Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Diculik

Lisa bangun pagi seperti biasanya. Dia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 5 pagi dan bergegas membersihkan diri. Setelah berganti pakaian, dia melihat meja kecil di sudut kamar di mana sebungkus roti tergeletak sebagai menu sarapan paginya. Lisa meraih sebotol air mineral dan duduk di karpet menikmati sarapan sederhananya. Baru saja dia menikmati satu gigitan roti dan mengunyahnya pelan, terdengar ketukan di pintu yang cukup keras hingga membuatnya kaget.

‘Tok tok tok'

Bunyi ketukan pintu terdengar berulang. Lisa menatap ke arah pintu dan terdiam. Pikirannya tiba-tiba teringat akan surat yang tergeletak di lantai ketika dia pulang semalam dan yakin jika yang datang pasti ibu kontrakan untuk menagih uang sewa.

"Pasti Bu Rini yang datang. Bagaimana ini?" gumam Lisa dengam jantung tiba-tiba berdebar karena cemas.

Semakin lama, ketukan di pintu terdengar keras dan berubah gedoran di pintu serta diiringi teriakan memanggil nama Lisa. Hal itu membuatnya langsung berdiri dan meletakkan rotinya ke karpet untuk bergegas bangun. Dengan nyali apa adanya, Lisa harus menghadapi Bu Rini dan membukakan pintu yang maish terkunci.

'Ceklek'

Pintu pun dibuka oleh Lisa dan dengan kasar Bu Rini mendorong daun pintu hingga terbuka lebar dan mengagetkan Lisa.

"Kamu cacat, ya, sampai lama begitu cuma buka pintu?" bentak Bu Rini yang sudah mengeluarkan taringannya dan berkacah pinggang serta kedua mata yang membuat hati Lisa mencelos.

"Ma-maaf, Bu," sahut Lisa terbatah dan sedikit menunduk.

"Mana uang sewa kontrakan? Cepat berikan!" teriak Bu Rini lagi dengan suara kuat dan mengulurkan tangan kanan ke hadapan Lisa yang terpaku.

"Ma-maaf, Bu. Saya belum ada uang karena gajian baru minggu depan. Kalau sudah ada, pasti akan saya bayar," jawab Lisa dengan suara pelannya.

"Hallah, alasan saja kamu. Bukankah kau sudah tahu peraturan di kontrakan ini tak boleh nunggak. Jadi kau harus segera bayar atau segera angkat kaki!" cicit Bu Rini kasar dengan mata nyalang. Lisa menggeleng. Ya, meski belum bayar, Lisa tak mungkin pergi dari kontrakan itu karena tak tahu harus pergi ke mana untuk berteduh.

"Jangan usir saya, Bu. Saya janji pasti akan bayar jika sudah gajian. Saya mohon beri kelonggaran hingga minggu depan. Saya tak punya uang saat ini dan hanya memiliki 50 ribu saja di dompet. Saya mohon, Bu!" tutur Lisa dengan suara memohon serta raut terlihat pucat.

Tanpa menimpali, Bu Rini masuk ke dalam kontrakan kecil itu dan meraih tas slempang Lisa yang dia obrak-abrik isinya. Dia tersenyum sinis melihat apa yang dia temukan di dalam tas itu.

"Sial. Gadis ini benar-benar tak ada uang!" suara hati Bu Rini menemukan kebenaran dari ucapan Lisa. Tanpa ragu, Bu Rini langsung mengambil uang itu dan tentu dilihat Lisa yang tak berkutik di dekat pintu. Dia berbalik dan menatap tajam pada Lisa yang menunduk takut.

"Kau benar-benar gadis payah. Kusarankan lebih baik kaujual diri saja untuk dapatkan uang. Kau cantik dan pasti bernilai tinggi. Daripada seperti ini, kau justru membuatku rugi. Awas saja kalau kau tak segera bayar!" oceh Bu Rini tajam dan membuat hati Lisa sakit akan sarannya barusan.

Setelah puas mengoceh, Bu Rini pun pergi menknggalkan Lisa yang tak mampu menimpali. Lisa pun menatap kepergiannya dan terlihat tetangga kontrakan tengah melihat ke arahnya dengan wajah yang sulit diartikan. Lisa pun dengam cepat menutup pintu dan tubuhnya luluh ke lantai hingga terdengar isakan.

"Hiks … hiks … aku juga tak mau begini, Bu!" suara Lisa terdengar pelan di sela tangisnya di pagi hari.

Sejam kemudian, Lisa pun berangkat menuju tempatnya bekerja. Dengan wajah lesu dan mata sembab, dia berjalan menyusuri jalan yang nampak ramai para pejalan kaki dan kendaraan. Pikiran Lisa terus terngiang akan ucapan Bu Rini yang menyarankan dia untuk menjual diri. Lisa tak menyangka jika mulut Bu Rini bisa sekejam itu padanya yang sedang kesulitan.

"Apa aku sehina itu hingga harus menjual diri untuk bayar kontrakan?" gumamnya pelan denganblangkah kaki yang begitu pelan.

Sesekali Lisa menghentikan langkahnya dan menatap langit yang nampak cerah dengan angin bertiup sepoi-sepoi, hingga tak terasa tibalah dia di toserba yang masih tertutup karena Lisa datang kepagian. Dia menuju depan toserba dan duduk di depannya sambil pikirannya terus melayang akan hidupnya kurang beruntung. Tak berapa lama, dari kejauham beberapa rekan kerjanya mulai berdatangan dan menyapa setelah mendekat padanya yang langsung memasang raut senyum untuk menutupi kesedihannya.

"Dari tadi, Lis?" tanya Ayu menyapa.

"Baru datang kok!" sahut Lisa memamerkan gigi putihnya yang berjajar rapi.

Ayu dan lainnya duduk tak jauh dari Lisa dan tak lama berselang, sang MD akhirnya tiba untuk membuka toko itu. Lisa langsung bangun dari duduknya untuk masuk dan secepat kilat ada tangan yang menempuk bahunya.

"Sudah sarapan belum?" Lisa menoleh dan melihat Syila yang menepuk bahunya sambil mengangkat plastik dan mengeluarkan aroma masakan.

"Gue beli nasi kuning. Spesial pake gorengan, hehe …." Syila tersenyum dan tentu dibalas senyum lembut Lisa yang memang tak melanjutkan sarapan rotinya tadi.

Mereka pun memasuki toko dan sarapan di ruangan yang biasa mereka gunakan untuk makan kala istirahat. Sejam kemudian jam kerja pun dimulai. Lisa berusaha menyembunyikan apa yang jadi bebannya dan tak menceritakan pada Syila. Dia terlihat riang dan sering tertawa dengan Syila serta lainnya. Sedikit banyak Syila tentu merasa aneh dengan tingkah Lisa yang tak seperti biasa. Namun, Lisa tetap mengatakan kalau dia baik-baik saja ketika ditanyakan oleh Syila. Meskipun Syila merasa aneh akan tingkah Lisa, tapi dia tak bisa memaksanya untuk berkata jujur.

Sekitar jam 4 sore, jam kerja Lisa akhirnya selesai. Dia tidak mengambil jam lembur dan berniat pulang. Sedangkan Syila harus lembur menggantikan rekan kerja yang tak bisa masuk karena sakit. Lisa pun pulang seperti biasa dan berpamitan pada Syila.

"Gue pulang duluan, ya, Syil!" pamit Lisa pada Syila yang sedang menyusun barang dagangan.

"Ya. Pulang kerja gue ke kontrakan lo. Nginep!" ujar Syila yang diangguki Lisa.

Setenagh jam berjalan kaki, Lisa sampai di kontrakannya yang sempit. Beberapa penghuni kontrakan yang tadi pagi melihat Bu Rini memarahinya tentu mentap aneh padanya tanpa membantu. Secepat kilat Lisa masuk dan mengunci pintu. Dia duduk di karpet sambil memegang perutnya yang lapar. Dilihatnya roti tadi pagi yang tak habis dan dimakannya cepat untuk mengganjal perutnya.

Jam terus berdetak. Sekitar jam 8 malam, Lisa sudah tertidur karena rasa lelah yang mendera tubuh kecilnya. Beberapa jam kemudian, terdengar suara gagang pintu yang digerakan dari luar dan pintu pun terbuka. Lisa tertidur dengan nyenyak dan terbangun ketika ada tangan besar yang membekap mulutnya.

'Hmmmppt'

CUT!

21 Desember 2020/09.03

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel