Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

1. Saat Harga Diri Diinjak-injak.

Pada masa Dinasti Han.

"Itu selir dari negara barat daya laut. Aku dengar, ia tidak pernah melepas cadar yang menutupi wajahnya," bisik salah seorang wanita berpakaian ala dinasti Han. Pakaiannya mewah dengan ceplak ceplok bunga yang tampak hidup.

"Jangan membicarakan dia atau kue bulan yang baru kumakan bisa keluar lagi dari perutku," balas perempuan berpakaian tidak jauh berbeda dari yang sebelumnya.

Kemudian mulut mereka membungkam. Mereka menguyah makanan, tetapi pandangan mereka mengarah pada perempuan lain yang tengah berjalan dikawal seorang pelayan menuju singgasana; tempat raja A Jhu memerintah negara ini.

"Semua orang memperhatikanmu dengan tatapan jijik, Nyonya," bisik pelayan perempuan bercadar itu.

Perempuan yang ia sebut nyonya memberinya isyarat untuk diam. Lantas, pelayan itu tertunduk, menyesali perkataannya barusan.

Sampailah mereka di hadapan sang raja A Jhu. Serempak mereka duduk lalu bersujud.

"Salam dari Yun Zhi, Paduka Raja."

Ya, perempuan berstatus selir ketiga yang tak pernah sudi dilirik itulah yang bernama Yun Zhi.

Sesopan mungkin, ia menghormati rajanya, sang raja tidak pernah sekalipun menganggap. Jangankan menganggap, untuk bicara dengannya saja ia enggan.

Jadi cukup lama Yun Zhi dan pelayan pribadinya bersujud memberi hormat. Tapi tidak ada respon apapun sampai mereka saling lirik diam-diam.

Pelayan selir Yun Zhi memberinya kode kesal. Namun, Yun Zhi menggeleng, melarang.

"Ahh, ha ha, selir Yun Zhi bangunlah! Raja menerima salam darimu dan pelayan mu," ucap si Kasim, bernama Tuan Wu.

Perlahan keduanya mengangkat tubuh. Sayup-sayup, mereka mendengar bisikan demi bisikan dari para pengunjung, terutama para selir yang dikhususkan duduk di setiap sisi raja tapi sedikit ke belakang.

"Lihatlah! Dari sini saja wajahnya sudah ketebak buruk rupa."

"Sstt, Raja bisa mendengar."

"Tidak masalah. Toh, rumor ini benar. Buktinya, Raja hanya mendatanginya sekali selama ini."

Suara-suara mereka juga sampai ke telinga A Jhu. A Jhu sengaja memejamkan mata. Tentu karena ia ingin membuktikan pada semua orang bahwa betul ia tidak ingin melihat wajah selir Yun Zhi.

"Selir Yun Zhi, silahkan duduk pada tempat yang sudah disediakan." Kasim mengarahkan tempat duduk Yun Zhi yang justru tidak bergabung bersama raja, melainkan bersama para perdana menterinya.

"Nyonya, ini penghinaan untukmu," bisik si pelayan lagi.

Balasan Yun Zhi tetap gelengan kepala. Tanpa ragu-ragu, perempuan kelahiran barat daya itu mengisi tempat duduk yang dikhususkan untuknya.

"Nyonya, jika tahu akan begini, lebih baik kita tidak perlu datang," ujar si pelayan penuh sesal dan kesedihan.

Yun Zhi tak merespon. Ia justru memandangi semua kudapan khas festival bulan yang disajikan untuknya.

Ia melirik meja lain. Meja mereka nyaris penuh, pun disertai kue bulan sebagai kudapan wajib. Akan tetapi, meja Yun Zhi hanya diisi tiga mangkuk kecil, dua piring kue kering, poci anggur beserta dua satu gelasnya, juga tidak ada kue bulan di atasnya. Yun Zhi pun mengangkat pandangan. Netra coklat mudanya mengarah A Jhu.

Tahu apa yang dipikirkan Yun Zhi, A Jhu secara tegas memperjelas tanpa menatap balik wajah selir ketiganya itu.

"Festival kue bulan biasa dilakukan oleh para keluarga. Dan seharusnya kau sadar, di sini kau tidak punya keluarga. Aku pun heran, kenapa kau turut serta diundang."

Degg

Bagai berhenti berdetak sepersekian detik jantung Yun Zhi. Spontan pandangan Yun Zhi tertunduk. Ia menatap makanannya tanpa selera.

Semua hadirin tidak tahan. Mereka akhirnya terkekeh-kekeh menertawakan Yun Zhi.

"Nyonya, perlukah kita bertahan di sini?" Tanya pelayan selir ketiga itu dengan suara hampir seperti isak tangis.

Yun Zhi menggeleng lemah. "Kita ikuti sampai selesai."

"Tapi, nyonya ..." Pelayannya memprotes, tetapi Yun Zhi membuat ia diam hanya menggunakan satu pemberian kue kering saja.

Tak enak melihat kekacauan suasana, Kasim lekas turun tangan.

"Diam! Jangan anggap raja tidak ada di sini!"

Otomatis semua mulut terkunci, terkecuali mulut kecil dan pedas milik selir pertama yang bernama Xiao Jiu.

"Haiyo, yo, yo," celetuknya seraya menggoyang-goyang gelas porselen berisi anggur putih, "Jika aku jadi kau, selir Yun Zhi, aku tidak akan datang kemari meskipun aku telah mendapat undangan."

Yun Zhi diam. Ia tak pernah sekalipun membalas celetukan jahat yang dilimpahkan padanya. Oleh karena itu, selain buruk rupa, ia juga dikenal sebagai selir bisu.

Mulut pelayan Yun Zhi dipenuhi kue yang nikmat. Sekarang, tak lagi merengek minta pulang. Yun Zhi pun tak menggubris ucapan Xiao Ju.

"Lihatlah kak Ju, selir ketiga itu sangat tuli dan belagu. Sudah tahu tidak punya posisi tapi masih bisa duduk tegak seperti itu," sambung selir kedua bernama Haishi.

Dari kelima selir, hanya Haishi yang memanggil Xiao Ju dengan tambahan kakak.

Xiao Ju masih menggoyangkan gelas anggurnya. Sedetik kemudian ia berdiri lalu menghampiri Yun Zhi.

Secara terang-terangan, ia menyiram wajah Yun Zhi menggunakan anggur tersebut.

Spontan semua orang terperangah, termasuk Yun Zhi sendiri.

"Nyonya!" Pelayan Yun Zhi panik. Seketika ia bangun hendak melindungi nyonya nya. Namun, Xiao Ju lebih dulu bertindak kasar.

"Jangan mendekat!"

Gubrakk

Xiao Ju mendorong pundak pelayan Yun Zhi sampai gadis muda itu terjungkal, jatuh.

Yun Zhi yang tadinya tak mengeluarkan kata-kata, lekas berbalik.

"Jangan lukai pelayanku!" seru Yun Zhi, melindungi diri pelayannya yang ketakutan.

Seruan Yun Zhi bukan menghentikan Xiao Ju, malahan menambah kebengisan selir pertama itu.

"Tidak tahu diri!" Tanpa melihat siapa dirinya sendiri, Xiao Ju dengan lancang menyambar poci anggur milik Yun Zhi, serta menumpahkannya ke wajah wanita itu.

"Biar kau bertambah buruk rupa, Yun Zhi!" geramnya disertai gigi merapat kuat.

Para hadirin benar-benar kagum pada keberanian Xiao Ju, tapi ada juga yang menyayangkan sifat buruknya, pun di hadapan Raja.

"Kupikir selir Xiao Ju terlalu bodoh," ujar salah satu perdana menteri.

"Ia menunjukkan sikap buruknya sendiri di depan semua orang. Dan tidak seharusnya sebagai selir ia bersikap demikian."

"Ssst, toh Raja A Jhu selalu suka setiap cara yang ia gunakan. Jangankan cara seperti ini, cara yang paling hina, yang pernah dilakukan tahun lalu pun Raja tak ambil sikap."

Para perdana menteri yang bergosip itu saling mengangguk sepakat.

"Ahh, ya dewa …" Kemudian Kasim turun tangan memohon agar Xiao Ju kembali ke tempat.

Xiao Ju sudah puas. Selir pertama itu gegas menduduki bantalan empuknya lagi.

"Apakah paduka senang dengan tontonan barusan?" Tanya Xiao Ju, basa-basi menuang anggur ke cangkir A Jhu.

A Jhu tersenyum. "Kau pandai membuat hatiku senang, Selir Ju."

Mendengar jawaban itu, tentu hati selir Xiao Ju langsung terbang ke awang-awang. Tak lupa, bibirnya mengembang sempurna.

"Kau benar, mari kita pulang!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel