BAB. 5 Terbangun Satu Ranjang
"Mami, sepertinya latar belakang gadis itu tidak begitu penting saat ini. Mau tidak mau Indra harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang telah menodainya. Apakah Mami tidak lihat noda darah yang banyak di atas seprei tadi?" tutur sang suami.
"I ... iya, Pi. Gadis itu sudah tidak suci lagi, dan semua karena Indra." Nyonya Endang sudah tidak dapat menyembunyikan rasa sedihnya saat ini mengingat kejadian yang menimpa putranya.
Tak berapa lama setelah itu, ponsel Asisten Aji berdering. Dia pun segera
mengangkatnya. Ternyata panggilan telepon itu berasal dari salah seorang anak buahnya yang menginformasikan jika keberadaan Indra telah ditemukan.
Asisten Aji segera menginformasikan hal tersebut kepada Tuan dan Nyonya Aharon.
"Tuan, Nyonya. Lokasi Tuan Muda telah ditemukan," serunya kepada kedua majikannya.
"Papi, ayo kita segera ke sana!" seru Nyonya En kepada suaminya.
"Iya, Mi. Kita memang harus ke tempat itu dan menemui Inda. Aji tolong antar kami ke sana," perintahnya kepada sang asisten.
Lalu tiba-tiba seorang sekuriti rumah Keluarga Aharon, menghampiri Asisten Aji dan membisikkan sesuatu di telinganya.
Mendengar kabar terbaru yang disampaikan oleh sang sekuriti, sang asisten pun kembali angkat bicara,
"Tuan, Nyonya. Berdasarkan informasi yang saya dapatkan, para wartawan telah banyak berdatangan di depan pagar rumah. Mereka semua berkerumun di sana untuk mendapatkan berita terbaru mengenai Tuan Muda."
"Apa?" Lagi-lagi keduanya sangat kaget.
"Jadi kita tidak bisa ke luar rumah, Aji?" seru Nyonya Endang.
"Aji! Cari alternatif jalan yang lain yang bisa kita tempuh untuk menuju ke lokasi di mana Indra berada," perintah Tuan Irwan.
"Jalan satu-satunya untuk ke luar dari rumah, yaitu melalui pintu pagar di bagian belakang. Anda berdua harus berjalan ke sana sekarang. Di luar pagar, telah menunggu sebuah mobil yang akan membawa Anda ke tempat Tuan Muda saat ini. Saya akan ikut serta di mobil lain."
Setelah mendengarkan
penjelasan dari Asisten Aji. Tuan dan Nyonya Aharon pun mulai melangkah ke luar dari rumah megah itu menuju ke halaman belakang.
Dengan cepat keduanya masuk ke dalam mobil yang dari tadi menunggu mereka di luar pagar belakang rumah.
Mobil pun melaju perlahan meninggalkan Kediaman Aharon yang telah dipenuhi oleh para wartawan.
Di sebuah bar, tepatnya di dalam kamar,
Yana mulai terbangun dari tidurnya. Demikian halnya dengan Indra. Saat ini mereka saling berpelukan sambil masih memejamkan mata. Ternyata rasa kantuk dan kelelahan masih merasuki keduanya saat ini.
"Aku sedang memeluk apa? Kenapa rasanya empuk? Hei, ini benda apa? Kok terasa sangat kenyal dalam genggamanku?" Dengan mata masih tertutup Indra malah asyik meremas kedua gundukan milik Yana yang membuat perempuan itu mulai terbuai dengan permainan panasnya.
"Ah!" satu desahan lolos dari bibirnya.
Yana mencoba membuka matanya, dia tidak terima jika jari-jari itu menyentuh dua aset pribadinya.
Sementara Indra yang penasaran juga ingin melihat secara langsung benda kenyal yang membuatnya terus ketagihan meremasnya.
Karena saling penasaran, tiba-tiba keduanya pun sama-sama membuka mata mereka.
"Aaaaah ....!" teriak Indra dan Yana serentak.
Lalu perempuan itu melihat tangan Indra yang sedang meremas kedua bukit kembarnya tanpa penghalang sedikit pun.
Mata lapar Indra juga dapat melihat dua aset pribadi milik Yana yang sangat begitu padat, besar dan pas dalam genggaman tangannya.
Keduanya pun mulai berteriak lagi,
"Aahhhhh!" teriak keduanya serentak. Melihat Indra yang seenaknya memegang kedua bukit kembarnya yang masih suci. Membuat Yana menjadi emosi.
Perempuan itu dengan segera menendang tubuh polos Indra yang tidak mengenakan sehelai benang pun sampai pria itu tersungkur jatuh ke bawah lantai.
Mata Yana sedikit ternoda melihat alat tempur milik Indra yang sedang tegak berdiri dan siap untuk bertempur. Perempuan itu sangat kaget, karena mendapati jika dirinya juga telanjang sama seperti Indra.
"Auch! Tante Yana! Sakit tahu!" seru Indra yang segera berdiri dari lantai, tempat dirinya terjatuh karena di tendang oleh perempuan itu.
Indra pun mulai berdiri
di hadapan Yana sambil berkacak pinggang, dengan posisi senjata pamungkas miliknya telah berdiri tegak.
Sepertinya pria itu masih belum menyadari jika dirinya sedang telanjang.
Yana yang baru saja mengambil posisi duduk di atas tempat tidur, membuat selimut yang menutupi tubunya, tersingkap begitu saja. Pemandangan alam yang sungguh indah, dua bukit kembar miliknya terpampang nyata di hadapan Indra saat ini.
"Tante Yana!" ucap Indra.
"Indra ... bocah ingusan!" lirih Yana.
"Aaaah ....!" teriak keduanya bersamaan.
Yana segera menutupi kedua bukit kembarnya dengan selimut. Sementara Indra mencoba menutupi alat tempurnya dengan kedua tangannya. Pria itu segera memakai celana boxer miliknya yang berada di bawah lantai kamar mewah itu.
Pakaian mereka terlihat berantakan dan berceceran di lantai. Pemuda itu segera memungutnya satu persatu.
"Ndra, berikan pakaianku!" tutur Yana setengah menghardik sang pria.
Indra segera meraih pakaian milik Yana yang terlihat berantakan di bawah lantai. Lalu memberikannya kepada perempuan itu.
"Indra! Kenapa aku bisa berada di dalam kamar bersamamu? Apa yang terjadi tadi malam?" tanyanya sambil mulai memakai pakaiannya dari balik selimut.
"Aku juga kurang tahu Tante. Tadi malam aku mabuk berat. Aku tak mengingat apa-apa." Indra pun mulai menceritakan kepada Yana, jika dirinya menemui sang wanita di dalam toilet.
"Tante tiba-tiba pingsan. Makanya aku membawa Tante ke dalam kamar ini," jujur Indra.
"Terus apa yang terjadi setelah itu?" tanya Yana penuh amarah.
Pikirannya tiba-tiba menjadi kalut saat melihat begitu banyak bercak darah yang telah mengering, di atas kain seprei.
"Dari mana asal darah yang berceceran ini? Indra jawab! Apa yang telah kamu lakukan kepadaku tadi malam?" teriak Yana tak terima, jika Indra Aharon pria yang nota bene umurnya lebih muda sebelas tahun darinya, telah
menikmati tubuh sucinya secara cuma-cuma.
Indra tiba-tiba bingung, kenapa sedikit pun dia tidak mengingat apa yang telah terjadi tadi malam dengan dirinya dan wanita dewasa itu.
"Jawab anak kecil! Kamu kok malah diam?" Yana menjadi semakin jengkel kepada Indra yang malah bertingkah aneh.
Indra terlihat memegangi kepalanya yang tidak merasa sakit sama sekali. Pemuda itu
sedang mengingat-ingat apa yang telah terjadi tadi malam. Namun sedikit pun, dirinya tidak mengingat apa pun.
"Indra, jawab! Jangan membuatku semakin jengkel!" ketusnya kepada pria itu.
"Tante, maaf. Aku tidak mengingat apa pun yang telah terjadi diantara kita tadi malam," serunya dengan sangat menyesal.
"Apa? Kamu jangan bercanda Indra! Masa kamu tidak mengingat apa pun?" serunya tak percaya.
"Aku sedang tidak bercanda, Tante. Aku memang tidak
mengingat apa pun. Tapi Tante tenang saja aku akan bertanggung jawab," ucap Indra tegas.