Penyerangan
"Aku akan mengirimkan sekelompok pasukan pendekar sekte hitam untuk ke kota selama dua Minggu, kalian tenang saja desa akan aman bersamaku," ucap seorang pendekar muda bernama Johan, yang merupakan putra tunggal dari raja Jordanes pemilih sekte hitam.
"Baiklah jika kamu bisa mengendalikan semuanya, ayah akan pergi ke kota untuk beberapa waktu untuk mengawal pasukan ini. Tolong jaga diri baik-baik disini, aku akan segera kembali!" Ucap sang ayah menasehati putranya.
Pada malam yang sunyi, hanya tersisa Johan dan beberapa pengawal di kerajaannya. Lemparan senjata bola api menembus dinding kerajaan begitu banyak. Johan bergegas keluar untuk melihat keadaan disana, namun rupanya para pengawal kerajaan justru sudah melakukan pertarungan bersama pasukan berjubah merah itu di aula utama.
"Hey, siapa kalian? Berani sekali membuat ulah di kerajaanku tengah malam!"
Seorang pemuda bertubuh kekar melemparkan bola api dari belakang tubuhnya nyaris mengenai mata Johan, beruntungnya dengan sigap melakukan penghindaran sehingga aksi tersebut tidak bisa mengenainya.
Pertarungan semakin memanas, menghajar para pasukan anggota dari kerajaan tersebut. Merupakan kesempatan bagi penyerang sebab tidak ada banyak pendekar di kerajaan ini sehingga membuat Johan merasa kuwalahan dengan aksi sekelompok ini. Dengan kekuatan yang masih minim, ia berusaha untuk mempertahankan diri dari serangan bersenjata yang semakin brutal.
Sementara di luar area kerajaan, para masyarakat tengah berbondong-bondong berlari keluar dengan penuh ketakutan karena banyaknya sekelompok bersentaja yang mengusik ketenangan mereka semua dengan melemparkan bola api berbahaya. Johan mengetahuinya setelah sekelompok masyarakat datang ke kerajaannya untuk meminta pertolongan, tetapi karena keributan juga tidak kalah ricuh di kerajaan membuat warga itu mundur sendirinya.
"Menyingkirlah!"
"Tolong jangan hancurkan desa kami tuan!"
Teriakan, tangisan, jeritan terdengar begitu kencang memenuhi tempat tersebut. Keadaan begitu kacau malam ini, banyak anak kecil yang dibawa oleh sekelompok tersebut untuk dijadikan sebagai tumbal.
"Raja tolong kami raja..!!"
"Bawa seluruh anak lelaki ini!" Perintah mereka.
"Jangan bawa putraku! Tuan aku mohon jangan lakukan itu...!!" Teriakan para ibu yang melihat anaknya dibawa oleh pasukan berjubah merah ini.
"Lepaskan dia! Jangan bawa anak-anak yang tidak berdosa ini!" Pinta Johan kepada pasukan itu. Namun sayangnya gertakan itu tidak mereka hiraukan sehingga para pasukan tetap membawa putra mereka.
Keadaan semakin kacau, banyak darah berceceran di tempat itu, banyak pula yang kehilngan putranya maupun nyawanya karena pertarungan hebat ini. Hingga sampai pukul tiga pagi keributan masih terjadi, Johan sebagai seorang raja kini tidak mampu mengendalikan keadaan, bahkan dirinya saja nyaris tewas di tangan sekelompok bara api ini.
"Tolong lepaskan aku paman! Aku ingin kembali bersama ayah dan ibu aku mohon!"pinta anak kecil lelaki berusia sepuluh tahun yang berada di pelukan seorang pemuda tepat di tengah hutan perbatasan desa dengan hutan terlarang.
"Diam! Atau kau mau mati di tanganku!" Ancamnya begitu mebakutkan.
Bugh.
"Awaaaa..!! Jangan lari..!!"
"Siapa kau? Kembalikan dia!" Pintanya tegas.
Pemuda yang menghadang pasukan itu adalah Edward seorang keturunan tabib hebat di desa. Keberadaannya yang tersembunyi dan jarang terlihat membuat namanya tidak terkenal. Apalagi di dunia persilatan, ia tidak di kenal sebab di anggap sebagai rakyat biasa yang hanya bisa melakukan pengobatan tradisional kuno tanpa bisa mengelola energi pada ilmu seni bela diri.
"Dasar pengecut! Kalian menculik anak kecil yang tidak berdosa hanya untuk dijadikan budak? Lebih hina diriku yang tidak mengenal ilmu bela diri daripada memiliki kekuatan hebat tetapi hasil dari penculikan!" Sindirnya begitu pedas.
Seketika ucapan itu membuat pemuda itu mengerutkan keningnya. "Apa maksudmu? Kau menghinaku? Memangnya seberapa hebat dirimu sehingga berani menghinaku?" Tanyanya.
Edward tersenyum sengit sembari menyilangkan kedua tangannya sombong.
"Aku tidak pernah mengatakan bahwa diriku hebat, bahkan aku tidak mengenal apa itu seni bela diri,"
"Ck! Omong kosong! Kita bertarung sekarang!"
Shit..
Sring..
Edward melakukan perlawanan terhadap pemuda itu hanya dengan memanfaatkan kemampuan seni bela diri tradisional, meskipun tanpa mengenal seni bela diri tetapi Edward dapat melakukan pertarungan ini dengan sesuai dengan yang di ajarkan oleh sang kakek guru Egar.
Sepuluh anak lelaki berhasil ia selamatkan dari sekelompok pasukan bola api ini. Pertengkaran pun berakhir ketika pemuda itu sudah mulai kehabisan kekuataannya setelah lama melakukan serangan. Mereka pergi dengan meninggalkan dendam yang membara di dalam hatinya.
Para anggota masyarakat tengah mengerumuni Johan berterima kasih atas perjuangannya dalam melindungi desa. Tidak ada satu orang pun yang memandang keberadaan Edward di tempat itu, tetapi hal itu tidak ia permasalahkan sama sekali.
"Terima kasih raja, berkat bantuan raja kini berhasil berkumpul dengan putra kami,"
"Ya benar, raja memang layak untuk di sanjung sebab perjuangan raja dalam melindungi desa ini begitu luar biasa," ucap pemuda itu menyembah Edward seakan dewa penyelamat mereka.
Edward tersenyum sumringah mendengar banyaknya pujian dari masyarakat yang begitu menjunjungnya tinggi.
"Sudah menjadi kewajibanku untuk menjaga dan melindungi desa ini dari serangan musuh. Kalian jangan khawatir, selamanya desa ini akan aman bersamaku!" Ucapnya meyakinkan.
Terdengar suara pujian di dari masyarakat setempat. Hingga menyadari akan kehadiran sosok pemuda yang tidak diinginkan itu membuat Edward tersenyum puas, beliau menghampiri Edward sembari tersenyum mengejek.
"Lihatlah pemuda sampah, mereka semua memujiku seakan hanya akulah yang hebat di desa ini," ucapnya berpuas hati.
"Sejak awal aku tidak pernah gila akan pujian seperti dirimu. Jadi aku tidak peduli keberadaanku jika tidak di anggap oleh mereka," sahutnya dengan santai.
Edward tersenyum sinis kearahnya. "Ternyata kau sombong juga. Tetapi apa yang dapat kau banggakan? Bela diri tidak bisa, kedudukanmu disini hanyalah rakyat jelata yang buta akan ilmu seni bela diri. Hidup hanya berpegang ilmu kekuatan kuno saja mampu membuatmu bertahan berapa lama? Sedangkan semua orang tidak menginginkan keberadaanmu disini,"
"Aku hidup dengan versiku sendiri, tidak harus di terima masyarakat dan tidak harus mendapatkan pujian dari siapapun. Percuma memiliki kehebatan tetapi tidak digunakan dengan baik, berbangga diri di balik kehebatan orang lain tidak membuatku merasa tersaingi Edward," sindirnya begitu halus namun menusuk hati.
Edward seketika mengepalkan kedua tangannya geram dengan aksi pemuda di hadapannya yang seakan menghinanya itu. Tidak dapat di pungkiri memang selama ini ayahnya dan seluruh pasukan pendekarnya yang terkenal hebat, tetapi dirinya memanfaatkan nama baik itu untuk popularitasnya saja. Tetapi karena dia merupakan putra raja hebat maka banyak pula masyarakat yang menyeganinya karena nama ayahnya bukan kehebatannya.
"Lihat saja pemuda sampah, cepat atau lambat aku pasti akan mengusirmu dari desa ini!"
"Lakukan saja jika bisa!" Ancamnya.
Bersambung...