Bab 1 Salju Pertama
Bab 1 Salju Pertama
Musim dingin. Musim yang tak pernah datang berkunjung ke sebuah tempat yang dilewati oleh garis khatulistiwa, walaupun itu hanya sekali saja. Ia hanya akan berkunjung ke tempat yang tak memiliki hubungan dengan garis tersebut. Hal yang demikian serasa seperti, musim dingin sengaja memilih tempat yang ia sukai untuk ia hampiri.
“Tak adil ya....” ujar seorang gadis yang tengah berdiri di beranda apartemennya. Ia menggosokkan kedua telapak tangannya berulang kali sambil sesekali ia tiupkan hawa panas dari mulutnya. Gadis itu sedang menyaksikan butiran putih lembut turun dari langit. Mereka ada banyak sekali. Sesekali gadis itu mengulurkan tangannya kedepan untuk menyambut salju yang jatuh.
“Ternyata kalian ini memang tidak adil ya... kalian menjauhi suatu tempat hanya karena dilintasi oleh garis itu” ucap gadis itu pada salju yang mendarat di telapak tangannya. “Yaa walaupun aku juga sama, aku meninggalkan kampung halamanku hanya karena, disana tidak ada lagi tempat untukku pulang....” sambungnya dengan nada lemah.
Perlahan ia tinggalkan beranda dan beralih masuk ke ruangan. “Semoga besok cuacanya lebih cerah dari ini....” harap gadis itu dengan sangat. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat lima belas menit malam. Gadis itu bersiap-siap untuk mengistirahatkan tubuhnya. Namun sebelum itu, ia memeriksa semua jendela dan pintu agar tetap dalam kondisi terkunci. Merasa sudah aman, ia pun membaringkan tubuhnya di atas kasur dan seketika itu juga ia terlelap.
***
Malam berganti pagi. Waktu menunjukkan pukul tujuh lewat dua puluh menit, namun langit masih menyembunyikan mentari dari dunia. Ruangan yang sebelumnya senyap, kini serasa lebih hidup. Gadis itu sedang sibuk di dapur untuk memasak sarapan. Ia memasak lebih berisik dari biasanya, karena dia, “Ahh!... Kenapa aku harus ketiduran pula....?” Gadis ini mempunyai kebiasaan memulai hari dengan sarapan, jika tidak, perutnya akan berbunyi sepanjang waktu hingga orang-orang yang berada dekat dengannya dapat mendengar suara indah tersebut.
Selesai dengan sarapan kilatnya, gadis tersebut langsung memakaikan block heels berwarna hitam pada kakinya. Sebelum ia membuka pintu, ditenangkannya dirinya sejenak, lalu memberi tugas pada mata untuk memperhatikan seluruh ruangan dalam lima detik. Merasa tak ada yang janggal, baru lah ia membuka pintu dan pergi berangkat ke kampusnya. Saat ia mengunci pintu ruangannya dari luar tampaklah papan nama disana. Dan nama yang tertulis disana adalah ‘Keke’.
Gadis itu bernama Keke. Ia menjadi seorang yatim piatu setelah kepergian kedua orang tuanya. Bukan hanya itu saja, kepergian kedua orang tuanya membuat dirinya menjadi tertutup. Karena itu, ia lebih memilih tinggal di tempat yang tiada satu pun orang yang dapat mengenalnya. Dan tempat yang ditakdirkan untuknya adalah disini, London.
Sesampainya ia di kampus, Keke mulai berjalan dengan sedikit berlari. “Kenapa jarak antara gerbang dengan bangunan kelasku jauh sekali....?” ucapnya dengan sedikit terengah. “Wahhh! Sekarang aku harus naik tangga, lantai dua kelas paling ujung, lantai dua kelas paling ujung,” gumam Keke sambil menaiki tangga. Sesampainya di lantai dua, Keke langsung melemparkan pandangan ke kelasnya yakni kelas paling pojok. Seketika, baru lah Keke dapat bernafas dengan lega.
“Syukurlah... ternyata masih belum...,” gumam Keke lagi sambil berjalan dengan pelan menuju kelasnya. Ketika ia memasuki kelas, hampir seluruh bangku telah diisi oleh mahasiswa yang lain. Namun, ada beberapa bangku yang kosong, salah satunya ialah bangku paling ujung yang dekat dengan jendela kelas. Karena tak ada yang menempati bangku tersebut, Keke pun mengambil alihnya.
“Akhirnyaaa aku duduk juga,” ucap Keke dalam hati. Keke pun membuat duduknya menjadi lebih nyaman dengan menggerakkan beberapa bagian tubuhnya. Namun, ketika Keke menghadap ke kanan, ia terkejut bahwa ada seseorang yang tidur disebelah bangkunya. “Sejak kapan ada orang disini?” gumamnya, Keke tidak menyadari keberadaan orang tersebut karena ia terlalu fokus pada bangkunya sendiri. Setelah itu Keke kembali tenang dan mulai melakukan kesibukannya sendiri.
Yaa walaupun dibilang, Keke sedang melakukan kesibukannya sendiri, paling-paling tidak jauh dari kertas dan pensil. Karena Keke adalah pembuat komik alias komikus. Ia mencoba menggores-goreskan pensilnya diatas kertas untuk menciptakan karakter baru untuk komiknya. Bahkan minggu lalu, Keke memberanikan diri untuk mengajukan naskah komiknya pada salah satu publisher terkenal di London, yaitu Dearlova Publisher.
Walaupun saat ini Keke sedang berpikir untuk karyanya namun ia sempat juga melirik-lirik bangku di sebelahnya. Disana ada seorang laki-laki yang tengah tidur dengan posisi duduk sambil menyilangkan kedua tangannya. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi yang ada di belakangnya. Ia mendongakkan kepalanya agar kepalanya dapat menyentuh sandaran kursi tersebut, mungkin hal itu untuk membuatnya nyaman. Dan wajahnya, wajahnya ditutupi dengan sebuah majalah kampus yang tipis. Sehingga Keke tidak bisa melihatnya “Entah kenapa, aku ingin sekali melihat wajahnya...,” gumam gadis itu berharap.
Ketika Keke hampir tenggelam dengan pandangannya, seseorang datang dengan suara lantangnya. “Hi! Good Morning every body! Are all of you ready for today’s lesson?” Ternyata ia adalah lecturer pagi ini, Sir. Han. “Ya ampun, aku kira jantungku akan lepas tadi...,” Gumam Keke yang baru sadar dari keasikannya memandang seorang lelaki. “Lagi pula, apa yang sedang aku lakukan? bodohnya akuu!” ucapnya pada dirinya sendiri yang telah berbuat yang tidak sopan.
Keke pun mengusap wajahnya agar ia kembali fokus. Perkuliahan pun dimulai. Laki-laki yang tertidur tadi pun mulai bangun dan merapikan posisi duduknya. Karena merasa ada sesuatu yang bergerak, Keke pun mencoba melihat ke bangku sebelahnya. Dan Boom!. Mata Keke dan laki-laki itu saling beradu. Hal yang diinginkan Keke beberapa saat yang lalu kini telah terkabul. Keke yang terkejut pun langsung mengalihkan pandangannya kedepan. “Heh? Apa yang baru saja terjadi? Apa aku baru saja menatap mata orang lain? Bu-bukan! Aku mengenalnya, Di-dia adalah laki-laki waktu itu!”
Satu bulan sebelumnya...
“Syukurlah... Aku sudah mendapatkan apartemennya, karena sebentar lagi akan musim dingin, bisa gawat kalau aku terus tinggal di hotel,” Ucap Keke pada dirinya. Maksud ‘gawat’ disana adalah keuangan Keke. Tentu saja! Karena biaya hotel lebih mahal dari pada biaya apartemen.
Karena Keke telah menemukan apartemennya, ia pun langsung bergegas ke hotel untuk bersiap-siap. Di tengah jalan Keke berhenti. “Waahh! Salju pertama telah turun,” ujarnya dengan tersenyum. Kemudian Keke pun melanjutkan langkahnya. Namun, matanya tetap setia menatap langit. “Katanya jika melihat salju pertama turun bersama seseorang (Laki-laki) maka itu akan menjadi cinta sejati, benar tidak yaa?” gumam Keke sambil sedikit tertawa karena ia tidak mempercayai hal seperti itu.
Karena Keke tetap melangkah selagi matanya menatap langit, ia pun menabrak orang yang ada di depannya. Yaa walaupun orang yang ditabraknya itu melakukan hal yang sama dengan yang Keke lakukan. Menyadari hal tersebut Keke pun langsung meminta maaf dan segera pergi dari sana.
Laki-laki itu pun ingin meminta maaf namun tidak sempat karena Keke langsung melesat pergi. Melihat sifat canggung gadis itu, laki-laki itu pun hanya bisa tersenyum.
Flashback off...
Perkuliahan telah usai. Karena hari ini hanya satu mata pelajaran, Keke pun berniat untuk langsung pulang. Tetapi ia merasa sedang diikuti oleh seseorang. Ketika mereka hampir sampai di apartemen Keke, Keke pun membalikkan tubuhnya dan berhadapan langsung dengan orang yang dibelakangnya. “Maaf...” ucap Keke mengawali, “Apa kamu punya keperluan denganku?,” tanyanya to the point. Laki-laki yang ditembak dengan pertanyaan seperti itu pun bingung.
Lalu ia pun menjawab “Kenapa bertanya begitu?” “Yaa karena kamu mengikutiku sampai kemari!” balas Keke. “Tapi, siapa juga yang mengikutimu...,” tolak laki-laki itu. Keke mulai greget. “Kenapa kamu menyangkalnya, buktinya....,” ucapan Keke terpotong karena laki-laki itu juga bicara, “Ini adalah kamarku...,” ucap laki-laki itu sambil menunjuk kamar apartemen disebelah kamar Keke.
Keheningan berlangsung beberapa saat. Setelah itu, “Hhheeeehhhhh!!!” teriak Keke dalam hati. “Ja-jadi kamu penghuni kamar ini?” Keke coba memastikan lagi. Dan laki-laki itu pun mengangguk. “Ka-kalau begitu aku minta maaf, ka-karena sudah salah mengira sebelumnya” ucap Keke dengan sangat malu. Keke hanya bisa menunduk dalam-dalam.
Tanpa Keke sadari, laki-laki itu menahan tawa ketika melihat Keke bersikap seperti itu. “Sudah, It’s oke!,” ucap laki-laki itu. Keke pun perlahan mengangkat wajahnya. “Bukankah yang seharusnya meminta maaf itu, aku?” Keke rada-rada bingung dengan ucapan laki-laki itu. Mengetahui kebingungan Keke, laki-laki itu pun memperjelasnya “Ma-Maaf ya, saat itu aku menabrakmu,” ucap laki-laki itu dengan sedikit menunduk.
Seketika ada sesuatu yang menjalar ke seluruh tubuh Keke. Keke merasakan kehangatan dari ucapan laki-laki itu. Keke pun tersenyum dan menjawab itu bukanlah apa-apa. Setelah itu mereka pun memperkenalkan diri masing-masing.
“Kalau begitu salam kenal ya, Leonardo D,” ucap Keke pada laki-laki itu. Laki-laki itu pun tersenyum. “Apa ada yang salah Leonardo D?,” tanya Keke dengan menyebut nama lengkap laki-laki itu. “Leo!, kamu bisa memanggilku dengan itu,” jelas laki-laki yang bernama Leo ini. Keke pun mengerti dan membalas Leo dengan cengiran.
Setelah perkenalan singkat itu, mereka pun memasuki kamar masing-masing. Keke tidak bisa melepas mode senyumnya sejak kesalahpahaman tadi. Itu artinya, senyuman Keke saat ini tulus dari dalam dirinya. Karena bisanya ia hanya akan tersenyum jika itu diperlukan saja. Beberapa saat setelah Keke berganti pakaian, sebuah notifikasi dari smartphonenya berbunyi. Itu adalah email dari Dearlova Publisher.
“I-ini email dari Dearlova,” Keke kaget sekaligus senang karena mendapat email dari publisher terkenal ini. Sebelum Keke membuka email tersebut, ia berdoa sejenak, agar kabar yang ia dapatkan adalah kabar yang baik.
Setelah itu bergeraklah jari telunjuknya untuk menekan email tadi. Keke membacanya dengan seksama. Namun, air matanya jatuh tanpa ia sadari. “Ini tidak seperti yang aku harapkan....” Keke memeluk erat smartphonenya dan menghempaskan tubuhnya ke atas kasur.
***