Kereta kencana
Suasana malam yang sunyi, terasa sangat dingin. Angin berhembus pelan menyentuh kulit halus Cici yang masih terlelap. Hening, bahkan sangat berbeda dari malam-malam biasanya.
"Criiing.... criiing.... criiing...!!"
Mendengar suara aneh dari kejauhan yang semakin lama semakin mendekat di kediamannya, Cici yang masih menutup mata namun merasakan sesuatu keanehan, merasa dingin di sekujur tubuh, tidak berani membuka mata.
"Criiing...!!!"
Suara itu datang lagi, semakin mendekat, seperti telah ada di depan jendela kamarnya. Sungguh sangat menganggu istirahat malamnya. Namun Cici enggan membangunkan Akmal yang masih terlelap.
"Suara apaan?"
Perlahan Cici turun dari ranjang, merasa penasaran dengan suara aneh di tengah malam yang semakin mencekam.
Perlahan membuka jendela, mata yang masih menyipit segera terbelalak. Bibirnya terkunci rapat, karena secara nyata dia melihat wanita cantik, dengan cahaya merah menyala, duduk di kereta, tersenyum dihadapannya.
Cici mematung, wajahnya memucat, bahkan tidak pernah melihat sosok seperti itu seumur hidupnya. Bagaimana mungkin dikota yang selama ini dirinya merasa aman, tiba-tiba melihat sosok yang selalu ada didunia film muncul dihadapannya.
Wanita cantik, menggunakan kemben merah menyala, dengan selendang tipis menutup dada. Selayaknya, sosok wanita sangat cantik turun dari kerajaan.
Tangannya melambai kearah Cici, yang diam membisu.
Betapa takjubnya dia melihat sosok aneh yang sangat nyata. Cukup lama dia melihat wanita cantik itu, namun hanya mampu bicara dalam hati.
"Siapa kamu? Ada apa kamu membawa kereta kencana itu kerumah ku?"
Cici masih enggan menutup matanya, karena itu adalah indera yang masih bisa berfungsi saat ini.
Lebih dari 20 menit, wanita itu hanya melambai tanpa berucap, Cici masih berdiri didepan jendela.
"Hihihi...." Saat wanita itu mengeluarkan tawanya yang terdengar sangat melengking dan memekakkan gendang telinganya, seluruh tubuh Cici bergetar.
"Khik... khik... khik....!!!"
Cici menutup telinganya, dengan kedua telapak tangan, semakin ketakutan, berusaha berteriak, namun tak mampu untuk mengeluarkan suara.
"A-a-a-b-b-bi...!"
Cici hanya bisa mengeluarkan abjad untuk membangunkan Akmal yang masih terlelap.
Tangan itu menyentuh pundak Cici, yang masih menutup mata dengan gorden jendela semakin terbuka lebar.
"Aaaagh....!"
Cici terlonjak kaget, saat tangan itu menyentuh bahunya.
"Ami...!"
Akmal menjadi kaget melihat istrinya pucat bahkan sangat ketakutan menoleh kearahnya.
"I-i-i-itu, Bi...!"
Cici menunjuk kearah luar jendela yang masih terbuka lebar, meminta Akmal untuk melihat kearah luar jendela.
"Apa...?"
Akmal mencondongkan badannya kearah jendela, mencari apa yang dimaksud Cici istrinya.
Cici membuka mata pelan, berlindung dibelakang punggung Akmal, yang berdiri dihadapannya, "Ta-ta-tadi... Ami melihat wanita disini, Abi...!"
Akmal menaikkan kedua alisnya, "Wanita? Wanita dari mana? Hantu? Hantu apa? Ami dari tadi Abi lihat hanya berdiri aja, kayak ketakutan gitu. Ini baru jam dua parak siang Ami. Sudah tidur sana, masih malam udah aneh-aneh saja."
Akmal menutup gorden jendela, membawa istrinya untuk kembali keranjang peraduan mereka.
Cici meraih gelas yang berada dinakas, sementara Akmal berlalu meninggalkan istrinya menuju kamar mandi.
Wajahnya masih terlihat ketakutan, membayangkan wanita yang melambai kepadanya.
"Apa maksudnya yah? Aku khawatir. Ya Tuhan... semoga ini hanya mimpi."
Cici meneguk air mineral yang berada dalam genggaman, sementara matanya melihat kearah Akmal yang sudah kembali dari kamar mandi.
"Abi jam berapa berangkat?"
"Hmm, habis sholat subuh. Ami jadi ikut?"
"Enggak usah, Abi aja. Lagian itu kan acara kantor, Ami disini saja sama Mira."
Akmal yang semakin mendekat kearah istrinya, mengusap lembut punggung Cici, agar kembali beristirahat, tanpa memikirkan hal-hal yang aneh.
Cici wanita cantik berprofesi sebagai dosen pengganti disalah satu universitas negeri dikota yang terkenal dengan kekayaan minyaknya. Telah empat tahun membina rumah tangga dengan Akmal, bekerja disebuah Bank swasta dikota yang sama. Keluarga kecil yang memiliki seorang putri berusia tiga tahun bernama Mira.
.
Cici mempersiapkan semua kebutuhan Akmal, setelah melakukan sholat subuh, beberapa helai baju kemeja hitam, dan celana bahan hitam, merupakan salah satu tanda namun tidak disadari oleh pasangan suami istri ini.
Wanita cantik yang menjadi penari disalah satu pusat kesenian itu juga mempersiapkan beberapa makanan kecil untuk sang suami.
"Abi hati-hati, yah? Jangan lupa mampir ke makam Apak."
Akmal mendekati Cici, "Kamu kenapa sih? Dari tadi malam aneh-aneh aja. Ini acara kantor, enggak mungkin Abi mampir sana sini."
Cici mengangguk mengerti, "Jangan nakal!"
Akmal tertawa mencium punggung indah istrinya yang masih mengenakan daster tipis tanpa lengan.
"Belum mandi, bau...!"
Akmal sengaja menggoda Cici, yang sedikit risih karena merasa aneh dengan kemesraan sang suami.
"Abi... iighs, geli tahu. Sana, bangunin Mira dulu, nanti dia nyariin Abi-nya. Ami mau mandi."
Cici bergegas masuk kekamar mandi untuk membersihkan diri, untuk mengantarkan Akmal ke kantornya, sebagai titik kumpul keberangkatan menuju Sumatera Barat.
Semenjak kejadian malam tadi, perasaan Cici semakin tidak tenang, kegalauan hatinya semakin terasa.
Siapa wanita itu? Apa maksudnya dia mendatangi ku? Apa itu hanya mimpi? Atau memang kenyataan?
Cici masih enggan untuk menjelaskan pada Akmal, karena sudah sangat memahami bagaimana suaminya tidak percaya dengan hal-hal seperti itu.
Cici keluar dari kamar mandi, melihat Akmal yang telah membawa putri kecil mereka didalam kamar yang penuh kehangatan keluarga tersebut sambil menggelitik buah hati dengan tawa bahagia.
"Ha-ha-ha... Abi geli..!"
Mira tertawa lepas saat Akmal benar-benar mencium perut tipis putrinya dengan penuh kasih sayang.
Cici melihat jam dinding yang berdetak, jarum pendek menunjukkan pukul 05.30 waktu setempat, "Bi, kita jalan sekarang? Karena Abi kan berangkat jam 06.00? Kita lumayan jauh!"
Akmal menarik tangan Cici, memeluk mesra tubuh istri yang sangat dia cintai, "Jaga Mira ya, Mi, jangan sering pulang sore, kasihan. Masak dititipkan sama Oneng mulu."
Cici mengusap lembut wajah Akmal lembut, mengangguk mengerti, "Abi pentingnya hati-hati, titik!"
Akmal mendekap erat tanpa menjawab, memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan yang dirasakannya sangat berbeda, "Abi sayang sama Ami."
Cici tersenyum tipis, "Kenapa Abi jadi aneh dari tadi malam? Tadi malam genit, minta jatah, romantis. Sekarang bilang sayang. Ini hanya perjalanan dinas biasa, kenapa dia memberi salam seakan-akan gak akan bertemu selamanya!"
Akmal justru tertawa mendengar celotehan istrinya, "Emang ada tampang mau kawin lagi? Satu aja enggak habis-habis, bagaimana dua? Tapi boleh deh kalau dikasih izin!"
Cici mendengus kesal, mencubit perut sispack suaminya dengan manja.
"Aaaagh, sakit!"
Akmal mendekati wajah cantik istrinya, mencium bibir Cici dengan lembut, kembali berbisik, "Titip Mira."
Cici tersentak, mendengar ucapan suaminya, hatinya semakin merasa tidak nyaman.
Bagaimana mungkin Akmal yang selalu cuek dengan dirinya, kini sangat perhatian dan semakin mesra dengannya.
"Semua perubahan suamiku sangat aneh hari ini. Apa akan terjadi sesuatu?"
Cici mengecup lembut pipi Akmal, bergegas meninggalkan kediaman mereka, segera mengantarkan Akmal.