Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Keringat Malam

"Makanan kampung lagi."

Ratna memperhatikan menu makan malam yang sudah tersaji di hadapannya.

"Nayla, sampai kapan kamu akan menghidangkan makanan kampung seperti ini terus. Seharusnya sebagai seorang istri pengusaha sukses kamu harus bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan yang ada, bukan membawa kehidupan miskinmu masuk ke keluarga ini."

Kata-kata itu seperti pisau yang menyayat hati Nayla.

"Maaf, Ma. Nanti aku akan coba belajar memasak masakan modern seperti keinginan Mama," jawabnya dengan lembut.

"Enggak perlu, kamu pikir perutku ini bisa menunggu mu belajar. 3 tahun menikah aja kamu nggak mampu memberikan keturunan, apalagi memasak."

Nayla seketika terdiam, bibirnya terasa kaku. Ingin sekali Nayla menjawab setiap kata yang keluar dari mulut ibu mertuanya. Namun, rasanya kata-kata itu tertahan di kerongkongannya.

"Sayang," panggil Bayu dengan lembut. Namun, mampu membuat Nayla terkejut. "Tolong panggilkan Indri di kamarnya." Bayu tersenyum lembut.

Nayla hanya mengangguk kecil, ia segera berdiri dan meninggalkan meja makan.

Nayla yang sudah berdiri di depan kamar Indri langsung mengetuk pintu kamar dengan perlahan sambil memanggil nama Indri.

Tidak berapa lama Indri membuka pintu kamarnya. "Mbak Nayla. Ada apa?"

"Mas Bayu dan Mama sudah menunggu mu di meja makan."

Nayla berusaha tersenyum walaupun hatinya masih terasa begitu perih karena kata-kata Ratna.

"Oh, ok." jawabnya singkat.

Mereka segera berjalan ke arah meja makan.

"Selamat malam semua," sapa Indri yang sudah berdiri di dekat meja makan.

"Malam, Sayang. Ayo kita makan malam bersama!" Ratna mempersilahkan Indri untuk duduk.

"Terima kasih, Tante." Indri langsung menarik kursi yang ada di samping Bayu dan segera duduk.

Sementara Nayla terlihat mematung memperhatikan Indri. Bagaimana tidak, kursi yang digunakan Indri saat ini adalah kursi yang biasa ia gunakan selama menjadi istri Bayu.

"Tadi sore dia mengambil perhatian suami dan mertuaku, dan sekarang dia mengambil kursi yang seharusnya menjadi tempatku. Setelah ini apalagi yang akan ia ambil?" Pikir Nayla.

"Sayang, kamu kenapa?" Bayu segera menggenggam tangan Nayla.

"Enggak apa-apa, Mas." Nayla tersenyum, matanya terlihat melirik ke arah Indri.

"Maaf, ini tempat Mbak Nayla. Kalau gitu silahkan duduk, aku bisa pindah di tempat lain." Indri segera berdiri dari tempat duduknya. Namun, dengan segera Ratna memegang tangan Indri.

"Enggak perlu, sudah kamu duduk aja di kursi itu. Nayla bisa duduk di tempat lain," ucap Ratna sambil melirik Nayla.

"Tapi, Tante."

Belum sempat Indri menjawab Nayla segera memotong ucapannya. "Mama benar, aku bisa duduk di tempat lain." Nayla segera duduk di salah satu kursi berseberangan dengan Indri.

Beberapa saat suasana terasa hening, hanya ada gesekan sendok dan piring yang terdengar di ruangan itu. Nayla, sebenarnya enggan menikmati makanan di hadapannya, tapi demi agar tidak terlihat lemah di hadapan Ratna, Nayla berusaha untuk tetap menikmati setiap momen yang begitu menegangkan itu.

Sesekali Nayla berusaha melirik Indri dan Bayu secara bergantian.

"Mas, kamu coba deh opor ayam ini, rasanya enak banget." Indri tiba-tiba mengambil potongan opor ayam dan langsung meletakkan di piring Bayu.

"Ehm … rasanya emang benar-benar enak," Bayu mengunyah suapan pertamanya. "Nayla memang pandai dalam hal mengurus rumah, tapi sayang dia nggak pandai dalam merawat tubuhnya."

Kata-kata itu tiba-tiba keluar begitu saja dari mulut Bayu tanpa ia sadari. Nayla merasakan sakit yang luar biasa di dalam dadanya, dadanya terasa semakin sesak mendengar ucapan Bayu.

"Eh, Nayla. Kamu dengar sendiri kan apa yang dikatakan Bayu, kamu itu pandainya dalam pekerjaan rumah alias pembantu. Dan bodoh dalam mengurus tubuhmu," Ratna menatapnya dengan penuh hinaan.

"Mama!" Bayu langsung menoleh ke arah Ratna.

"Sayang, aku minta maaf, ya. Aku nggak bermaksud menghinamu." Bayu segera meraih tangan Nayla dengan erat. Ia berusaha meyakinkan Nayla jika apa yang ia ucapkan barusan di luar kesadarannya.

Nayla segera melepas genggaman tangan Bayu. "Enggak apa-apa, Mas." ucapnya dengan tenang. Nayla segera berdiri dari tempat duduknya. "Maaf, aku permisi dulu."

Nayla langsung meninggalkan meja makan.

Tetap berada di meja makan bagi Nayla hanya akan menambah rasa sakit hati yang semakin dalam. Kedekatan antara Bayu dan Indri saja sudah membuat dadanya sesak, dan kini ia harus mendengar hinaan dari Bayu, suaminya sendiri.

"Apa aku seburuk itu, sampai Mas Bayu menghina fisikku di hadapan Indri?" Nayla bicara pada dirinya sendiri, ia memperhatikan penampilannya dari balik cermin.

Nayla yang dulu seorang gadis desa yang cantik dan berkulit bersih, kini berubah menjadi seorang ibu rumah tangga yang lusuh. Rambutnya yang dulu selalu tergerai indah, kini justru terlihat begitu lepek. Bagaimana tidak, sejak menikah dengan Bayu, pria itu tidak pernah memberikan uang untuk melakukan perawatan ataupun membeli beberapa keperluan make up.

Bayu selalu memberikan pendapatannya setiap bulan kepada Ratna, ibunya, dan itupun hanya cukup untuk keperluan satu bulan. Jika ada kekurangan dalam keperluan, maka Nayla yang harus mencari solusi untuk memenuhi semua kekurangan yang ada.

“Sayang, aku minta maaf ya. Aku nggak bermaksud untuk membuatmu tersinggung.” Tiba-tiba Bayu sudah memeluk Nayla dari belakang.

Nayla hanya tersenyum kecil.

“Enggak apa-apa, Mas. Aku ngerti kok.” Nayla segera berbalik menghadap Bayu. “ya udah sekarang kita istirahat yuk! Kamu pasti capek seharian bekerja.”

Keduanya segera berjalan ke arah ranjang untuk segera tidur.

"Mas Bayu kemana, kok nggak ada?"

Nayla yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya terlihat bingung saat melihat Bayu tidak ada di tempat tidur.

"Apa mungkin dia di kamar mandi? Tapi sepertinya kamar mandi kosong."

Nayla berusaha mendengar suara kran air dari kejauhan.

Nayla segera bangun dari tempat tidur, ia melirik ke arah jam dinding. Jam menunjukkan pukul tiga dini hari.

Nayla paham benar bagaimana kebiasaan Bayu, pria itu tidak pernah tidur sampai larut malam sekalipun itu karena pekerjaan. Bayu lebih memilih lelah di sore hari daripada harus menahan kantuk saat malam hari.

"Dimana Mas Bayu, apa mungkin …." Nayla tiba-tiba terdiam, entah kenapa ingatannya langsung pada Indri.

Nayla yang penasaran dengan keberadaan suaminya memutuskan untuk keluar dari kamar dan mencari suaminya. Namun, baru saja ia turun dari ranjang tiba-tiba pintu kamar terbuka.

Bayu masuk ke dalam kamar dengan wajah yang sudah basah oleh keringat.

"Kamu dari mana, Mas? Kok kamu bisa keringetan gini?"

Nayla mengusap keringat yang menempel di dahi Bayu. Tidak hanya itu, sebagian baju Bayu juga sudah mulai basah karena keringat.

"Aku baru saja dari halaman belakang, sejak tadi aku nggak bisa tidur karena udaranya begitu panas." Bayu terlihat begitu tenang, ia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda jika dirinya sedang berbohong.

Bayu langsung membuka baju piyama yang ia gunakan. Dan meletakkannya di keranjang pakaian kotor.

"Panas, kamar sedingin ini dia bilang panas?"

Nayla mengerutkan keningnya, ia menatap wajah Bayu dengan begitu lekat seolah mencari jawaban akan perkataan suaminya baru saja.

"Kenapa aku merasa Mas Bayu sedang menyembunyikan sesuatu dariku, tapi apa." Batinya sambil terus memperhatikan Bayu yang sudah berdiri di dekat lemari pakaian.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel