kalo Ivan Gunawan kangen!" ledek Nico terkekeh.
Aldy pun segera menghubungi Soimah yang nyatanya adalah Maria. Nico yang sedang meminum sekaleng softdrink terkekeh mendengar suara Aldy yang terdengar seperti berbicara dengan kekasihnya. Ya ... begitulah, Aldy memang telah menjadi pria dewasa, tapi Maria sangat mudah khawatir jika Aldy tak mengabarinya. Malam ini, Nico akan ikut menginap bersama Aldy sebelum besok mereka akan pergi berkeliling menggunakan motor.
Di tempat lain, Nisa telah sampai di sebuah penginapan yang ada di Ubud. Penginapannya tidak terlalu mewah malah terkesan tradisional. Bangunannya sederhana dan tidak bertingkat, setiap kamar memiliki bangunan sendiri dan terpisah dengan yang lainnya serta dibatasi taman. Untuk kolam renang umum ada di ujung bangunan, di mana satu sisinya para pengunjung bisa melihat hamparan sawah hijau yang menyejukkan mata. Kebetulan sejak hotel itu dibuka, Nisa selalu menginap di sana setiap dia datang ke Bali.Berhubung waktu sudah menunjukkan jam 10 malam, Nisa tak berencana keluar karena merasa lelah dan langsung beristirahat setelah membersihkan diri agar besok lebih fresh untuk memulai liburannya yang panjang.
"Semoga besok bertemu cowok ganteng. Amin."
CUT!
21 Desember 2020/09.16