2. Play With Sugar Baby
Chapter 2
Hujan lebat mengguyur kota Paris pagi itu. Di dalam sebuah mobil yang melaju membelah jalan kota Paris yang lengang dengan kecepatan sedang seorang pemuda tampan dengan rakus mencumbu bibir ranum Paris, erangan yang terlepas dari bibir Paris seolah mengalahnya suara derasnya air hujan yang bertubi-tubi berguguran dari atas langi mengenai seluruh benda isi alam semesta.
Udara terasa dingin tetapi tidak di dalam mobil itu, suasana semakin panas mana kala Paris duduk di atas pangkuan sang pemuda tampan, menguasai sang pemuda tanpa memberinya kesempatan untuk sekedar menggeram karena pemuda itu pastinya merasa risi dengan keberadaan orang lain di dalam mobil. Sementara Paris, ia tidak peduli. Ia mengerang, ia menikmatinya tanpa terganggu sedikit pun dengan gaya sensualnya, ia memuaskan dirinya berbuat sesuka hatinya terhadap tubuh pemuda yang berada di bawah kuasanya.
Sopir pribadi Paris hanya mampu menggelengkan kepalanya diam-diam, ia telah terbiasa melihat tingkah nyonya mudanya yang binal, ia telah terbiasa dengan suasana yang tak lazim di bangku belakang mobil yang sedang ia kemudikan.
Dargon sesekali melirik melalui kaca spion di depannya, memang seperti itulah nyonya mudanya. Sejak tuannya memutuskan untuk menikahi Paris, Dargon telah menduga rumah tangga tuannya tidak akan berjalan dengan baik. Menurut penilaian Dargon, Paris terlalu muda untuk tuannya, jiwanya masih terlalu labil mengingat jarak usia Mereka yang terpaut terlalu jauh. Tetapi, ia hanya seorang sopir yang ditugaskan untuk mengantarkan Paris ke mana pun ia mau dan tuannya juga tidak pernah berpesan kepadanya untuk melaporkan semua kegiatan Paris setiap harinya. Ia hanya ditugaskan untuk mengantarkan dan menunggu nyonya mudanya.
Dargon sama sekali tidak berniat ikut campur dalam urusan Paris, lagi pula Paris secara pribadi menurut pandangan Dargon, wanita itu memiliki jiwa yang sangat baik. Contoh kecil saja setiap Paris berbelanja begitu banyak hingga membuat Dargon kerepotan membawakan barang-barang belanjaannya, ia selalu memberikan beberapa lembar dolar untuk Dargon. Apalagi setiap kali nyonya mudanya pergi keluar negeri, ia tidak pernah melupakan Dargon beserta anak istrinya, ia selalu menyiapkan buah tangan untuk Dargon dan keluarganya.
"Dargon, antarkan kami ke apartemen biasa," ucap Paris dengan nada tidak sabar.
"Baik, Nona," jawab Dargon dengan sopan, ia tahu ke mana harus menuju.
Sebuah apartemen mewah yang memang disewa oleh nyonya mudanya yang tidak mau dipanggil nyonya, ia meminta semua pelayan di rumahnya memanggil dengan sebutan nona. Itu masuk akal karena Paris masih sangat muda, Paris masih merasa belum pantas menyandang predikat sebagai seorang nyonya.
Kazuma, nama sugar baby yang kali ini Paris pakai. Ia adalah pemuda tampan berasal dari Jepang. Seharusnya pemuda itu menjadi sugar baby milik Lea tetapi karena tiba-tiba Lea mendadak harus ikut pergi bersama suaminya ke Kuwait, ia memberikan dengan cuma-cuma sugar baby-nya kepada Paris.
Paris selalu menyambut sugar baby yang diberikan secara cuma-cuma kepadanya, bukan hanya itu. Para sugar baby itu dengan senang hati dilempar ke perlukan Paris karena kecantikan Paris yang luar biasa bahkan kebanyakan mereka rela tidak dibayar asal bisa menghangatkan ranjang Paris. Tetapi, bukan Paris namanya jika dia tidak melemparkan uang kepada sugar baby yang telah ia gunakan.
Ia adalah wanita kaya yang memiliki nama belakang Hubert, siapa pun di Perancis tahu kekayaan keluarga Hubert. Ia bisa membayar seratus sugar baby dalam sehari, ia memiliki segalanya bahkan ia tidak tahu bagaimana cara menghabiskan uangnya selain untuk membeli barang bermerek dan sugar baby yang akan bermain-main di atas ranjangnya yang dingin.
***
Paris mengerang, merintih di atas tubuh pemuda yang dibelinya. Matanya terpejam ia membayangkan seseorang yang sepadan dengannya. Seseorang yang mampu memberikan sentuhan kepadanya seperti yang ia inginkan, pria yang mengerti dirinya yang liar.
"Paris, kau sangat cantik," ucap Kazuma setelah mereka melakukan pergulatan panas yang berlangsung hampir tiga jam.
Kazuma itu tampak tak berdaya, sedikit pucat dan berantakan dengan beberapa luka di dadanya akibat cakaran kuku Paris. Semua pemuda yang Paris gunakan harus bersedia menggunakan obat-obatan terlarang untuk memuaskan gairahnya. Paris tidak mau tahu dan selama Paris belum puas, mereka tidak boleh selesai. Itulah Paris yang sesungguhnya.
Ia maniac dan di anggap gila oleh lawannya. Paris mungkin bisa di kategorikan sebagai pengidap hypersex.
"Kau juga cukup tampan," jawab Paris dengan gayanya yang acuh.
"Paris, andai kau belum bersuami aku ingin kau menjadi kekasihku," ucap Kazuma setengah bergumam.
Dia pasti mengalami halusinasi efek dari extaci.
Paris mengambil pakaian dalamnya, sambil memasang bra dan celana dalamnya ia berjalan menuju ke dapur, membuka lemari pendingin untuk mengambil sebotol susu murni lalu menuangkannya ke dalam gelas. Ia kembali menuju kamar lalu memberikan gelas yang berisi susu kepada Kazuma.
"Kenapa kau memberiku susu?"
"Minumlah, jangan banyak bicara," ucap Paris dengan nada memerintah.
Kazuma menurut, ia menerima gelas itu lalu meminum isinya hingga tandas. "Terima kasih," ucapnya.
Paris hanya menatap Kazuma tanpa minat. Lima menit kemudian Paris membuka mulutnya, "Apa kau sudah lebih baik?"
"Paris, aku serius."
"Serius?"
"Ya, aku serius ingin menikahimu jika kau bercerai dari suamimu," ucap Kazuma.
Paris tertawa. "Seberapa banyak kekayaanmu hingga kau berani ingin jadikan aku istrimu?" ia bertanya dengan nada menghina.
Ya, dia adalah Paris, sejak dulu ia selalu begitu bahkan sebelum ia menyandang nama Hubert di belakang namanya karena di Swiss orang tuanya juga merupakan orang berada. Sikapnya kepada para sugar baby yang telah ia pakai selalu sangat sombong, nada bicaranya selalu tajam dan meremehkan. Ia memandang sugar baby yang telah ia pakai adalah sampah. Tetapi, meskipun paris memiliki mulut tajam tidak satu pun sugar baby yang pernah diremehkannya akan marah kepadanya, tidak satu pun.
"Aku tidak terlalu kaya tetapi aku bisa menghidupimu, kita bisa tinggal di Jepang, orang tuaku memiliki perkebunan yang luas di sana," jawab Kazuma.
"Kau ingin mengajakku bertani?" Paris bertanya dengan nada dan ekspresi jijik.
"Tentu saja tidak," jawab Kazuma. Tatapan matanya tak lepas dari wajah Paris, ia menatap wajah Paris lekat-lekat.
"Cepat kenakan pakaianmu," ucap Paris. Ia mulai bosan dengan basa basi Kazuma yang menurutnya terlalu banyak.
"Apa kau pernah mengunjungi Jepang?" tanya Kazuma sambil mengenakan pakaiannya.
Paris hanya melirik Kazuma dengan ekor matanya.
"Kau harus mengunjungi negaraku, musim bunga sakura sangat indah. Jika kau mau aku bisa menjadi fotografermu."
"Aku bisa membayar fotografer yang terbaik di dunia jika aku menginginkannya, tidak perlu menyewa dirimu," cetus Paris. Ia ingin buru-buru menendang Kazuma keluar dari apartemennya.
"Tapi, aku ingin sekali memotretmu di bawah bunga Sakura, aku yakin bunga Sakura akan kalah cantik dibanding dirimu," ucap Kazuma.
"Kau terlalu banyak berbicara," gerutu Paris sambil mengeluarkan empat lembar uang pecahan 500 Euro dari dalam tasnya lalu meletakkannya di atas meja. "Tanda tangani ini, hubungan kita hanya sebatas di sini. Setelah kau keluar dari pintu itu kau tahu kan perjanjian kita?"
Sugar baby yang telah di bayar maka tidak akan pernah akan dipakai lagi dan mereka wajib bersikap tidak saling kenal jika bertemu di mana pun dan kapan pun.