Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 2

Bab 2

***

Kinan masuk ke dalam ruangan Erlan, ia menatap pria itu sedang duduk memandang pekerjaanya. Sedetik kemudian Erlan menyadari kehadiran Kinan. Erlan memperhatikan Kinan berada di depan daun pintu, dia sangat cantik mengenakan rok sepan pendek di atas lutut berwarna coklat muda, dan blouse putih tanpa lengan, hingga kulit putihnya terlihat jelas.

“Sudah selesai?” Tanya Erlan.

“Sudah pak,” ucap Kinan, ia lalu duduk di kursi tepat di hadapan Erlan.

Kinan menyerahkan hasil pekerjaanya kepada Erlan dan Erlan tidak lupa menandatanganinya. Selama Kinan bekerja selama dua bulan ini, wanita itu sudah bekerja dengan cukup baik, ia akui bahwa Kinan sangat cekatan dan teliti. Ia merasa terbantu dengan kehadiran Kinan di sini.

“Oiya, Minggu depan kita ke New York.”

Alis Kinan terangkat mendengar kata New York, “Saya ikut pak?”

“Iya, kamu ikut damping saya.”

Kinan tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya bersama Erlan bedua di sana. Ia juga bingung mengatakan kepada Febian kekasihnya, bahwa ia ada perjalanan dinas ke luar negri.

“Kamu ada visa dan paspor kan?”

“Ada, pak.”

“Oke, bagus. Kamu pesan dua tiket kelas bisnis, nanti saya serahin ke saya.”

“Baik pak.”

Erlan menatap jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 13.20 menit. Ia perlu istirahat karena sejak pagi ia belum makan.

“Kamu temani saya lunch.”

“Baik pak.”

Erlan menyimpan proposalnya di laci, ia mengambil kunci mobilnya dan lalu beranjak dari duduknyaa. Ia menatap Kinan juga ikut berdiri di sampingnya, menyeimbangi langkahnya. Kinan ke ruangannya mengambil tas nya lagi. Mereka makan siang seperti ini, sepertinya sudah menjadi kegiatan rutin, hanya sekedar makan siang, tidak lebih.

Kinan tidak lupa mengunci pintu ruangannya, lalu mereka melewati koridor. Kinan menatap karyawan sudah berada di kubikel. Ia melihat Winda melambaikan tangan ke arahnya. Kinan melambaikan tangan balik dan tersenyum kepada sahabatnya itu.

Kinan masuk ke dalam lift bersama Erlan menuju lantai dasar. Kinan melihat tangan kiri Erlan berada di saku celananya. Pintu lift terbuka, Kinan menyeimbangi langkah Erlan menuju basement.

“Kamu ada rekomendasi mau makan di mana?” Tanya Erlan menatap Kinan.

“Di Bistecca aja pak, deket dari sini,” ucap Kinan, ia tahu bahwa selera Erlan memang restoran western, jadi ia selalu merekomendasikan bistro-bistro yang enak untuk Erlan. Ia juga bukan wanita yang selalu mengatakan terserah, ia harus bisa mengemukakan pendapat, kenapa di sana enak, apa menu terbaik.

“Kamu pernah makan di sana?” Tanya Erlan, memandang Kinan.

“Pernah, pak.”

“Sama siapa?”

Kinan menatap Erlan dan Erlan menatapnya balik, ia bingung akan menjawab apa, karena ia makan di sana dulu bersama Febian pacarnya.

“Sama pacar saya.”

Bibir Erlan terangkat, namun tanpa senyum. Ia tahu bahwa Kinan memiliki pacar, pria itu sering menjemput dan mengantar Kinan ke kantor. Ia tidak mempermasalahkan jika Kinan memiliki pacar, dan itu urusan hati Kinan, ia tidak ikut campur.

“Apa makanan di sana enak?” Tanya Erlan lagi.

“Lumayan.”

Mereka menatap pintu lift terbuka, Erlan dan Kinan meneruskan langkahnya menuju mobil Mercedes-Benz milik Erlan. Kinan menyelipkan rambutnya di telinga, ia menatap Erlan masuk ke dalam mobil begitu juga dengan dirinya.

“Letaknya di mana?” Tanya Erlan, ia menstater mobilnya lalu tidak lupa memasang seat belt.

“Tower C, lantai ground di 18 Parc SCBD. Tinggal lurus aja dan langsung belok kiri, gedungnya itu kelihatan,” ucap Kinan.

Erlan memanuver mobilnya, ia mengikuti intruksi Kinan menuju restoran Bistecca pilihan wanita itu. Erlan memperhatikan jarak mobil dan motor di hadapannya. Ia melirik Kinan bersandar di kursi dengan tenang.

“Kamu sudah lama pacaran?” Tanya Erlan penasaran.

Kinan lalu menoleh memandang Erlan, ia tidak menyangka bahwa boss nya ini menanyakan hal pribadi kepadanya. Sebenarnya ia tidak terlalu suka jika Erlan sudah menanyakan hal pribadi seperti ini. Dan ia juga tidak bisa, kalau tidak menjawab pertanyaan itu.

“Sudah setahun, pak.”

“Sudah lama juga,” ucap Erlan, ia masih fokus dengan kemudi setir, ia hanya reflek menanyakan itu kepada Kinan, namun sebenarnya ia ingin tahu juga berapa lama wanita itu berpacaran.

“Kerja di mana pacar kamu?”

“Kerja di bank Central, sekarang posisinya sebagai manager finance.”

“Udah ngapain aja sama pacar kamu?” Tanya Erlan lagi.

Kinan mengerutkan dahi, sepertinya pertanyaan Erlan terlalu berlebihan jika menanyakan tentang apa yang ia lakukan dengan kekasihnya.

“Apa saya harus menjawab pertaanyaan itu, ke bapak?”

Erlan menarik nafas, ia melirik Kinan, “Kalau nggak mau jawab juga nggak apa-apa Kinan. Saya enggak memaksa.”

“Sepertinya pertanyaan itu terlalu pribadi untuk bapak tanyakan kepada saya.”

“Oke, skip saja pertanyaan itu.”

“Oke.”

Sepanjang perjalanan mereka hanya diam. Erlan juga tidak bertanya lagi hubungan Kinan dan kekasihnya. Erlan akui bahwa ia sudah lancang menanyakan hal yang kurang pantas ia pertanyakan. Tidak butuh waktu lama mereka sudah tiba di Bistecca.

***

Erlan dan Kinan masuk ke dalam restoran, ia akui bahwa selera Kinan dalam memilih restoran selalu baik. Restoran ini bergaya classic dan mewah. Mereka duduk di salah satu kursi kosong di dekat jendela. Tempat ini lebih cocok untuk dinner romantic dari pada makan siang seperti ini.

Erlan menatap server menyambutnya dengan hangat, dan memberi mereka buku menu berbahan kulit itu. Erlan memesan Florentine butter chicken, bistecca burger, dan signature baked Alaska.

“Kamu bisa minum kan?” Tanya Erlan kepada Kinan.

“Apa nggak terlalu siang untuk minum?” Tanya Kinan.

“Saya ingin minum.”

“Oke, asal jangan mabuk,” sahut Kinan.

Erlan lalu tertawa, “Apa yang terjadi jika saya mabuk.”

“Saya sudah membayangkan bagaimana merepotkan kamu jika mabuk, harus membopong kamu.”

“Kamu pernah mabuk?” Tanya Erlan, menatap Kinan.

Kinan tersenyum, “Pernah, hasilnya saya nggak bisa berdiri muntah sambil memeluk closet, rasanya mau mati. Saya juga pernah muntah di tepi jalan.”

Erlan lalu tertawa, “Di mana kamu mabuk?”

“Di Lounge, Kemang. Sama teman-teman saya dulu.”

Untuk minumanya Erlan memesan satu botol Martini Bianco, tidak lengkap rasanya jika makan steak tidak minum. Setelah server mencatat pesanan mereka, serverpun meninggalkan table. Erlan menatap Kinan, wanita itu bergerak secara natural. Erlan melihat Kinan merogoh ponsel di dalam tasnya.

Kinan menatap ke arah layar ponsel, “Febian Calling.” Kinan memasukan lagi ponsel itu ke dalam tasnya.

“Kenapa nggak di angkat, Kin?” Tanya Erlan memandang Kinan.

“Biarin aja …,” ucap Kinan ragu, karena yang menelfonnya adalah Febian kekasihnya.

“Angkat aja, enggak apa-apa kok, siapa tau penting,” ucap Erlan menatap Kinan.

Kinan menarik nafas, ia mengambil ponselnya lagi, ia menggeser tombol hijau pada layar, ia letakan di telinganya. Ia melirik Erlan yang menatapnya intens.

“Iya, Bian,” ucap Kinan pelan.

“Kamu lagi apa, sayang?” Tanya Bian.

“Aku lagi lunch.”

“Di mana?” Tanya Bian lagi.

“Di Bistecca.”

“Sama siapa?”

Kinan menatap Erlan, ia menelan ludah, ia tahu jika ia mengatakan makan dengan boss nya, pasti Bian akan ngambek dan mendiaminya hingga beberapa hari.

“Sama temen-temen kantor, karena Winda ulang tahun hari ini. Kamu lagi apa?” Tanya Kinan, memelankan volume suaranya.

“Aku lagi di kantor, kerjaan aku banyak banget, kemukinan aku lembur malam ini,” ucap Bian.

“Kamu nanti pulang naik taxi aja ya. Aku beneran sibuk malam ini.”

“Iya, enggak apa-apa kok.”

“Yaudah kalau gitu. Aku lanjut kerja lagi.”

“Iya.”

Kinan mematikan sambungan telfonnya, ia melirik Erlan yang tengah menatapnya intens. Kinan menarik nafas, ia memasukan lagi ponselnya ke dalam tas.

“Kenapa kamu nggak jujur, kalau kamu sama saya,” ucap Erlan.

Kinan menatap Erlan, sebenarnya ia bingung akan menjawab apa, namun ia tetap berpikir, “Kalau saya jawab sama kamu, pacar saya akan marah kepada saya dan mendiami saya berhari-hari.”

“Bukannya dia tahu kamu seorang sekretaris, yang kerjaanya selalu sama saya.”

“I know, saya tidak suka jika pacar saya tahu, jika saya terus-terusan sama kamu. Saya tidak akan mengambil resiko lebih jika saya ketahuan.”

“Jadi kamu sering berbohong dengannya.”

“Demi kebaikan, hubungan saya dan dia.”

Erlan melipat tangannya di dada, ia memandang Kinan cukup serius, memperhatikan wajah cantik itu.

“Jika seperti ini, berarti saya bisa jadi selingkuh dengan kamu.”

Kinan otomatis menatap Erlan, pria itu mengatakan ingin berselingkuh dengannya, “What?”

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel