Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2

Setelah mengambil keputusan, aku meninggalkan semua perasaan kalutku dan kembali fokus pada karyaku.

Di kehidupan sebelumnya, berkat usaha tim kami, panitia memberi kami kesempatan untuk mengirimkan karya baru lagi. Namun, aku tidak menyangka bahwa Amanda juga mengirimkan karya baru yang juga sama persis dengan karya kami!

Pada titik ini, stigma plagiarisme tidak dapat lagi dihapuskan.

Untungnya, aku mengingat dengan jelas karya baru di kehidupanku sebelumnya. Jadi, aku bisa membuatnya lagi dalam waktu singkat. Aku bahkan memperbaiki beberapa bug yang tidak sempat aku tangani karena terburu-buru di kehidupan sebelumnya.

Setelah melakukan semuanya, aku melihat keluar jendela ke arah matahari terbit, hatiku dipenuhi dengan harapan.

Segalanya adalah awal yang baru.

Semuanya belum terlambat.

"Ralina, apa kamu tidak tidur lagi?"

Suara ibu yang familier terdengar di telingaku. Meskipun itu adalah kata-kata teguran, tapi nadanya penuh dengan kepedulian.

"Ibu!" Aku melompat ke dalam pelukan ibu.

Ibu terhuyung mundur dua langkah karena tertabrak tubuhku, tetapi tangannya memelukku dengan erat.

"Ibu, aku sangat merindukanmu."

Suaraku berubah menjadi isak tangis yang tidak bisa aku kendalikan.

Di depan orang tua, aku tidak perlu berpura-pura.

Ibu menepuk punggungku dengan lembut. "Aku sudah bilang padamu untuk lebih sering pulang, tapi kamu tidak mau pulang."

"Ibu, mulai sekarang aku akan pulang setiap hari. Jadi, jangan merasa terganggu, ya?"

"Sepertinya kuliah malah bikin kamu bodoh. Ayah dan Ibu tidak pernah merasa terganggu. Ibu bahkan ingin kamu bisa bersama Ibu seumur hidupmu."

Ibu meletakkan sarapan untukku, lalu melangkah keluar, tidak lupa mengingatkanku untuk beristirahat dengan baik.

Melihat kode yang nyaris sempurna di layar, aku tersenyum puas.

Setelah mengemas file dan mengirimkannya ke grup, aku pun tidur dengan tenang.

Baru saja tertidur, aku terbangun oleh nada dering yang mendesak.

"Ralina, gawat, ada masalah besar!"

Aku langsung duduk tersentak. Setelah mendengar rekan satu timku menceritakan apa yang terjadi, aku kembali dilanda rasa putus asa.

Ternyata setelah aku mengirimkan program yang baru aku rampungkan, juniorku di kampus dengan gembira mengambil sebagian tangkapan layar dari program tersebut dan mengunggahnya ke Instagram. Hasilnya, ada orang yang berkomentar di bawah unggahannya.

"Penjiplak anjing berani-beraninya memamerkan hasil jiplakannya?"

"Zaman sekarang ada saja orang yang tidak tahu malu. Sudah menyalin kode dewi Amanda kita, tapi masih berani mengunggahnya di Instagram?"

Juniorku segera berdebat dengan mereka.

Pada akhirnya, hal itu langsung berubah menjadi pertarungan besar di seluruh jurusan.

Hingga Amanda, yang merupakan salah satu tokoh utama dalam masalah ini, mengunggah sebuah video.

Dia sendiri memang sudah terlihat manis dan merupakan tipe yang disukai banyak pria. Sekarang dia tengah duduk di depan layar dengan mata merah, seperti kelinci kecil yang sangat menggemaskan.

"Kalian tidak perlu membelaku. Aku percaya kalau Kak Ralina tidak melakukannya dengan sengaja."

Segera setelah video itu diunggah, video itu diteruskan ulang dengan sangat cepat dan langsung viral. Sementara aku dituduh ketika tengah tidur.

Aku menjadi seorang penjiplak yang diakui oleh seluruh jurusan.

Untung saja mentorku turun tangan secara pribadi untuk menghentikan opini publik yang memburuk.

Aku mengusap kepalaku, benar-benar bingung.

Kenapa situasinya berkembang jadi seperti ini? Bukannya menyelesaikan masalah plagiarisme, aku malah mempercepat proses plagiarisme ini terkuak di media sosial.

Aku membenamkan kepalaku ke dalam selimut hingga napasku tersengal sebelum akhirnya ambruk di tempat tidur.

Karena tidak ada cara untuk menghindarinya, jadi lebih baik hadapi saja secara langsung.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel