Bab 7 Gagal Kenyot
Sekitar jam 4 sore, Ethan akhirnya pamit pada Evan untuk bertemu dengan Jon. Memastikan semua pekerjaan sudah diselesaikan Ethan tanpa ada yang terbengkalai, Evan pun mengizinkannya untuk pulang lebih dulu karena dia masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaan sedikit lagi. Dengan wajah cengengesan, Ethan keluar ruangan Evan yang kembali fokus pada layar komputer. Di saat baru saja pintu ditutup, sebuah notif menyambangi handphone yang Evan letakkan di meja dan diraihnya cepat. Melihat siapa pengirim pesan itu, senyum Evan pun mengembang dan membacanya dalam diam.
“Van, kembaran setanmu sudah otw belum? Aku bosan menunggu sudah satu jam dan pantat dia belum kelihatan juga. Sial!”
Tawa Evan pecah membaca pesan yang dikirim oleh Jon yang lagi-lagi mengoceh karena ulah Ethan yang sering ngaret. Dengan tawa yang belum reda, Evan mengetikkan sesuatu pada layar sebagai balasan.
“Pantat Ethan ketinggalan, nih, di kantor. Sengaja kutahan biar gak diajak sesat olehmu yang punya otak selangkangan!”
Setelah membalas pesan itu, Evan terus tertawa. Sudah tak aneh jika Ethan datang terlambat dan beralasan aneh-aneh nantinya. Deretan pesan makian terus menyambangi kolom chat dan membuat Ethan semakin terpingkal dan hanya membalas dengan stiker mengejek, hingga sebuah ketukan terdengar dan pintu pun terbuka. Melihat siapa yang datang, Evan terlihat biasa saja dan meletakkan handphone itu ketika sosok tersebut sudah berdiri di hadapannya.
“Ada apa?” tanya Evan mentaap sosok yang ada di hadapannya kini dan tengah menunggu.
“Maaf, Pak. Pak Ethan meninggalkan satu berkas yang belum dicek!” ujar wanita berparas cantik dan seksi dengan pakaian yang begitu ketat hingga menonjolkan setiap lekuk tubuh moleknya. Terdengar helaan nafas sebagai respon akan kalimat wanita itu yang tak lain adalah seorang staff dari bagian Accounting, Kamala Nino.
“Ethan sudah pulang. Jam berapa kauserahkan berkas itu padanya, hingga dia tak mengeceknya?” tanya Evan dengan suara terdengar cuek dan mengalihkan pandangan dari godaan dada besar yang seolah melambai ingin diraba milik Mala.
“Hmm ... barusan, Pak,” jawab Mala dengan suara pelan. Evan mendelik dengan alis kiri terangkat serta memicing ke arahnya.
“Kalau begitu bukan salahnya, tapi salah kamu sendiri kenapa terlambat menyerahkan berkas itu. Bukankah semua orang tahu kalau hari ini dia pulang cepat karena ada sedikit urusan di luar? Atau jangan-jangan?” kata Evan dengan suara tak bersahabat dan menatap lurus padanya serta menggantung kalimat yang membuat Mala terlihat panik.
“Hmm ... i-itu ... saya lupa kalau Pak Ethan akan pulang cepat. Maaf, Pak,” ujar Mala yang membuat sudut bibir Evan terangkat karena merasa sudah menciduk karyawannya yang memang sering genit tersebut.
“Letakkan saja berkasnya di meja. Nanti akan kucek!” ujar Evan akhirnya dan membuat Mala bernafas lega.
Mala terlihat memasang senyum manis. Tangannya menarik rok sepan hitam yang dia kenakan karena nampak tertarik ke atas dan terlihat tak nyaman di mata Evan yang berkerut kening. Sesekali juga tangan kanan Mala memainkan rambutnya seolah menunjukkan keseksian dirinya yang selalu merasa paripurna.
“Pak!”
“Kau boleh pergi. Aku akan meminta David untuk mengantarkan berkas ini padamu jika sudah selesai. Jadi, kau tak usah repot-repot menunggu di sini!” ujar Evan tegas dan membuat harapan Mala untuk bisa berduaan dengan Evan sirna.
Dengah berat hati, Mala akhirnya keluar ruangan. Dia menutup pintu dengan kesal dan mengoceh tanpa suara juga bibir yang sudah menyan-menyon. David yang tengah duduk tentu melihat Mala yang baru keluar dari ruangan Evan dan yakin sikap macam apa yang sudah dibuat oleh bosnya itu karena dikenal galak.
“Sejak kapan kau ada di ruangan Pak Evan?” tanya David yang memang tak tahu kalau Mala masuk ke ruangan Evan karena sedang ke toilet.
Mala menoleh jutek dan menghampiri meja David dengan sombong sambil berlenggak lenggok bak model papan seluncur. Dada montok Mala yang membusung di balik kemeja kekecilan membuat David menelan ludahnya karena rasa tertahan di tenggorokan.
“Astaga ... itu baju yang kekecilan atau toket yang kegedean, ya? Gak kebayang kalau aku yang haus kasih sayang ini harus nenen sama dia. Enak kali, ya, nenen sambil dielus-elus!” batin David terus mengembara ke mana-mana bersama wajah mesumnya yang tentu dilihat jelas oleh Mala dan sudah berdiri di depan meja sambil bersilang tangan di kedua dadanya yang besar.
“Lihata apa? Mau netek?” kata Mala dengan suara tegas menawarkan pada David yang tak berkedip menatap dada Mala karena nampak jelas di pinggir mata. Tanpa kata, David mengangguk dengan mulut menganga seolah iler akan menetes.
Mala yang memiliki otak se-ons, tanpa ragu memutar untuk mendekti David dan berdiri di samping kirinya. Tanpa sungkan, Mala menarik kepala David hingga menempel pada dada besarnya.
“Buruan kalau mau nenen!” kata Mala yakin dan membuat mata David melotot ketika sadar jika wajahnya sudah bersentuhan dengan dada Mala yang empuk-empuk keras. Di saat David belum bereaksi atas tawaran Mala, tiba-tiba pintu ruangan Evan terbuka dan sontak membuat mata Evan melotot nyalang. Tak sadar jika Evan tengah melihat perbuatan mesum itu, Evan langsung berteriak dan membuat keduanya menjauh satu sama lain.
“NETEK TERUS JANGAN SAMPAI LEPAS!”
David langsung kaget dan sontak berdiri dari duduknya. Tanpa sadar, David mendorong tubuh Mala dan bersyukur dirinya tak membentur dinding akibat kaget. Mala pun langsung salah tingkah dan merapikan pakaiannya dan berdiri berdampingan kini dengan wajah sedikit menunduk. Evan berdiri di hadapan mereka dan menatap bergantian tak suka. Ya, Evan tentu tak suka seseorang berbuat amoral di kantornya dan terciduk langsung olehnya. Evan tak bersuara, lalu meletakkan berkas yang Mala kenali adalah miliknya tadi.
“Enak gak susunya, Vid?” tanya Evan yang membuat hati David mencelos dengan mata terkejut.
“Bos!”
“Lain kali, kalau minta susu ke Mala jangan langsung sedot begitu. Minta Mala sediakan di botol saja. Bukan apa-apa, Vid. Aku cemas saja kau bisa mati kekenyangan!” sindir Evan yang membuat David garuk kepala karena malu dan Mala melotot juga malu.
“Ini salah paham, Bos. Aku belum sedot, kok. Setetes pun belum karena Bos keburu datang. Iyakan, La?” tutur David berusaha meluruskan kesalahpahaman yang ada.
“I-iya, Pak. Belum nyedot, kok. Kalau Pak Evan keluarnya nanti-nanti, mungkin David sudah sedot banyak!” jawab Mala yang membuat mata David mendelik. Evan menatap bergantian ke arah mereka yang memang tak memilki urat malu. Dia menghela nafas dan berujar kembali.
“Ini peringatan pertama dan terakhir dariku. Jika sekali lagi kudapati atau kudengar kalian main kenyot-kenyotan, akan kupecat kalian tanpa pesangon. MENGERTI?” kata Evan dengan suara tegasnya serta tanpa senyum.
“Tapi Bos?” kata David coba memberi sanggahan.
“Nurut atau kugiring kalian ke KUA?” Maka ciutlah hati David dan melirik Mala yang justru cekikikan.
“Dan kau Mala. Mulai besok, panjangkan rokmu dan longgarkan bajumu. Gunakan make up sewajarnya dan jangan menggoda staff lain di kantor. Kerja wajah macam lenong dan tetek diumbar ke mana-mana!” oceh Evan vulgar dan membuat Mala berpikir dan menatap dirinya sendiri.
“Kalau goda di luar kantor, bolehkan, Pak?” tanya Mala tak tahu malu.
“BUKAN URUSANKU!” Setelah menjawab dengan kesal, Evan melangkah pergi kembali ke ruangannya. David menggaruk kepalanya yang mendadak gatal. Rasa malu lebih dominan di hatinya karena terciduk oleh Evan, terlebih pasangan duetnya adalah Mala yang memang dijuluki wanita penggoda.
“Sial banget, sih! Belum apa-apa sudah kena peringatan. Mending kalau sudah kenyot, jilat saja belum sudah apes!” cicit David kesal sendiri dan melirik pada Mala yang memasang raut cemberut.
“Kalau masih penasaran, kita lanjutkan di toilet saja, yuk!”
CUT!
21 Desember 2020/09.05