Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1 Calon Pengangguran

Waktu menunjukkan jam makan siang, dua orang wanita turun dari sebuah motor scoopy putih di sebuah parkiran ruko yang berjejer di daerah perkantoran wilayah Jakarta Timur. Wanita yang mengendarai motor mengenakan jeans hitam, atasan blazer hijau army, rambut coklat terurai panjang dengan high heels hitam. Tinggi tubuhnya sekitar 163 cm dengan tubuh langsing. Berbeda dengan wanita yang satunya karena lebih pendek dengan rambut pirang sebahu, celana jeans denim dengan blazer yang sama, dan tak lupa high heels. Mereka berjalan beriringan dengan santai sambil bersenda gurau dan sangat akrab. Sesaat kemudian, mereka sampai di sebuah warung makan, tepatnya penjual soto. Ya benar, inilah penjual soto langganan mereka sejak 4 tahun yang lalu.

“Bu, kayak biasa, ya!” ucap salah satu wanita itu.

“Ok, Neng.” Dua wanita itu pun masuk dan mencari tempat duduk paling nyaman. Sambil menunggu, mereka pun melanjutkan obrolan yang tertunda.

“Nis, seminggu lagi kantor kita tutup, nih! Lo sudah ada rencana apa?” tanya wanita berambut pendek.

“Belum tahu. Lo sudah ada rencana memang?” sahut Nisa cepat.

“Yang jelas gue harus cepet cari kerja, secara tagihan gue numpuk. Bahkan uang tunjangan yang gue dapet gak bisa menutup semua hutang. Lo tahukan hutang itu sudah ada sebelum gue nikah sama Johanes. Jadi, gue gak akan pernah minta uang ke dia,” jelas Indah panjang lebar dengan wajah lesu.

“Ditambah juga ....” Indah menggantung kalimatnya dan dibalas tatapan dengan dahi mengkerut oleh Nisa.

“Ditambah apa?” tanyanya penasaran.

“Yohanes gak mau bantu gue lunasi hutang-hutang itu!” jawab Indah dengan raut kecewa.

“Lah, bisa gitu laki lo. Memang kenapa?” ucap Nisa bingung.

“Ya itu tadi, dia bilang karena hutang itu sudah ada sebelum kita nikah. Jadi, dia mau gue yang harus tanggung jawab, tapi selebihnya dia tetap kasih uang ke gue, kecuali buat hutang itu!” jelas Indah panjang lebar.

“Hmmm, begitu rupanya. Lagipula gue juga bingung sama lo, kenapa hutang banyak banget ngalahin dosa, tapi gue gak lihat lo beli apaan gitu semisal emas atau apalah!” sahut Nisa yang nyatanya memang bingung kenapa Indah banyak hutang tak jelas.

“Tak tahulah, gue juga bingung!” jawab Indah yang makin lesu.

“Terus lo mau ngapain ke depannya, Nis? Jangan bilang mau kuliah lagi, deh!” seru Indah mencoba menebak jalan pikiran Nisa.

“Hmmmm, ngapain, ya? Paling di rumah saja dulu guling-guling di kasur,” jawabnya asal.

“Ah, elah. Gue tanya serius, oncom!” Indah menoyor kepala Nisa gemas dan dibalas kekehan.

“Belum ada rencana, In, yang jelas gue mau istirahat dulu. Capeklah selama ini kerja terus, tapi gak kaya-kaya juga, pengin nikah pun belum ada lawan. Paling gue mau liburan ke Bali selama sebulan, siapa tahu dapat jodoh bule, hehehe ...,” sahut Nisa asal.

“Amin!” Indah mengusap kedua telapak tangan ke wajah.

Mereka pun tertawa bersama dan makanan pun datang. Begitulah mereka berdua sehari-hari selama menjadi partner kerja dan selalu kompak. Inilah minggu terakhir bagi dua sahabat menghabiskan sisa waktu yang ada sebelum mereka berpisah jadi teman sekantor.

Apa yang terjadi dengan tempat mereka bekerja?

Kantor mereka di Jakarta tutup dan pindah ke Solo. Kenapa pindah ke Solo? Karena upah SDM di sana jauh lebih murah tentunya daripada wilayah Jabodetabek. Jadi, banyak perusahaan yang ada di Jakarta berbondong-bondong pindah, salah satunya tempat dua wanita ini bekerja. Namun, karena alasan jauh dan tidak ingin meninggalkan keluarga, maka mereka tidak bisa ikut dan pindah ke sana.

Berhubung seminggu lagi kantor tutup dan di kantor pun hanya menghabiskan waktu tidak jelas, sepulang dari kantor, Nisa, Indah, dan teman sekantor lainnya mengadakan makan malam bersama untuk bersenda gurau membicarakan rencana ke depan mereka. Di antara antusias mereka yang sudah sibuk mencari pekerjaan, hanya Nisa yang terlihat santai dan sibuk dengan benda segi empatnya karena sedang asik membaca berita online.

“Lo sudah masukin lamaran ke mana saja, Nis?” tanya Indra.

“Belum ke mana-mana, Pak, masih di sini saja, pengin ke toilet pun males banget gerak nih!” sahut Nisa tanpa mengalihkan pandangannya ke sumber suara.

“Si bege, kalau ditanya jawab yang bener, bangor!” omel Indra karena jawaban Nisa yang tak serius.

“Si Nisa mah santai Indra, selain masih single, dia pun gak ada beban juga, ditambah memang gak punya pikiran. Namanya juga bocah dableg, emangnya kita?” jawab Tati yang sudah yakin jawaban dari Nisa pasti asal.

“Lah, enak banget, njir. Gue juga pengin jadi single saja kalau gitu!” sahut Weda dan ditoyor oleh Indra. Secara mereka sudah berkeluarga dan memiliki dua orang anak.

“Serius lo, Nis?” tanya Indra lagi.

“Iya-in aja biar fast!” jawab Nisa sambil memasukkan handphone ke salah satu kantung di blazernya.

“Yang benar jawabnya kalau ditanya sama yang tua bocah!” sahut Indra gemas.

“Hehehehe, iya, Pak. Gue belum ada rencana apa-apa mau istirahat dulu di rumah, kalau ada kesempatan mungkin kerja lagi, maunya nikah biar ada yang kasih duit, tapi gak ada calonnya,” jawab Nisa sedikit panjang sambil membenarkan posisi duduknya.

“Lah, cowok yang kemaren lo ceritain gimana, Dek? bukannya ngajakin nikah?” tanya Tati menimpali.

“Percuma ngajakin nikah, tapi selingkuh,” jawabnya singkat dengan muka datar.

“Yakin dia benar selingkuh?” tanya Weda dan dibales anggukan oleh Nisa.

“Selama jalan sama gue, ternyata dia balikan lagi sama mantannya yang di Surabaya dan sering enaena juga karena dari dulu mereka pacarannya sering begitu. Gue nyerah. Gue gak mau nikah sama cowok model gitu!” papar Nisa dengan raut wajah kesal.

“Buset, PK juga cowok lo, Nis!” ujar Indra kemudian tertawa.

“Terus yang dijodohin itu?” tanya Tati.

“Gue tolak, Kak. Selain gue gak cinta, dia adalah mantan suami teman sekolah SD, mereka nikah cuma dua bulan, terus cerai, dan sekarang dikasih ke gue, malaslah!” sahut Nisa cepat.

“Buset, dah, nikah cuma dua bulan langsung cerai, pasti ada apa-apanya itu. Gak benar itu!” decak Indra geleng kepala.

“Jangan mau, Nis, kayak gak ada yang lain saja lo. Daripada sama tuh cowok, mending sama gue. Seru jadi second wife, hahaha ...,” sambut Weda dan dapat pukulan dari Indra juga Tati.

“Sabar saja, Nis, nanti juga jodoh datang kalau sudah waktunya,” sahut Indah menenangkan sambil mengelus punggungnya.

“Iya, gue sabar kok menunggu, walaupun sudah dilalatin begini. Mungkin memang salah gue juga,” balas Nisa tertunduk sedih.

“Salah lo gimana?” tanya Rini penasaran.

“Ya salah gue, Mbak, kasih alamat palsu ke jodoh gue makanya gak sampe-sampe, eaaaa....” Nisa pun langsung dihadiahi toyoran oleh yang lain.

Acara kumpul-kumpul diwarnai gelak tawa seolah tanpa beban. Mereka membahas macam-macam topik untuk mencoba saling menghibur menghilangkan beban hidup yang berat, tapi harus tetap dihadapi, walaupun terasa pahit. Percayalah, Tuhan tak akan memberi cobaan kepada umat-Nya melebihi kemampuannya.

****

Di sisi lain, seorang pria sedang duduk santai di balkon kamarnya ditemani segelas kopi panas yang masih mengepulkan aroma wangi yang mampu membuat rileks dan menjadi teman setia saat gerimis turun membasahi bumi menyeruakkan aroma khas tanah yang tersiram air hujan. Pria bertubuh tegap dengan otot yang mempesona bertebaran di bagian tubuhnya membuat penampilan dia selalu memukau. Jangan ragukan tentang wajahnya, pasti kalian tahu bagaimana wajah tampannya menurun dari kedua orang tua yang tak gagal telah menghadirkan sosok rupawan ini. Namanya Grinaldy Adinata Kusuma. Anak dari pasangan Adinata Kusuma dan Maria Renata, pasangan Billionair terkaya di Indonesia yang memiliki banyak sumber mata uang mulai dari usaha properti, elektronik serta real estate besar di Bali dan Jakarta. Keluarga ini pun memiliki saham di salah satu bank terbesar di Indonesia dan pemegang saham di Royal Inc, yaitu perusahaan perangkat keras dan lunak gim yang bermarkas di Amerika. Sebagai anak tunggal di keluarganya, sudah tentu Grinaldy akan menjadi satu-satunya pewaris tunggal dari rentetan kekayaan yang dimiliki orang tuanya. Biasanya, dengan wajah mumpuni dan bergelimang harta akan banyak wanita cantik dan sexy datang berbondong-bondong tak diundang sekedar mencoba peruntungannya untuk mendapatkan hati sang pewaris. Wanita mana yang tidak mau memiliki pasangan tampan dengan segudang pundi-pundi yang tak akan habis dua belas turunan jika belum kiamat. Biasanya, perilaku para billionair muda baik single atau tidak, sangat erat kaitannya dengan wanita dan dunia malam karena biasanya di sanalah mereka mencari kesenangan untuk melepas penatnya. Semua akan mudah jika dengan uang. Tapi bagaimana dengan Grinaldy?

‘Tok tok tok’

Bunyi ketukan pintu membuyarkan lamunan Grinaldy. Tak lama berselang, sesosok wanita paruh baya cantik yang seolah tak lekat oleh waktu perlahan menghampirinya.

“Sedang apa jagoan Mama?” ucap wanita yang tak lain adalah Maria.

“Biasalah, Ma, sedang lihat hujan!” sahutnya pelan menoleh pada Maria.

“Kenapa memang hujannya?” Sang Mama ikut cingak-cinguk melihat ke luar balkon.

“Ya gitu, deh, masih saja turunnya keroyokan kayak orang tawuran!” jawab sekenanya seraya menoleh dan terkekeh melihat wajah sang ibu yang melongo.

“Kamu, tuh, kebiasaan, Mama tanya serius malah dijawab guyonan!” decak Maria sambil memukul lengan Aldy.

“Terus Mama ngapain ke sini?” tanya Aldy lagi.

“Ini anak bener-benar, deh, gak suka banget Mama ke sini. Mama ke sini mau kasih tahu kalau makan malam sudah siap. Ayo buru turun! Papa sudah tunggu di bawah,” terang Maria yang berdiri di hadapan Aldy.

“Oh, kirain ada apa. Yuk kita makan yuk! Sudah jangan ngambek kayak ayam perawan saja gayanya!” seru Aldy dan bangkit dari kursi dengan senyum menyebalkan menatap sang ibu yang jengkel. Aldy pun bergegas turun meninggalkan Maria yang geleng-geleng kepala melihat kelakuan putra satu-satunya sambil bergumam kecil.

“Umur sudah 35 tahun, tapi masih saja begitu!” gerutunya pelan.

Dalam hati Maria, dia berharap semoga anaknya sudah tergolong tua segera menemukan tambatan hati di usianya yang sudah matang untuk segera menikah.

CUT!

21 Desember 2020/09.14

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel