Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 7

BAB 7

HAPPY READING

***

Ester kembali ke rumah, ia menatap Niko masih berada di kamarnya, pria itu sedang duduk menunggunya. Mereka saling menatap satu sama lain. Ester mengalihkan pandangannya ke tempat tidur saprai sudah di ganti oleh bi Asih. Dan di sana ada Jelita yang sedang tertidur pulas. Pakaian Jelita sudah di ganti dengan pakaian tidurnya, mungkin bibi yang menggantikannya.

“Sudah selesai?” Tanya Niko.

Ester mengangguk, “Iya, udah.”

“Tanggapan orang tua Jelita bagaimana?”

“Enggak apa-apa dan beliau ijinin.”

“Syukurlah kalau begitu, berarti nggak perlu dikhawatirkan kan?”

“Iya.”

Akhirnya permasalahan yang menghantuinya kini sedikit lebih tenang, namun yang menjadi permasalahannya itu adalah mas Arya. Ester merasa tidak enak, ketika Niko berada di kamarnya. Ia perlu mandi dan istirahat. Sepertinya ia perlu tidur di samping Jelita.

Ester melihat Niko beranjak dari duduknya, melangkah mendekatinya. Pria itu memandangnya, namun ia merasa semakin tidak enak jika diperhatikan seperti itu. Ester mendongakan wajahnya menatap Niko yang berada di hadapannya.

“Aku mau istirahat,” ucap Ester, ia memberitahu agar Niko sadar kalau ia perlu privasi untuk sendiri.

“Kamu sudah mau tidur?”

Ester mengangguk, “Iya.”

“Enggak ngobrol dulu?”

“Ngobrol apa?” Tanya Ester lagi.

“Banyak hal. Aku juga mau kenal kamu.”

Alis Ester terangkat, ia menatap Niko, terlihat keseriusan dari tatapannya, ia menarik nafas beberapa detik,

“Ok,” ucap Ester, tidak ada salahnya ngobrol, agar pikiran negatifnya terhadap Niko hilang begitu saja, ya solusinya mereka memang harus ngobrol bersama.

“Di balkon saja.”

Ester dan Niko keluar dari kamar, mereka menuju tangga atas, dan lalu memilih duduk di balkon sambil menikmati view kolam dan taman belakang. Balkonnya sangat nyaman, tanaman-tanaman hias itu menyegarkan.

Ester duduk di sofa, ia menyandarkan punggungnya di kursi sambil menikmati angin malam yang menerpa wajahnya. Angin agak sedikit lebih kencang, mungkin sebentar lagi mau hujan, ia juga tidak melihat bintang di langit.

“Mau hujan nggak sih?” Tanya Ester melirik Niko yang berada di sampingnya.

“Iya, sepertinya begitu,” Niko membenarkan ucapan Ester, hawa yang dingin, langit tanpa bintang dan semilir angin, menandakan akan turun hujan.

Mereka duduk bersama di balkon, Ester melirik Niko berada di sampingnya, kemeja yang dikenakannya sudah tergulung hingga siku, hingga ketampanannya bertambah. Ia tidak tahu maksud Niko untuk ngobrol bersamanya itu seperti apa.

“Kamu pernah pacaran sebelumnya?” Tanya Niko membuka topik pembicaraan.

“Pernah, dua tahun yang lalu. Tapi udah putus.”

“Sekarang nggak lagi dekat sama cowok lain?” Tanya Niko lagi.

“Enggak. Aku terakhir pacaran dua tahun lalu.”

“Lama juga.”

“Lumayan.”

“Pantasan.”

Ester mengerutkan dahi, ia memandang Niko, “Pantasan maksud kamu?”

Niko menyungging senyum, ia memandang Ester cukup serius, ia merogoh sesuatu di saku celananya,

“Aku ketemu ini di kamar kamu, nggak sengaja di bawah bantal kamu,” ucap Niko, ia memperlihatkan benda kecil berbentuk oval, bentuknya mini sedikit lonjong, ia tahu bahwa ini merupakan alat bantu getar.

Ester menutup mulutnya, dan matanya terbelalak kaget, “What? Kamu !”

Ester dengan cepat ingin mengambil alat itu dari tangan Niko, namun Niko mengelak dan seketika Niko tertawa.

“Seberapa sering kamu pakai alat ini.”

“Itu bukan urusan kamu!”

Niko menyungging senyum, “Alasan memiliki alat ini cuma satu, untuk memuaskan diri sendiri, apalagi status single. Right?”

“Oh God,” Ester benar-benar frustasi.

“Terus apa salahnya?” Ester jengah.

“Enggak ada salahnya. It’s normal, dan kamu wanita dewasa.”

“Ketika mebersihkan saprai, aku bantu bibi mengeluarkan menemukan benda ini di bawah sarung bantal kamu. Dan bibi tanya ini apa? Aku jawab gantungan kunci,” ucap Niko.

“Jadi kamu ajak aku ke sini, cuma ngasih tau, kalau kamu nemuin benda itu di kamar aku?”

Niko mengangguk, “Iya.”

“Buang-buang waktu tau nggak sih!” Ucap Ester kesal, karena alat itu masih berada di tangan Niko, pria itu tersenyum penuh arti.

“Why?” Tanya Niko, ia ingin tahu kenapa Ester menggunakannya.

“Why what?”

“Harusnya benda seperti ini di simpan baik-baik, tidak lucu kan kalau sampai orang lain tahu kalau kamu beli ini. Bagi aku sih lazim, apalagi kamu belum nikah, status single. Entah bagaimana menurut salah satu keluarga kamu berumur 20 tahun ke bawah menemukan benda ini ada di kamar kamu.”

Ester menarik nafas, “Kirain mau ngomong apaan, taunya ngomongin ini!” Dengus Ester, ia lalu dengan cepat mengambil alat kecil itu dari tangan Niko.

Namun justru Niko menangkap pergelangan tangan Ester, ini merupakan pertama kalinya mereka saling bersentuhan. Ester menelan ludah, ketika tangan hangat Niko menggenggam tangannya. Niko menatap iris mata bening Ester dari jarak dekat, ia merasakan aroma vanilla yang manis dari tubuh Ester.

Niko tahu bahwa alat ini bisa membuat seorang wanita cepat basah dan menggelinjang. Karena getarannya tinggi di dalam miss v, dan bisa diukur kecepatannya. Ukurannya kecil, mini dan mudah dibawa ke mana-mana. Buat apa beli seperti ini? Tentu saja untuk kepuasan, karena menggunakan tangan lebih cepat lelah menurutnya.

“Kamu mau?”

“Mau apa?” Tanya Ester.

“Mau aku puasi?”

Ester memberontak ia berusaha melepaskan tangan Niko dari pergelangan tangannya, namun justru kedua pergelangan tangannya dicekal oleh Niko. Mereka sama-sama terdiam karena posisi mereka sangat dekat, hembusan nafas mereka itu terasa di permukaan wajahnya. Mereka saling memandang satu sama lain. Suasana seketika hening, waktu seakan berhenti berputar.

Ester melihat tangannya masih digenggam erat oleh Niko, harusnya ia memiliki banyak cara untuk melepaaskan diri, ia bisa menendang Niko dengan kakinya, agar pria itu menjauh dari tubuhnya. Namun tidak ia lakukan, karena ia yakin ia akan kalah. Ia tahu tenaganya, tidak cukup kuat untuk melawan Niko.

Ester memberanikan diri menatap iris mata Niko. Ia tidak tahu, kenapa Niko melakukan ini kepadanya, mereka sama-sama dewasa seharusnya tidak melakukan ini, hanya karena alat getar itu, seakan perlu dihakimi. Padahal itu sudah tidak lazim lagi, di e-commerce banyak sekali dijual bebas. Siapa saja bisa membelinya.

Ia menggunakan itu saat libidonya sedang naik saja, ketika nafsunya tidak terbendung lagi menjelang mensturasi. Rasanya tetap enak, tapi ketika mencapai puncak perlu gerakan yang lebih kuat, tetap saja butuh seseorang.

“Mau aku puasin?” Tanya Niko sekali lagi.

“No, kamu pikir aku cewek apaan!”

Niko menyungging senyum, “Kamu wanita normal seperti pada umumnya, dan aku tidak merasa aneh kamu memiliki benda ini. Dan aku bisa puasin kamu, kalau kamu mau.”

“Gila ya kamu!”

Niko tersenyum penuh arti, ia melepaskan tangannya dan menarik pinggang Ester merapat ke tubuhnya. Kini tubuh mereka saling menempel satu sama lain hingga tidak ada jarak lagi di antara mereka. Ester berusaha melepaskan pelukan itu, namun pelukan Niko jauh lebih kuat darinya.

“Lepasin nggak.”

“No.”

“Lepasin, atau aku teriak, biar semuanya bangun.”

“Kalau teriak aku cium.”

“What? Sinting!”

Niko tertawa, hingga Ester merasakan getaran pada tubuhnya, “Who are you?” Tanya Ester.

Bibir Niko terangkat namun tanpa senyum, “Anak teman orang tua kamu,” ucap Niko sekenanya.

“No, aku nggak percaya. Sebanyak-banyak anak teman mama dan papa di Jakarta maupun di luar negri, nggak ada satu orang pun yang diijinkan tinggal di rumah ini kecuali kamu. Mama dan papa nggak mungkin memberikan ini semua untuk kamu, kecuali ada niat terselubung. Apalagi kamu seorang pria, itu sama sekali tidak masuk akal, membiarkan anak perempuannya dengan pria seperti kamu,” ucap Ester.

“Kamu mau tau?”

“Iya?”

“Sebenarnya kita dijodohkan.”

Alis Ester terangkat, mereka terdiam beberapa detik, ia melihat ekspresi wajah Niko yang datar, “Serius?”

Niko menyungging senyum, “Bercanda.”

“Oh God, untung saja bercanda,” ucap Ester mengelus dadanya, “Becanda kamu nggak lucu, kirain beneran!”

Niko tertawa, ia semakin mengetatkan pelukannya, jemarinya merasakan kulit mulus Ester, karena Ester mengenakan pakaian terbuka di bagian belakang.

“Kamu nggak suka kalau kita dijodohkan?” Tanya Niko.

“Aku menolak percodohan apapun itu namanya,” ucap Ester, ia tidak memberontak lagi, karena ia merasakan ketenangan saat dipeluk oleh Niko.

“Kalau kamu?”

“Di umur segini, lebih baik dijodohkan saja.”

“Emang kita di jodohkan?” Tanya Ester menyelidiki.

“Enggak.”

“Ngarep banget kamu mau dijodohin.”

“Kalau jodohnya oke, kenapa nggak.”

“Really?”

Niko mengalihkan pandangannya ke bibir Ester, bibir penuh itu sejak tadi menggodanya. Ia merasakan angin berhembus menerpa wajah mereka. Suasana semakin hening, karena mereka terdiam beberapa detik. Perlahan Niko melonggarkan pelukannya, jemarinya mengelus punggung terbuka Ester.

Detik selanjutnya, tubuhnya bereaksi positif, jemari Niko menyentuh bibirnya, itu membuat Ester merinding. Ester menggeliat, ia mencoba menjauhkan diri dari tubuh Niko, namun Niko menahannya.

“Mau apa lagi?”

“Boleh aku cium kamu?”

“HAH!”

“Aku mau cium kamu,” ucap Niko lagi.

“Oh, no!”

Niko menarik pinggang Ester merapat lagi ke tubuhnya.

Ester melihat ke arah langit mungkin dalam hitungan detik akan hujan, ia melihat beberapa tetes air hujan jatuh dari langit. Ia memperhitungkan antara jarak pintu dan balkon, karena pintu itu lah ia bisa lolos dari hadapan Niko

Ummmppphh, semua udara di tubunya tiba-tiba hilang. Ia bisa merasakan dan mencium nafas Niko beraroma seperti cengkeh. Bibirnya tiba-tiba di serang seperti ini, justru membuat libidonya naik. Sebetulnya ini tidak pernah terjadi pada dirinnya seumur hidup dicium secara paksa. Tubuhnya menjadi kaku dan saluran pernafasannya menjadi tersumbat karena terlalu kaget.

Niko dengan sangaja menggunakan kedua tangannya memeluk tubuhnya, ia merasakan tangan Niko menangkup wajahnya, agar pria itu dapat menciumnya dengan leluasa. Niko kembali menciumnya secara ganas dan tergesa-gesa, hingga mereka sama-sama kehabisan nafas.

Sementara tubuhnya tidak mengikuti pikirannya ia sudah terbawa suasana, bibir mereka saling berpangutan. Ia memejamkan mata, karena bibirnya di serang oleh Niko. Tangan Niko memaksa dirinya untuk mengangkat wajah agar dia bisa punya akses lebih menciumnya lebih dalam.

“Nik …” ucap Ester, baru saja ia akan melepaskan ciuman itu dalam satu detik, ia mencoba meyakinkan diri agar tetap waras, dan detik selanjutnya pandangannya kabur, karena justru dimanfaatkan Niko menelusup lidahnya ke dalam mulut. Padahal ia ingin protes, namun menggunakan kesempatan untuk menyerangnya lebih ganas.

Ester tidak bisa berpikir jernih, ia terlena dengan ciuman Niko. Ia menarik nafas, beberapa detik kemudian ia membalas lumatan-lumatan Niko. Ia mengimbangi kecupan itu, lalu mengalungkan tangannya di leher Niko.

“Oh Jesus,” bisik Niko di sela-sela ciuaman mereka, hingga terdengar decapan-decapan pada bibir mereka berdua.

Alam sadaranya tahu, ia meraba tubuh Niko secara perlahan, ia tidak menyangka kalau tubuh Niko setegap ini. Ia justru menarik kemejanya mendekati tubuhnya. Bibir mereka saling berpangutan satu sama lain, tangan Niko menyentuh tubuh Ester. Perlahan Niko memijat dada Ester, ia memijat secara lembut dan pelan.

“Ahhh,” desah Ester tubuhnya memberikan reaksi positif atas tindakan Niko. Pada detik ini, ia menyadari kalau tangan Niko menelusup ke dada Ester. Kedua tangannya meremas tanpa melepaskan kecupannya.

Sementara Ester menyisir jari-jari pada rambut Niko, ia merasakan rambut Niko, aromanya sangat segar. Ia menarik nafas dalam-dalam, dan melepaskan kecupannya. Niko mendaratkan bibirnya ke leher Ester, dan tangan kirinya masuk ke dalam dress, menyentuh paha secara lembut, lalu berusaha menarik g-stringnya namun terhalang oleh kaki Ester yang sengaja dirapatkan oleh sipemilik tubuh, karena ia berusaha menutupnya secara rapat. Namun Niko tidak menghalangi niatnya, ia menyentuh miss v Ester secara lembut.

Niko lalu melumat bibir Ester lagi, ia mencium bibir itu secara mengebu-ngebu. Sementara tangan Niko sudah berhasil memijat miss v, ia menelusup masuk, jemari Niko menusuk miss v nya dengan nakal. Ester hilang kendali, ia bersandar di sofa, ia membiarkan jemari Niko membelainya.

Gairah pun kini terjadi, kemauan itu terjadi begitu saja, arousal rangsangan tercipta, ketika jemari Niko menyentuh klitorisnya. Ester mendesah, ia semakin gila dan tersesat. Niko memijat dinding miss v, ia merasakan bagian inti sudah basah. Niko lalu memasukan dua jarinya ke dalam miss v. Dengan gerakan atas sedikit maju mundur, dengan tempo cepat.

Niko memandang reaksi Ester, wanita itu melenguh tidak beraturan, hingga meraung menahan nikmat. Ia mencondongkan wajahnya dan menjilati putting payudara yang menyembul dari balik dress. Ester mendesah dan merintih, menahan nikmat, ketika tempo jari Niko semakin cepat.

Ester membuka matanya, ia memandang Niko berada di hadapannya. Seharusnya ia menendang pria itu hingga terjengkal, karena sudah berani menyentuhnya.

“Stop,” ucap Ester, ia memohon kepada Niko agar menghentikan aksinya.

Niko menyungging senyum, justru jarinya masih bergerak tempo cepat. Ester kembali melenguh, mendesah tidak beraturan, ia benar-benar hilang kendali. Jemari Ester memompa dengan cepat dan kuat. Beberapa menit kemudian tubuh Ester menegang lalu bergetar, ia merasakan kalau Ester hampir kelimaks. Ia mengeluarkkan jarinya dan ia menggosokan empat jari ke klitoris dengan tempo cepat.

Ester sudah tidak tahan lagi ia berasa ingin pipis, namun gerakan Niko semakin cepat dan ia hampir ingin meledak. Beberapa detik kemudian eforia keluar dari tubuh, lalu cairan squirt keluar klitoris. Ester mengatur nafasnya yang sulit di atur, ia merasakan puas luar biasa, karena ini merupakan pertama kalinya ia mencapai klimaks. Ester memandang Niko berada di hadapannya. Ia melihat senyum kepuasan diperlihatkan pada pria itu.

“Aku lebih tau cara memuaskan kamu dari pada alat kamu ini,” bisik Niko.

Ester lalu beranjak dari duduknya, “Kamu!”

Tiba-tiba hujan turun dengan deras Ester dan Niko mengalihkan pandangannya ke arah langit. Hawa dingin menerpa mereka, hujan kali ini diiringi dengan angin dan kilat. Ester bergegas masuk ke dalam, ia menetralkan nafas. Ia menutup mulutnya dengan tangan, apa yang telah ia lakukan dengan Niko di balkon. Mereka sudah make out di sana, ia tidak bisa membayangkan kalau menghabiskan waktunya di rumah ini ia bersama Niko, karena dia sudah berhasil membuat dirinya mencapai klimaks. Niko pasti mengira kalau ia sangat liar.

“Dasar sinting!” Jerit Ester dalam hati.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel