Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 8

HAPPY READING

***

Bianca bergeming, ia merasakan tangan Alex berada di lengannya. Pria itu menyentuhnya hingga ia tidak bisa bernapas. Beberapa detik ia hanya bisa menatap tangan Alex. Ada sesuatu membuat Bianca ingin menarik diri. Oh Tuhan, not now! Not with him ! namun bibir Alex sudah mendarat di bibirnya.

Alex mencium Bianca dengan sangat lembut dan hati-hati, ia menunggu hingga Bianca melayangkan tangannya untuk menampar pipinya. Beberapa detik menunggu tapi tamparan itu tidak kunjung datang, ia beranggapan kalau Bianca mungkin masih terlalu shock apa yang telah ia lakukan. Jangankan Bianca dirinya saja shock apa yang telah ia perbuat.

Tapi saat ini, ia tidak bisa menjauhkan bibirnya ke bibir Bianca yang saat ini Bianca sama sekali tidak bereaksi. Ia tahu kalau tindakannya ini sangat tidak sopan dan dirinya sudah seperti bajingan yang sudah memaksakan dirinya pada seorang wanita yang jelas-jelas tidak suka kepadanya. Namun ia tetap memaksakan kehendaknya. Bibir Bianca sangat lembut dan manis, bahkan dengan berat hati ia akan menarik bibir itu dari bibir Bianca.

Ketika Alex akan menarik bibirnya untuk mengucapkan maaf, namun ia merasakan Bianca membalas ciumannya. Ciuman Bianca lebih mirip kecupan saking lembutnya dan kalau saja ia berkedip sedetik saja, mungkin dia akan terlewatkan ciuman-ciuman yang memabukan ini.

Semua kontrolnya hilang, Alex lalu meranngkum wajah Bianca dengan kedua tangannya. Dan Alex mendongaKkan wajah Bianca agar ia sejajar dengan wajahnya. Pandangan Bianca agak kabur, bibir Alex sudah melumat bibirnya dengan ganas. Satu tangannya membelai rambutnya dan menarik rambutnya kebelakang memaksa dirinya untuk mendongak agar dia bisa mencium dengan akses lebih mudah pada bibirnya.

Salah satu tangan Alex berada di sofa untuk menompang tubuh Bianca agar tetap membungkuk di depannya. Ciuman itu semakin intens, Alex menghisap bibir bawah dan atas secara bergantian. Baru saja ia ingin protes membuka mulutnya, namun Alex menggunakan kesempatan itu lebih ganas lagi menciumnya.

Bianca mencoba menyakinkan dirinya bahwa tindakannya ini salah. Alex adalah anak dari Peter, tidak seharusnya pria itu melakukan ini kepadanya. Ia sadar bahwa Alex adalah mimpi buruk untuknya. Dia benar-benar datang kepadanya untuk menghancurkan kehidupannya dan siap untuk membawanya ke neraka.

Pada saat ini bel peringatan berbunyi di dalam kepalanya. Ia mengangkat kepalanya ke atas tangannya mencoba mendorong dadaAlex supaya bisa mendorong agar menjauhinya. Tapi telapak tangannya menyentuh dada. Oh God! Dada Alex kerasa sekali, dadanya sanga hangat dan kulitnya halus. Kulit tangannya seperti ada magnet hingga tidak bisa menjauh darinya. Justru ia melingkarkan tangannya ke leher Alex.

“Al …” ucap Bianca ketika ia mencoba ingin melepaskan walau satu detik. Ia mencoba menyakinkan dirinya bahwa ia harus sadar. Namun Alex tetap menciumnya dengan ganas.

Ini benar-benar gila! Alexander benar-benar sudah berubah menjadi Lucifer, pria itu tidak memberinya jeda walau sedetikpun untuk bernapas. Ia seharusnya menendang Alex pada area di antara kedua pahanya. Namun pria itu justru memutar tubuhnya dan tubuhnya jatuh pada pangkuannya. Pria itu merapatkan tubuh, hingga tubuh mereka tidak ada jarak.

Alex sepertinya sangat puas dengan posisi ini, dan dia menyerangnya dengan antusias. Pada detik ini tubuhnya memberi respon positif. Dan hal yang tidak terduga, ia membuka mulutnya dan membalas lumatan-lumatan Alex. Selama ini ia tidak pernah sekalipun merindukan sentuhan laki-laki lain. Sekarang ia melakukannya, dan pria itu adalah Alexander.

“Ahhhh …” desah Bianca, ia memberi reaksi positif pada tubuhnya.

“Mmmhhh,” ucap Alex masih memangut bibir Bianca, ia membelai rambut Bianca sambil memainkan lidahnya di dalam mulut Bianca. Rambut Bianca sangat wangi dan halus, ia ingin sekali mencium seluruh tubuh Bianca saat ini juga. Ia mengendus aroma kulitnya, hembusan napas dan parfume nya membuatnya sangat candu.

Dari tatapannya, Bianca tahu kalau ia sudah melewati batas kemampuannya untuk berhenti. Apa ia akan melakukan ini dengan Alex. Ini apartemennya harusnya ia memberi batasan pada pria ini untuk menyentuhnya. Lovita yang ada di dalam kamar sudah pasti enggan keluar untuk melihatnya.

Tangannya mulai aktif merasakan otot-otot Alex bereaksi di bawah sentuhannya. Tidak ada satu bagian tubuhnya tertinggal dari sentuhannya. Bahu, dada, tulang rusuk, pinggang dan berakhir pada kepalanya. Bianca yakin ia sudah gila, ia memberi akses untuk pria itu menciumnya.

Bianca melepaskan bibirnya, ia tidak tahu sudah berapa lama mereka ciuman, “Sweet, baby,” bisik Alex.

Bianca menyembunyikan wajahnya di leher Alex, ia tidak mau Alex melihat wajahnya yang memerah, karena ekstasi yang ia rasakan pada bibirnya. Bibirnya terasa kebas akibat ciuman yang mereka lakukan. Bianca merasakan Alex mencium pelipisnya, kemudian dia berbisik ditelinganya.

“I want to take you right here right now,” bisik Alex.

Entah dorongan apa Bianca ia menarik wajah Alex dan menciumnya lagi untuk mencagah dia berbicara, “God that feels good.” Teriaknya dalam hati, pada detik ini Bianca menyadari bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh wanita untuk memuaskan laki-laki hanya dengan menciumnya. Ia memiliki dua pilihan menciumnya lebih atau berhenti di sini.

Tanpa ia sangka Alex mencengkram bahunya menjauhi dari bibirnya. Pria itu menatapnya dan ia menatap balik sambil mengernyitkan dahi, seakan tidak mengenalinnya. Ia juga bingung tapi Alex mendekatkan wajah pada bibrnya sebelum memberinya kecupan lembut di sudut bibir.

Alex kemudian membawa kepalanya ke lekukukan lehernya lalu memeluknya dengan erat.

Alex bingung dengan hatinya saat ini, kenapa ia merasa terlalu nyaman dengan wanita ini bahkan ia bisa 24 jam memeluknya. Detak jantungnya sekarang lebih dari kata normal.

“Kita harus berhenti sebelum kelewatan,” bisik Alex.

Ucapan Alex memang masuk akal menurut Bianca dan memang mereka harus berhenti. Bianca tahu ia salah harusnya ia tidak membalas ciuman Alex. Ia juga tidak tahu kenapa mereka berciuman? Kenapa ciuman mereka tidak bisa berhenti? Kenapa mereka bisa seperti ini? Harusnya mereka ada barrier, dan sialnya ia menyadari bahwa ini tidak bisa dihentikan.

Tanpa ia sangka bahwa Alex mencondongkan wajahnya dan ia mencium keningnya dan ia pun meleleh karena aksinya. Ia biarkan tenggelam dalam dalam kecupan Alex. Betapa damainya hatinya, ia menghirup aroma Alex dalam-dalam dan berpikir,

What the hell just happened? Apa yang harus ia lakukan setelah ini?

Alex melepaskan ciumannya, ia tersenyum menatap wajah cantik Bianca, “Saya suka ciuman kita, I can't stop kissing you. I know, you too,” ucap Alex pelan.

Alex menarik napas ia mengambil kemejanya di sofa, ia kenakan lagi kemeja itu dan mengancingnya. Ia menatap Bianca wajah wanita itu merah padam dan ia menahan tawa. Oh God, ia benar-benar bisa gila dengan wanita ini.

Mereka berdua sama-sama diam dalam keheningan dan menikmati rasa damai yang tiba-tiba menyelimuti mereka. Alex merapatkan tubuhnya ke arah Bianca dan ia memandang wajah cantik itu. Alex memberanikan diri meraih jemari lentik Bianca, ia genggam jemari itu.

“Ada hal yang perlu kamu tahu apa yang aku pikirkan saat ini.”

“Apa?”

“Tinggalkan ayah saya dan kamu hidup bersama saya. Sebagai imbalannya, saya akan memberikan apapun yang kamu inginkan.”

Bianca lalu terdiam, ia mencoba berdiri namun Alex menahannya. Tubuhnya gemetar dan agak bingung, bagaimana bisa menghadapi situasi ini. Ketika Alex berbicara seperti ini, ia bukan tidak suka, namun dia terlihat seperti pria yang sangat sexy, membuatnya tidak berpaling. Tanpa berhenti memandangnya.

“Lebih baik kamu pulang saja,” ucap Bianca, keberadaan Alex membuatnya tidak bisa berhenti berpaling jika terlalu lama berada di dekat Alex.

Alex berdiri lalu berhadapan dengan Bianca, “Saya tidak menyesal mencium kamu, dan kamupun begitu terhadap saya,” ucap Alex.

“Ciuman kita tadi saya anggap awal hubungan kita. Besok malam saya jemput kamu.”

“Jemput?”

“Saya akan ngajak kamu dinner.”

Alex melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 21.20 menit, “Saya memang sudah seharusnya pulang. Kalau satu jam lagi bersama kamu, saya yakin kita akan berakhir di ranjang.”

Bianca menelan ludah, ia memperhatikan Alex, beberapa jam yang lalu pria itu datang dalam keadaan rap. Sekarang rambutnya sedikit aca-acakan karena tadi tangannya menyisir rambut Alex. Kemejanya kelihatan agak kusut karena tadi dia membukanya dan menaruhnya secara asal di sofa. Penampilannya saat ini membuat darahnya mendidih bukan karena marah, namun ingin mendorongnya ke tempat tidur dan berc1nta saat ini juga, tidak peduli akibatnya apa.

“Apa kita perlu tidur bareng?” Tanya Alex.

Alex menyungging senyum, ia menarik napas menatap puas ekspresi wajah terkejut Bianca. Ia lalu melangkah mundur,

“Thank’s cookies-nya aku suka.”

Bianca tahu bahwa yang diucapkan Alex bukan bukan cookies. Ia melangkahkan kakinya menuju pintu utama dan ia masuk ke dalam lift.

“Sampai ketemu besok malam.”

Pintu lift tertutup dan membawa Alex menuju lantai dasar. Sementara Bianca terduduk di sofa, ia memegang jantungnya. Ini benar-benar gila, apa yang terjadi sebenarnya. Ia akui kalau mantan pacarnya hanya dihitung jari, tapi ia bukan seorang wanita idiot yang mau melakukan hal ini. Masalahnya ia mencium Alex yang buka siapa-siapanya.

Bianca mengibaskan tangannya ke wajah, suasana apartemen semakin panas, ia memandang Lovita keluar dari kamar memandangnya dengan tatapan bingung.

Lovita tidak menemukan Alex di sini bersama mereka.

“Alexander udah balik.”

“Iya sudah,” ucap Bianca, ia mengambil air mineral di meja dan ia meneguknya.

“Lo kenapa?” Tanya Lovita menyelidiki.

“Lo mau tau apa yang terjadi sama gue dan Alex?” Ucap Bianca.

“Apa?”

Bianca mengatur napasnya yang sulit diatur, ia diam beberapa detik agar menetralkan debaran jantungnya.

“Gue sama Alex ciuman.”

“Terus lo bales?”

Bianca mengangguk, “Iya.”

“Terus habis itu lo mau pilih anaknya atau bapakanya?”

Ingin rasanya mati sekarang juga, “Gue nggak tau. Gue kayaknya terperangkap sama game gue sendiri. Gue harus gimana?”

“Pilihan game antara dua stop atau lanjut. Stop hidup lo akan aman, kalau lanjut mereka itu punya power kuat. Bisa jadi lo bakalan mati di hadapan mereka berdua.”

Bianca menelan ludah, ia tahu arah pembicaraann Lovita. Ia menutup wajahnya dengan tangan, “Besok Alex mau ke sini.”

“Ngapain!”

“Ngajak gue dinner?”

“Lo mau?”

“Gue kayaknya nggak bisa nolak.”

Lovita memicingkan matanya, menatap Bianca, “You fell in love with him?”

“I don't know, but I like him.”

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel