9 - Aku pasti akan membuat kau berhenti tersenyum seperti itu, Amber!
Oliver pergi ke kamarnya, pria itu langsung pergi ke kamar mandi dan membiarkan air membasahi tubuhnya sekali lagi. Kedua tangannya mengepal kuat. Raut wajah menantang Amber tadi masih terbayang di benaknya. “Pelacur sialan!” Oliver memukul dinding di depannya kuat.
Tidak pernah ada yang berani menantangnya seperti itu, hanya Amber yang berani melakukannya. Dan itu benar-benar membuat Oliver jengkel. Alangkah baiknya jika ia bisa mematahkan tulang leher wanita itu.
“Aku pasti akan membuat kau berhenti tersenyum seperti itu, Amber! Akulah yang menentukan permainan ini, bukan kau!”
Sementara itu di kamar lain, saat ini Amber tengah duduk di bawah pancuran air, memeluk kedua lututnya yang saat ini mulai gemetar. Kedua tangannya mengepal kuat. “Jangan lemah, Amber. Kau harus kuat.”
Amber mengucapkan kata-kata yang seperti mantra kekuatan untuknya. Ia harus bertahan. Bagaimana mungkin ia bisa menyerah pada hidupnya seperti ini. Setidaknya sampai ia tahu kenapa Oliver begitu membencinya hingga sangat ingin melihat ia menderita. Jika Oliver tidak ingin memberitahunya, maka ia harus mencari tahu sendiri. Tidak mungkin seseorang membenci tanpa alasan.
Sekuat apapun Amber berpikir, ia yakin bahwa ia tidak pernah menyinggung Oliver sebelumnya. Jadi, hanya kemungkinan lain penyebab kebencian Oliver terhadapnya adalah karena orang lain.
Amber kembali ke beberapa menit lalu. Oliver tampaknya begitu marah ketika ia menyentuh piano milik adiknya itu. Sharon? Nama ini membuat kerutan di kening Amber. Ia tampaknya tidak begitu asing dengan nama ini. Ia mengingat-ingat lagi, mencari jejak tentang apapun tentang nama Sharon.
Mata Amber terbuka ketika ia mengingat siapa itu. Punggungnya yang tadi menunduk kini menjadi tegak. Wajahnya tidak menunjukan ekspresi apapun. “Apakah mungkin adik Oliver adalah Sarhon yang telah ditolak oleh Leith?” Ia sampai pada pemikiran itu.
Amber harus memastikannya. Di kediaman ini ia tidak menemukan foto keluarga Oliver, sudah banyak ruangan ia jelajahi, tapi yang terdapat di sana hanyalah lukisan-lukisan besar karya tangan pelukis terkenal pada abad ke - 18.
Tidak mungkin tidak ada foto keluarga di sebuah rumah, itu pasti ada di sebuah ruangan yang mungkin belum Amber masuki.
“Ruang keluarga.” Amber terpikirkan satu ruangan. Ia telah diajak berkeliling oleh Glenda, tapi ia ruang keluarga tidak ada dalam daftar ruangan yang sudah ia kunjungi.
Amber keluar dari kamar mandi. Ia sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian baru. Amber tidak langsung keluar dari kamarnya, ia harus memastikan terlebih dahulu bahwa Oliver tidak ada di rumah. Hari ini ia sudah memprovokasi pria itu cukup banyak, mungkin jika ia melakukan lebih lanjut maka Oliver akan lepas kendali dan kehilangan akal sehat.
Kamar yang Amber tempati saat ini menghadap ke depan kediaman itu, dari jendela kamarnya ia bisa melihat mobil Oliver meninggalkan kediaman itu.
Amber segera keluar. Dua penjaga berdiri di depan pintu kamarnya. “Tidak perlu mengikutiku, aku hanya akan turun ke bawah!”
Penjaga saling pandang, lalu akhirnya mengikuti ucapan Amber. Lagipula Amber tidak akan bisa keluar dari rumah karena penjaga di luar juga sudah diperintahkan oleh Oliver untuk tidak membiarkan Amber meninggalkan tempat itu.
Amber menuruni anak tangga. Ia segera melangkah menuju ke ruangan yang pintunya tertutup. Tidak ada pelayan di sekitar sana, jadi Amber bisa menyelinap dengan aman.
Pintu ruangan itu tidak terkunci, Amber melangkah masuk. Ruangan itu besar, dengan lampu gantung di tengah-tengah. Terdapat set sofa nyaman, juga ada piano lain di dalam ruangan itu. Dekorasi ruangan itu sangat elegan dan nyaman.
Mata Amber kini terkunci pada sebuah foto keluarga di mana terdapat sepasang pria dan wanita muda dengan anak laki-laki dan perempuan yang mungkin baru berusia belasan tahun.
Amber akrab dengan anak laki-laki bermata abu-abu di foto itu. Benar, dia tidak salah mengenali orang. Oliver adalah pria masa kecilnya. Amber tidak mungkin bisa melupakan wajah tampan Oliver ketika pria itu masih muda. Wajah Oliver tertanam di otaknya seperti ingatan permanen yang tidak akan lekang oleh waktu.
Ada nostalgia ketika Amber melihat foto itu. Ia mengingat masa-masa di mana pria itu menemaninya tiap hari. Memberikannya makanan ketika ia terkunci digudang melalui jendela lusuh.
Amber tidak pernah menanyakan nama Oliver ketika pria itu menemaninya dahulu, ia pikir akan lebih baik jika ia tidak tahu siapa nama pria itu karena ia takut bibi dan sepupunya akan mengejar pria itu dan membuat pria itu menjauhinya. Juga, ia tidak pernah memberitahukan namanya, karena alasan yang sama.
Saat itu Amber berusia sepuluh tahun, tapi pikirannya sudah hampir sama seperti anak-anak remaja. Ia dewasa lebih cepat karena perjalanan hidupnya yang tidak mudah.
Oliver tidak sengaja tersesat, pria itu kemudian bertemu dengan Amber yang kebetulan ada di sana. Amber menunjukan pada Oliver jalan kembali. Setelah itu Oliver mengikuti Amber yang telah mengantarnya pulang. Bocah laki-laki yang saat itu berusia empat belas tahun itu akhirnya mengetahui di mana Amber tinggal.
Amber dimarahi oleh bibinya karena kesalahan yang tidak jelas, sebelum ia ditarik masuk ke dalam rumah, Amber melihat bahwa Oliver memperhatikannya. Amber pikir setelah melihat ia dimarahi oleh bibinya Oliver tidak akan datang lagi, tapi ia salah. Oliver secara sembunyi-sembunyi menemuinya dan menemukan ia dikurung di kudang di belakang kediaman pamannya dulu.
Oliver jarang bersuara, tapi pria itu tidak pernah meninggalkannya. Saat hari mulai gelap, Oliver baru akan pergi. Ia memberikan Amber penerang agar Amber tidak takut di sana.
Saat Amber tidak terkunci di gudang, mereka akan bertemu di sebuah taman melalui ketidak sengajaan yang akhirnya menjadi kebiasaan. Amber akan menunggu Oliver di taman. Ketika pria itu datang, ia akan merasa sangat senang. Melihat wajah Oliver seperti membawa cahaya baru untuknya.
Suatu hari Amber menangis, Oliver mengusap air matanya. Mengatakan kata-kata yang menenangkan hingga akhirnya ia tidak pernah menangis lagi.
Hingga suatu hari mimpi buruk datang, Oliver pergi tanpa memberitahu Amber. Berbulan Amber terus datang ke taman, tapi Oliver tidak kunjung datang. Sampai akhirnya Amber berhenti menunggu karena pamannya pindah ke kota untuk memperluas bisnis pamannya.
Hanya beberapa bulan saja Amber mengenal Oliver, tapi Oliver telah memiliki seluruh hati Amber.
Nostalgia Amber berakhir, ia melihat ke wanita di sebelah Oliver. Sepertinya itu adik Oliver, Sharon. Untuk memperjelas lagi, Amber berpindah ke foto lain. Di sana terpajang foto Oliver dewasa dengan Sharon dewasa.
Tidak salah lagi, Sharon yang menyukai Leith adalah adik Oliver. Jadi, sekarang semua sedikit masuk akal. Satu-satunya penghubung Amber dengan Oliver adalah Sharon.
Apakah mungkin Oliver membencinya karena ia adalah saingan cinta adiknya? Benar, tidak heran jika Oliver mengira ia dan Leith berpacaran. Oliver pasti tahu dari Sharon.
Untuk membantu Leith terbebas dari kejaran Sharon, Amber menjadi pacar pura-pura Leith. Saat itu Amber meminta Sharon untuk berhenti mengejar Leith karena Leith adalah miliknya.
Ada pertengkaran kecil sedikit saat itu, Sharon menghinanya karena tidak cukup layak untuk Leith. Jadi ia membalas hinaan itu. Amber mengatakan Sharon harus berhenti bermimpi mengenai Leith. Menginginkan sesuatu yang sudah menjadi milik orang lain adalah sesuatu yang hanya dilakukan oleh wanita tidak tahu malu.
Setelah itu Sharon pergi dengan marah. Amber tidak lagi mendengar Leith mengeluh tentang Sharon, jadi ia pikir usahanya hari itu berhasil. Ia telah membantu Leith membebaskan diri dari kejaran seorang wanita.
Siapa yang menyangka dunia begitu sempit, wanita yang berselisih dengannya karena Leith adalah adik Oliver.
Jadi, apakah mungkin Oliver menikahinya agar adiknya tidak memiliki saingan cinta lagi? Sebegitu luar biasakah cinta Oliver terhadap adiknya hingga mau menikahi wanita yang sama sekali tidak ia kenali?
Ah, benar. Pernikahannya dengan Oliver bukan apa-apa, hanya di atas kertas saja. Wanita yang diakui dan akan menjadi nyonya muda keluarga Phoenix hanyalah Laurece.
Segalanya sudah cukup jelas bagi Amber sekarang, jadi ia keluar dari ruang keluarga.
“Nona Amber.” Glenda terkejut saat melihat Amber keluar dari ruang keluarga. Hanya mereka yang berdarah Phoenix atau menantu keluarga Phoenix yang diakui yang bisa masuk ke dalam ruangan itu. “Apa yang Anda lakukan di dalam ruang keluarga?”
“Bibi, aku tersesat. Aku masuk ke ruangan yang salah.” Amber beralasan.
“Nona, lain kali jangan pernah menginjakan kaki ke dalam ruangan ini lagi atau Tuan Muda akan marah. Ruang keluarga ini hanya bisa dimasuki oleh keluarga Phoenix saja.” Glenda memberitahu sekaligus memperingati Amber. Ini salahnya juga karena sejak awal tidak memberitahu Amber tentang ruang keluarga.
“Baik, Bibi. Di masa depan aku tidak akan masuk ke dalam ruangan ini lagi.” Amber berkata menyesal. “Bibi, bisakah Anda memberitahuku ruangan mana lagi atau apa saja yang tidak boleh aku sentuh? Aku tidak ingin membuat Oliver marah lagi.” Dengan wajah polosnya, Amber mencoba mengorek informasi dari Glenda.
Glenda terlihat ragu, tapi pada akhirnya ia tetap memberitahu Amber. Segala hal yang berkenaan dengan Sharon tidak boleh disentuh oleh Amber, piano, rumah kaca, kebun bunga, kamar Sharon dan beberapa hal lainnya.
“Bibi, di mana Sharon? Sejak aku datang ke sini aku tidak melihatnya. Bukankah dia tinggal di rumah ini?” Amber ingin mengorek informasi lebih banyak lagi.
“Nona Sharon mengalami kecelakaan mobil dan sekarang berada dalam keadaan koma.”
“Apa?” Amber terkejut. “Kapan kecelakaan itu terjadi?” Amber masih bertemu dengan Sharon dalam bulan ini, jadi kecelakaan itu pasti terjadi dalam waktu dekat.
“Dua minggu lalu, tepatnya sabtu malam. Nona Sharon mengemudi dalam kecepatan tinggi hingga ia menabrak mobil bermuatan besar.”
Amber terdiam. Dua minggu lalu? Sabtu malam? Apakah kecelakaan itu terjadi setelah Sharon berselisih dengannya?
“Nona Amber, sebaiknya Anda tidak menyentuh apapun mengenai Nona Sharon. Tuan Muda sangat menyayangi dan memanjakan Nona Sharon, ia mungkin tidak suka jika seseorang menyentuh barang kesayangan Nona Sharon.” Glenda memberitahu Amber untuk yang kedua kali. Glenda tidak ingin hal buruk terjadi pada Amber, ia benar-benar iba pada wanita menyedihkan di depannya.
“Aku mengerti, Bibi.”
“Baiklah, kalau begitu Nona sebaiknya kembali ke kamar. Bibi akan menyiapkan makan siang untuk Nona.”
“Aku bisa mempersiapkannya sendiri, Bibi. Terima kasih.”
“Tidak apa-apa, Nona. Anda masih tetap istri Tuan Muda.”
Amber tidak membalas lagi. Ia segera berbalik dan kembali ke kamarnya dengan hati yang terganjal. Apakah mungkin yang menyebabkan Sharon kecelakaan adalah dirinya? Kaki Amber tiba-tiba terasa lemas.
Amber diam untuk waktu yang lama, di kepalanya kini berbagai hal bertabrakan. Jadi, kebencian Oliver bukan karena ia adalah saingan cinta adiknya, tapi karena ia mungkin telah menyebabkan Sharon kecelakaan.
***
“Ada apa dengan wajah marahmu itu, Oliver? Kau masih memikirkan gadis kecil penyuka kupu-kupu itu?” Jailen Delano, satu-satunya sahabat Oliver memperhatikan wajah suram Oliver.
“Kenapa kau datang ke sini?” Oliver mengabaikan pertanyaan Jailen. Ia terbiasa serius.
“Aku baru kembali dari luar negeri, jadi aku mengunjungimu. Aku pikir kau akan kesepian mengingat hanya aku satu-satunya sahabatmu.” Jailen duduk di sofa.
Oliver meninggalkan meja kerjanya, ia berpindah ke dekat Jailen.
“Bagaimana kabar Sharon? Apakah dia sudah siuman?” tanya Jailen. Saat Sharon kecelakaan ia berada di luar negeri dengan transaksi penting yang tidak bisa ia tinggalkan, baru hari ini ia bisa kembali ke New York. Dan ia segera menemui Oliver ketika ia tiba.
“Sharon masih koma.”
“Apakah Sharin murni mengalami kecelakaan?”
“Ya. Sharon tidak bisa mengendalikan kendaraannya karena berkendara dengan kecepatan terlalu tinggi.” Oliver tidak bisa menjelaskan lebih banyak, membayangkan adiknya berada di dalam mobil yang terpental jauh membuat dadanya begitu sesak.
“Aku yakin Sharon akan segera sadar. Dia memiliki semangat hidup yang tinggi.” Seperti Oliver, Jailen juga menyayangi Sharon seperti adiknya sendiri. Dilahirkan sebagai anak tunggal membuat ia tidak bisa menyalurkan kasih sayangnya. Namun, perasaan itu murni sebagai persaudaraan.
“Aku tahu itu.” Oliver juga berpegang teguh pada keyakinan itu. Adiknya pasti akan hidup. Adik bodohnya itu masih ingin mengejar pria idiot yang bahkan tidak bisa menghargai perasaannya.
“Aku dengar kau akan bertunangan dengan Laurece. Apakah akhirnya kau menyerah mencari gadis kupu-kupumu?”
“Kakekku mengancam akan mati di depanku jika aku tidak bertunangan dengan Laurece. Kau tahu pria tua itu telah merawatku, jadi melihatnya mati di depanku itu sangat tidak mungkin.”
Jailen terkekeh kecil. Kakek Oliver menggunakan cara yang tepat untuk mengancam Oliver. “Jadi, kau benar-benar menyerah pada gadis kecil itu. Sudah belasan tahun berlalu, kau memang seharusnya berhenti. Mungkin saja saat ini gadis itu sudah menikah atau bahkan meninggal dunia.”
Oliver belum menyerah. Ia masih ingin menemukan gadis kecil yang ia tinggalkan tanpa kata-kata. Ia yakin gadis itu telah menunggunya untuk waktu yang lama. Dahulu gadis itu pernah berkata padanya, bahkan jika ia tidak datang ia akan tetap menunggu di taman.
Oliver ingin menjelaskan bahwa belasan tahun lalu ia tidak bermaksud meninggalkan gadis itu tanpa pemberitahuan. Neneknya meninggal, jadi ia harus pergi saat itu juga. Setelah itu banyak hal terjadi sehingga ia tidak bisa datang ke desa itu selama satu tahun. Dan saat ia bisa mengunjungi tempat itu, ia telah kehilangan gadis itu.
Ia telah bertanya ke tetangga di sekitar tempat tinggal gadis itu, tapi tidak ada yang tahu ke mana mereka pindah. Bibi gadis itu sombong, jadi tidak banyak tetangga yang peduli pada keluarga itu.