Bab 2 Wajah Baru
Bab 2 Wajah Baru
“Apakah ini kenyataan?” Keke masih shock dengan email yang baru saja ia terima. Pesan singkat tersebut berhasil mengganggu keseimbangan Keke. Kini ia masih terbaring diatas kasur. Sambil menutup kedua matanya dengan punggung tangan kanannya, ia mengingat-ingat isi email tersebut. Setelah itu, sesuatu yang aneh terjadi padanya.
Awalnya gadis tersebut senyum-senyum sendiri lalu ia tiba-tiba merubah posisinya yang awalnya berbaring menjadi duduk bersila diatas kasur. Kemudian tertawa, yang awalnya pelan lama-lama menjadi agak keras. Ternyata gadis itu benar-benar menjadi sedikit tidak waras. Yaa bagaimana tidak? Isi emailnya saja seperti ini;
“To : Miss Keke
Congratulation Miss Keke! We received the comic script, So please come to Dearlova’s office this weekend, to make a contract. Thank you.”
Dearlova’s Asistant Director”
“Ya ampuun! Ya tuhan! Thank’s God!” ucapnya syukur berkali-kali dari mulut dan hatinya. Keke benar-benar tidak menyangka bahwa komiknya akan diterima apalagi oleh salah satu perusahaan penerbit terkenal di London. Padahal waktu ia masih di kampung halamannya, tidak ada satu penerbit pun yang menerima naskah komiknya. Keke benar-benar sangat bersyukur dan senang, ‘akhirnya ia dapat menghasilkan sendiri dan menjadi mandiri’ begitulah kira-kira yang Keke pikirkan.
Namun sebelum itu, ada yang muncul di kepalanya “Kantor Dearlova itu di mana ya?” Keke pun mencoba mencari informasi tentang lokasi kantor Dearlova tersebut. Beberapa saat setelah mencoba searching lokasi di google, ia pun menyadari sesuatu, “Hmm begitu rupanya...,”ucapnya sambil mengangguk-anggukkan kepala, “...ternyata aku, sama sekali tidak paham jika berkaitan dengan jalaaann!!” sambungnya dengan sedikit teriak.
“Aa bagaimana ini?” pikir Keke. “Nama jalannya memang tertulis disini, tapi gambar map ini, aku tak bisa membacanya!!” gumam Keke yang mulai khawatir. Ia pun berpikir bagaimana caranya agar bisa sampai ke tempat itu. “Aku harus bertanya!” ucapnya mantap. Namun, Keke melupakan sesuatu yang penting. “Oo iya, Memangnya kepada siapa aku harus bertanya? Aku tidak punya teman kuliah di kampus, Aku juga tidak punya kenalan di London, yang aku punya sekarang hanyalah diriku sendiri, jadi aku hanya punya satu pilihan....” Keke mulai bingung. Ia bingung bukan berarti ia akan menyerah. Ia bingung hanya karena ia belum sepenuhnya paham, jadi saat ini, Keke sedang mencoba memahami apa yang saat ini belum ia mengerti.
Ditengah perjuangan Keke yang sedang berpikir keras, bel kamarnya berbunyi. Ada seseorang yang datang. Keke mulai beranjak dari kasurnya dan pergi ke arah pintu. Ia buka kunci pintunya, dan membukanya dengan perlahan. Keke membuka pintu hanya sebatas kepalanya. “Iya, siapa ya?” ucap Keke sambil memunculkan kepalanya dari balik pintu.
“It’s me, Leo,” balas Leo dengan memiringkan kepalanya searah dengan Keke. Seketika mata Keke berbinar. “Oo iya ya! Kenapa aku lupa kalau ada satu pilihan lagi...,” gumamnya dalam hati. Ia pun membuka pintu kamarnya agak lebar hingga seluruh badannya terlihat.
“Sorry Ke, boleh aku menanyakan sesu-” belum selesai Leo dengan kalimatnya, Keke langsung masuk menerobos. “Leo!” ucap Keke dengan nada agak tinggi. Sontak Leo pun menjadi kaget sekaligus bingung. “Y-yeah?” ucap Leo tergagap dengan menatap Keke.
“Aku sangat butuh bantuanmu, could you help me?” ucap Keke memohon dengan menempelkan kedua telapak tangannya di depan wajahnya. “Hah?,” ucap Leo yang kaget karena diminta mendadak.
Tak ambil pusing dengan reaksi singkat Leo, Keke pun meneruskan kalimatnya. “Kamu besok pagi ada janji nggak?” tanya Keke. Leo yang ditanya pun menjawab seadanya. “Hmm No, I think, Karena kuliah besok jadwalnya siang, Why?” gantian Leo bertanya.
Mendengar jawaban dari Leo membuat semangat Keke yang tadi tinggal tiga puluh persen naik hingga sembilan puluh persen. “Ahh...! Syukurlah, kalau begitu, Could you take me to Dearlova’s office, please?” pinta Keke pada Leo.
Leo terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Keke. “Dea-Dearlova?” gumam Leo dalam hati. Untuk mencegah kecurigaan Keke, Leo menyetel ulang raut ekspresinya agar tidak terlalu terlihat takut. Leo pun memikirkan sesuatu agar bisa menolak permintaan Keke, tentunya dengan lembut.
“Jadi bagaimana, Leo?” Keke kembali bertanya. “Oh maaf Keke, aku baru ingat bahwa besok pagi adalah shift kerjaku, I’m so sorry,” ucap Leo dengan menahan sesak di dada. Seketika semangat dalam mata Keke memudar. “Seharusnya aku tidak terlalu berharap...,” gumam Keke dalam hati. Leo merasa tidak enak pada Keke. Ia pun membuka suara.
“Keke! Boleh aku minta no-nomor kontakmu?,” pinta Leo dengan melihat ke arah lain. Keke yang awalnya termenung karena jawaban tadi, mulai mengarahkan pandangannya pada Leo yang tiba-tiba meminta nomor kontaknya.
“Apa kamu baru saja menanyakan nomor kontakku?” tanya Keke pula memastikan. Pertanyaan Keke pun dijawab dengan anggukan dari Leo. “Lalu? Kenapa malah melihat ke arah lain? I’m here, right?” ucap Keke dengan polosnya. Leo yang ditanya begitu pun kehilangan akal. Ia tak tahu harus menjawab apa karena ini pertama kalinya ia meminta kontak seorang gadis. Tentu saja hal itu, “Sangat memalukaaann!” Pikirnya.
“A-aku tak sengaja melihat sesuatu yang bercahaya tadi. Apa tadi yaa? Aa iya kunang-kunang!” jawab Leo asal. “Heh?, kunang-kunang? Memangnya dimusim dingin mereka ada ya...?” selidik Keke. Kemudian Keke melanjutkan kalimat nya, “Kalau iya... mana mereka? Dimana? Dimana?,” ucap Keke dengan antusias, reaksi tak disangka itu pun muncul lagi. Keke ternyata percaya dengan ucapan Leo. “Untung dia tidak sadar....” Leo pun bernafas lega.
Setelah itu mereka pun bertukar kontak. “Hmm Keke, sekali lagi maaf yaa...,” ucap Leo sebelum pergi. Keke pun membalas dengan senyuman. Kemudian mereka pun kembali ke kamar masing-masing. “Apa aku harus meminta bantuannya?” pikir Leo ketika ia telah berada di kamarnya.
Keesokan harinya...
“Oke! Ayo berangkat!” ucap Keke pada dirinya. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan tepat. Namun, karena musim dingin masih berlangsung, suasana di luar masih tampak sedikit gelap. Keke pun mulai berjalan. “Oke...Ayo kita lihat!” ucap Keke sambil membuka google map.
“Sepertinya aku berdiri disini...Yess! Setidaknya tahap pertama berjalan mulus, selanjutnya tinggal nunggu bis nya datang,” sambung Keke yang sedang menunggu di halte.
Tak lama kemudian, bis nya pun datang. “Oke! Ini bisnyaa!” ucap Keke dalam hati meyakinkan dirinya. Ia pun menaikinya. “Semoga ini benar! Semoga ini benar!” doa Keke. Keke pun mencoba menenangkan diri. “Sekarang yang dipikirkan adalah... dimana aku akan turun? Apakah halte pertama? Atau yang selanjutnya?” gumam Keke.
Keke pun membuka kembali aplikasi google map. “Hmm sepertinya bu-bukan halte yang pertama, kan?” Keke menjadi bimbang. Dalam beberapa menit kemudian bis itu tiba di halte berikutnya. Keke masih bingung memilih untuk turun atau tetap di dalam. Karena Keke berpikir terlalu lama, bisnya pun bergerak kembali.
“Aduuhh...!Kalau begitu di halte selanjutnya saja aku turun...,” ucap Keke dengan berusaha tenang. Beberapa menit kemudian, bis itu pun tiba di halte berikutnya. Disanalah Keke turun dari bis. Keke mulai bingung. “Rasanya kayak ada yang salah yaa?” gumamnya. Keke mencoba mengambil smartphonenya lagi.
Tanpa Keke sadari, ternyata di halte tersebut sudah ada seorang laki-laki yang menunggu kedatangannya. Ia menggunakan sweater berwarna abu-abu dengan syal hitam yang dililitkan pada lehernya. Ia memperhatikan Keke yang kebingungan dari belakang.
“Hmm...Ini gadisnya...?Lumayan!” gumamnya seperti sedang menilai Keke. “Apa yang diperkirakan Leo ternyata benar...! ‘Gadis ini akan turun di halte ini,’ Apa-apaan dengan analisa Leo itu....?” ucap laki-laki itu dengan sedikit tersenyum.
Tak berapa menit berselang, bis lainnya pun datang dan berhenti di halte tersebut. Keke yang sudah mulai panik, mengambil tindakan ceroboh. Keke hendak menaiki bis tersebut. Ketika Keke hendak menaiki bis tersebut, ia dihentikan oleh laki-laki tak dikenal itu. Laki-laki itu menarik lengan Keke, hingga Keke berada di sampingnya. Keke pun terkejut.
“Oh sorry! Apa yang kamu lakukan?” tanya Keke pada pelaku yang masih memegang lengannya. Laki-laki itu tidak menjawab. Keke yang merasa dirinya dalam bahaya mencoba mencari cara untuk lepas dari genggaman laki-laki itu. Hingga akhirnya bis yang tadinya singgah di halte tersebut, pergi bergerak meninggalkan mereka. Saat itu baru lah ia bersuara.
“Oo Sorry... Apa kamu kesakitan?” ucap Laki-laki itu dengan melepas genggamannya. Keke pun mendapatkan lengannya kembali. Yaa walaupun lengannya tidak benar-benar diambil. Keke yang sudah lepas dari laki-laki itu mulai menjaga jarak dan melempar tatapan sinis padanya.
Laki-laki yang ditatap dengan sinis tadi, bukannya takut atau merasa tak enak, dia malah tertawa lebar melihat sikap Keke. “Ahahaha... kamu itu benar-benar menariik!” ucapnya lantang.
***