Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. Dalam Pengaruh Qi Lin

Untuk sementara Qi Lin dapat mempengaruhi raja. Ia bisa menekan raja Watanabe.

Lalu ia pulang ke Istana dan menyampaikan maksudnya hendak menikah lagi pada Adipati Unggara.

"Apa paduka, apakah tidak salah dengar anda akan menikah lagi"

"Sssttt jangan keras keras, belum ada yang tahu kecuali kamu"

"Tapi dengan siapa gerangan paduka akan menikah lagi. Apakah selir istana kurang paduka?"

"Enggak kurang, hanya saja aku perlu menambahnya satu"

"Dengan siapa paduka"

"Ada dengan seseorang yang bernama Qi Lin"

"Hah Qi Lin gadis urakan itu"

"Hah kamu tau dari mana?"

"Semua tahu tentang gadis Qi Lin"

"Masa"

"Iya"

"Terus menurut kamu bagaimana"

"Apa yang menjadikan paduka hendak menikahinya. Dia tidak cantik, dia urakan"

"Sudah ... ini adalah mimpi dari yang maha kuasa"

Watanabe kehilangan akal. Maka ia pura pura mengakui kalau itu mimpinya. Padahal mimpipun tidak.

Namun ada yang aneh.

***

Sementara itu di kerajaan sebelah ...

Dengan diam Ushinosuke membuka kotak jerami itu, dan seperti anak panah, burung itu terbang ke atas dinding benteng. "Lihat, senang sekali dia bebas," kata Otsu.

"Orang-orang bilang, burung bulbul itu pembawa pertanda musim semi, kan? Barangkali akan datang orang membawa kabar gembira buat Kakak."

"Pembawa berita sama baiknya dengan datangnya musim semi? Memang benar, aku sedang mengharap mendengar suatu kabar."

Otsu berjalan menuju hutan dan rumpun bambu di belakang benteng,

Ushinosuke menyertainya di sampingnya. "Kakak mau pergi ke mana?" tanyanya.

"Aku sudah terlalu lama tinggal di dalam benteng akhir-akhir ini. Untuk selingan, aku ingin naik bukit, melihat kembang prem."

"Kembang prem? Di atas sana tak banyak yang bisa dilihat. Kakak mesti pergi ke Tsukigase."

"Ke sana juga boleh. Jauhkah dari sini?"

"Sekitar tiga kilometer. Bagaimana kalau kita pergi ke sana? Aku mengangkut kayu api hari ini, karena itu aku membawa sapi."

Karena selama musim dingin itu Otsu hampir tak pernah tinggal di luar benteng, ia cepat mengambil keputusan. Tanpa mengatakan pada siapa pun, keduanya turun ke gerbang belakang yang biasa didatangi para pedagang dan orang-orang lain yang punya urusan dengan benteng. Gerbang itu dikawal seorang samurai bersenjata lembing. la mengangguk dan tersenyum pada Otsu. Ushinosuke pun orang yang sudah dikenal, karena itu si penjaga mengizinkan mereka keluar, tanpa memeriksa izin tertulis untuk berada di pekarangan benteng.

Orang-orang di ladang dan di jalan mengucapkan teguran bersahabat kepada Otsu, tak peduli mereka kenal Otsu atau tidak. Ketika rumahrumah penduduk mulai jarang, ia menoleh kembali ke arah benteng putih yang bertengger di pinggir gunung itu, dan bertanya, "Apa bisa aku kembali sebelum gelap?"

"Tentu, nanti saya antar."

"Kampung Araki di sebelah sana Tsukigase kan?" "Tidak apa-apa."

Sambil mengobrol tentang berbagai hal, mereka melewati warung garam. Di sana ada seorang lelaki menukar daging babi hutan dengan sekarung garam. Selesai melakukan pertukaran, ia keluar dan berjalan di belakang mereka. Karena salju sedang mencair, jalanan makin lama makin buruk keadaannya. Tak banyak orang berjalan.

"Ushinosuke," kata Otsu, "kau selalu datang ke Koyagyu, ya?"

"Ya."

"Apa Benteng Ueno tidak lebih dekat dengan Kampung Araki?"

"Betul, tapi di Benteng Ueno tak ada pemain pedang besar macam Yang Dipertuan Yagyu."

"Kau suka pedang, ya?"

"Ya."

Ushinosuke menghentikan sapinya, melepaskan tali dari tangannya, lalu berlari turun ke tepi sungai. DI situ ada sebuah jembatan. Sebatang balok lepas dari jembatan itu. Ushinosuke mengembalikan balok itu ke tempatnya, dan menunggu sampai orang di belakang mereka menyeberang dahulu.

Orang itu tampak seperti ronin. Ketika melewati Otsu, ia memandang Otsu dengan sikap kurang ajar, kemudian beberapa kali menoleh dari jembatan, dan juga dari seberang jembatan, sebelum akhirnya menghilang dalam lipatan gunung.

"Siapa orang itu menurutmu?" tanya Otsu gugup. "Kakak takut?"

"Tidak, tapi..."

"Banyak ronin di sekitar pegunungan di sini."

"Betul?" tanya Otsu tidak tenang.

Sambil menoleh, kata Ushinosuke, "Kak, apa Kakak dapat membantu saya? Kalau dapat, tolong minta pada Pak Kimura supaya mempekerjakan saya. Saya dapat menyapu halaman, menimba air... atau hal-hal semacam itu."

Anak itu belum lama mendapat izin khusus dari Sukekuro untuk memasuki dojo, melihat orang berlatih, tapi minatnya sudah tumbuh. Nenek moyangnya bernama Keluarga Kikumura. Sudah beberapa angkatan kepala keluarga menggunakan nama sebutan Mataemon. Ushinosuke sudah mantap keinginannya, kalau ia menjadi samurai nanti, ia akan menggunakan nama Mataemon. Tapi tak seorang pun dari Keluarga Kikumura pernah melakukan sesuatu yang istimewa. Maka ia akan mengubah nama keluarganya dengan nama kampungnya, dan kalau impiannya terlaksana, ia akan termasyhur di mana-mana sebagai Araki Mataemon.

Mendengar kata-kata Ushinosuke itu, Otsu teringat akan Jotaro, dan ia tercengkeram oleh rasa sepi. Umur Otsu sekarang dua puluh lima tahun, sedangkan Jotaro tentunya sembilan belas atau dua puluh tahun. Memperhatikan kembang prem yang belum sepenuhnya mekar itu, Otsu merasa bahwa musim seminya sendiri sudah lewat.

"Ayo kita pulang, Ushinosuke," katanya tiba-tiba.

Ushinosuke melontarkan pandangan penuh pertanyaan, namun dengan patuh ia memutar sapinya.

"Berhenti!" bentak seorang lelaki.

Dua ronin lain bergabung dengan ronin yang datang dari warung garam tadi. Ketiganya mendekat, kemudian berdiri mengelilingi sapi, tangan mereka terlipat.

"Kalian mau apa?" tanya Ushinosuke.

Orang-orang itu menatap Otsu.

"Ya, sekarang aku mengerti kata-katamu," kata salah seorang. "Cantik, kan?"

"Aku sudah pernah lihat dia," kata yang ketiga. "Mungkin di Kyoto."

"Tentunya dari Kyoto asalnya, dan pasti bukan dari kampung-kampung sekitar sini."

"Aku tak ingat, di Perguruan Yoshioka atau di tempat lain, tapi aku yakin pernah lihat dia."

"Apa kau pernah di Perguruan Yoshioka?"

"Tiga tahun aku di sana, sesudah Sekigahara."

***

Watanabe lalu dengan terpaksa memberitahukan perihal rencananya pada istrinya.

"Istriku aku bermimpi dalam mimpiku aku disuruh oleh lelaki tua untuk menikahi Qi Lin. Bagaimana menurut kamu?"

"Siapa itu Qi Lin?"

"Dia yang suka memetil bunga Bizantium di depan istana"

"Hah perempuan urakan itu?"

"Kok kamu tahu?"

"Ya tahu... mengapa kamu hendak menikahinya?"

"Entahlah ini adalah wangsit dari atas"

Sejenak Ang Lin berpikir. Kali ini ia mempercayai kalau itu wangsit mimpi suaminya. Karena gak mungkin suaminya menyukai Qi Lin wanita urakan itu.

"Apa tidak salah dengar saya?Apakah kamu menyukainya"

"Aku tidak menyukainya. Kamu pasti tahu type yang aku sukai khan. Aku kalau bukan karena wangsit, aku gak akan sudi menikahinya"

"Hemmzzz kali ini aku mempercayai ucapan kamu. Aku tahu pasti dia bukan wanita yang kamu sukai. Untuk itu aku menyetujui nya".

Dalam hati Watanabe sebetulnya ingin ada orang yang menentangnya. Tapi istrinya malah menyetujuinya.

"Apa benar kamu menyetujuinya. Bukankah kamu tidak suka kalau aku menikahi banyak perempuan"

"Kali ini aku menyetujui nya. Karena itu wangsit dari atas"

Ingin rasanya Watanabe menarik kembali ucapannya. Apalag daya

Istrinya malah menyetujuinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel