Bab 1 Kecelakaan Kecil
"Huaaa ... Mamaaaa ...." Suara tangisan kencang terdengar dan membuat seorang pria yang sedang duduk di sebuah kursi panjang sambil menikmati segelas es kopi terkejut dan menoleh ke arah datangnya suara.
Dari posisinya duduk, dia melihat seorang anak laki-laki yang tergolek di jalan bersama sepedanya yang tergeletak tak jauh darinya sedang menangis tanpa ada yang perduli, meskipun keadaan taman cukup ramai. Melihat anak itu tak ada yang memperhatikan dan terus menangis sambil memegang lututnya yang kesakitan, pria itu bergegas bangun dari duduknya dan meletakkan gelas ke kursi, lalu menghampiri anak itu yang belum dihampiri untuk dibantu sama sekali.
"Kenapa si Ozil?" tanya seorang pria bewok, tapi botak menatap kepergian pria tadi yang disebut Ozil.
"Kayaknya mau samperin anak itu, deh!" jawab pria lain yang duduk di sebelah Ozil tadi.
Dengan sigap, Ozil mendekat dan membangunkan anak kecil itu yang terjatuh dengan posisi telungkup dan memeriksa luka yang ada di kaki. Matanya melihat jelas luka gesekan yang ditimbulkan oleh aspal hingga membuatnya sedikit berdarah.
"Huaaa ... sakit!"
"Tidak apa-apa, Sayang. Jangan nangis. Ada Om di sini," ucap Ozil menghibur dan perlahan membuat anak kecil itu sedikit mengecilkan suara tangisannya.
"Sakit, Om. Perih!" ujarnya merajuk yang terus menatap luka di lutut kirinya.
"Tidak apa-apa. Setelah diobati nanti akan sembuh. Jagoan tidak boleh nangis nanti bisa diketawain monster dan dibilang cengeng!" ucap Ozil menghibur dan dalam sekejap anak itu pun menghentikan tangisannya sambil menatap saksama padanya.
"Tak mau, Om. Ultraboy selalu menang lawan monster jahat. Tak boleh kalah kata Mama!" jawab anak itu yang langsung terbawa akan cerita yang dilontarkan oleh Ozil.
Senyum kecil pun terukir di bibir Ozil karena sudah berhasil mengalihkan perhatian anak itu sehingga membuatnya berhenti menangis. Dia pun mengangkat tubuh anak itu dalam gendongannya dan menuntun sepeda tersebut untuk menuju kursi tadi di mana dia berbincang dengan rekannya yang memperhatikan dari kejauhan. Ketika sampai, Ozil langsung mendudukkan anak kecil itu ke kursi bersama sepeda yang diletakkan di sebelahnya.
"Ada apa adik kecil? Kok nangis?" tanya Juki menatap pada anak kecil itu yang terlihat meringis dan begitu menyayangi luka gores di lututnya sambil ditiup.
"Okan jatuh di sana!" jawabnya lucu sambil menggumamkan namanya sendiri.
"Kok bisa jatuh? Pasti bawa sepedanya sambil melamun, ya?" seru Juki lagi yang langsung dibalas gelengan oleh anak itu yang mengaku bernama Okan.
"Tidak melamun, Om. Okan lagi lihat cewek cantik di sana, terus ... terus jatuh, deh!" Jawaban polos yang dilontarkan oleh Okan seketika membuat Juki terbahak. Begitu juga Ozil yang ikut terkekeh sambil menggelengkan kepala akibat mendengar jawaban polos dari bibir lucu itu yang sedang mengerucut.
"Hahaha ... anak akhir jaman kelakuannya ada-ada saja. Masih piyik sudah paham dengan cewek cantik. Kalah kau, Sur!" kekeh Juki sangat geli dan berujung pada Mansur yang melotot.
"Jangan bawa-bawa aku, deh, Juk. Lempar sandal, nih!" timpal Mansur paham ucapan Juki karena menyindirnya yang baru saja ditolak oleh janda muda di gang sebelah.
"Coba katakan pada, Om. Mana cewek cantiknya? Sekalian juga Om pengen kenalan!" seru Juki lagi yang langsung membuat Okan kembali cemberut karena tidak terima jika gebetannya direbut.
"No no no. Tak boleh kenal. Tak boleh ambil. Itu gebetan Okan. Tak boleh bagi-bagi!" jawabnya lagi sambil menggeleng kuat yang kembali menghadirkan gelak tawa di antara Juki dan Mansur kini yang mendadak dapat hiburan gratis. Ozil yang sejak tadi berdiri akhirnya berjongkok di depan Okan, lalu berujar jelas.
"Okan tunggu di sini dulu, ya. Om ke mobil dulu untuk ambil obat buat lukanya. Ok?" kata Ozil yang mendapat anggukan dari Okan yang menatap kepergiannya.
Ozil bergegas pergi dan ditatap datar oleh Okan hingga hilang dari pandangannya karena banyaknya kerumunan pengunjung di taman tersebut. Okan menoleh pada Juki dan Mansur yang masih tersenyum geli karena celotehannya barusan, hingga mulutnya mengatup tatkala terdengar sebuah pertanyaan dari Okan.
"Om tadi namanya siapa?" tanya Okan penasaran dan menatap lurus pada Juki yang sedang memegang sebuah botol berisi air dingin.
"Itu namanya Om Ozil. Dia cowok paling ganteng di taman ini. Om Mansur saja kalah. Iyakan, Sur?" jawab Juki dan selalu berujung pada Mansur.
"Elah, Juk. Kautanya atau menghina, sih!? Kalau tak ada anak kecil, sudah kutendang kau dari sini. Menguji kesabaran banget jadi orang!" jawab Mansur jengkel, tapi membuat Juki tertawa diikuti kekehan Okan yang merasa lucu melihat mereka bertengkar.
Tak berapa lama, Ozil kembali dari mobil sambil membawa sebuah kotak yang merupakan tempat dia menyimpan obat-obatan dan selalu disediakan dalam mobil. Ozil duduk di samping Okan dan dengan sangat telaten membersihkan luka serta mengobati luka di lututnya. Terlihat sekali Okan yang meringis karena merasakan pedih ketika cairan yang dioleskan pada kapas menyentuh luka itu.
"Aduh, perih, Om!"
"Tahan sedikit, ya. Nanti gak pedih lagi!"
Selagi Ozil mengoleskan obat tersebut, Juki terlihat menghibur Okan demi mengalihkan rasa sakitnya. Stelah selesai, Mansyur membawa segelas es dingin dan langsung diserahkan pada Okan yang menerimanya dengan senang hati. Dia menikmati es tersebut begitu lahap seolah tenggorokannya begitu kering, hingga tak lama berselang terdengar sayup-sayup di antara suara berisik para pengunjung seorang wanita yang terlihat menoleh kiri dan kanan sambil berteriak memanggil nama Okan. Mendengar namanya disebut, Okan langsung melepaskan sedotan dari mulutnya dan ikut mencari sumber suara tersebut hingga matanya membulat ketika melihat seorang wanita yang dia kenal berada tak jauh dari posisinya.
"Mak, Okan di sini!" teriak Okan dengan kencang sambil melambaikan tangan agar wanita itu melihatnya.
Benar saja, wanita itu akhirnya melihat lambaian tangan yang dilakukan oleh Okan dan berjalan cepat menghampiri serta langsung berjongkok di depan Okan yang duduk sambil menggoyangkan kedua kakinya yang menggantung.
"Ya ampun, Okan. Emak cari-cari dari tadi dan rupanya kamu ada di sini. Emak pikir kamu hilang!" seru wanita itu yang terlihat begitu panik bersama keringat yang terlihat di keningnya akibat berputar-putar taman mencarinya.
"Maaf, Mak. Okan tadi jatuh dan ditolong sama Om ganteng ini," jawab Okan jujur dan langsung membuat wanita tersebut menoleh pada Ozil yang tersenyum manis.
"Terima kasih, ya, Mas, sudah menolong Okan. Maaf sudah merepotkan!" ucap wanita itu yang langsung mendapat gelengan keras dari Ozil karena tidak merasa keberatan sama sekali sudah menolong Okan.
"Tidak apa-apa, Mbak. Hanya pertolongan kecil dan tidak merepotkan sama sekali," jawab Ozil yang masih memamerkan senyum terbaiknya.
Wanita itu pun berjongkok di hadapan Okan dan memeriksa luka yang baru saja selesai diobati oleh Ozil.
"Ya ampuuun, kenapa bisa sampai seperti ini, sih? Emak sudah bilang jangan ngebut bawa sepedanya. Jadi jatuhkan!" seru wanita itu yang yakin betul kalau Okan mengendarai sepeda barunya dengan ugal-ugalan.
"Maafin Okan, Mak. Soalnya tadi habis lihat cewek cantik dan mengejarnya sampai sini. Eh, eh, ada lubang gede. Jatuh, deh! Terus Okan nangis dan ditolong sama Om ganteng ini!" jawabnya polos serta membuat Ozil serta yang lainnya terbahak karena jawaban itu mampu membuat Juki terpingkal sambil memegang perutnya karena tak habis pikir dengan anak seusianya yang mengerti cewek cantik. Bahkan, rela mengejarnya hingga jatuh seperti itu.
"Astaga ... jadi jatuh gara-gara kejar cewek cantik?" seru wanita itu tak habis pikir dan diberi anggukan oleh Okan yang kini tertawa lebar hingga menampakan gigi ompong yang baru saja copot dua hari lalu.
"Hihihi ... habis cantik dan imut kayak Mama!" jawab Okan tertawa lebar dan sesekali menggerakkan lidahnya di celah gigi yang ompong.
Semua yang melihat ikut tertawa mendapati betapa genitnya Okan akibat terpesona dengan anak seusianya hingga terjatuh. Wanita itu ikut duduk di samping Okan dan berbincang bersama serta begitu akrab. Ozil juga terlihat luwes tanpa ada sikap risih sedikit pun pada wanita yang merupakan pengasuh Okan, yakni Mbak Nining.