12. For Her
Alexander duduk termanggu diatas sofa dikamar nya, ia menatap puing-puing kaca dari jendela kamar yang pecah. Kamar dengan nuansa merah dan hitan itu sangat amat berantakan, alex frustasi.. Bisakah ia hidup dengan tenang sejenak saja? Dia menjambak rambutnya sendiri berlalu pergi dari kamar tersebut.
Dari kejauhan Andrew yang melihat tuannya frustasi merasa iba. Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal disini. Perlahan andrew memasuki kamar dan menggelengkan kepala melihat kegaduhan yang usai terjadi. Ia melihat sekitar dan menatap jendela, apa yang sebenarnya terjadi?
Andrew menghela nafas dan berniat pergi, tapi sesuatu mengganjal diotaknya. Ia menginjak bunga lili yang berserakan dilantai, andrew berjongkok dan memungut bunga tersebut.
"masih baru" andrew bergumam dalam hati..
Nikolai....
Andrew melangkahkan kaki besar nya menuju halaman depan.
"nikolai..." panggil andrew dengan terburu-buru, nikolai yang sedari tadi berjaga diluar lalu menurunkan senjatanya.
"apa ada pengiriman bunga hari ini untuk nona ana?" andrew bertanya dengan nafas tersengal
"ada... Kenapa?" tanya nikolai dengan santai nya.
"bunga lili?"
"iya"
"sebenarnya ada apa andrew?" nikolai mengernyitkan keningnya, heran dengan tingkah laku rekan nya.
"sial" andrew berlari masuk meninggalkan nikolai yang sedari tadi bertanya-tanya. Ia kembali menuju kamar pribadi tuannya dan berharap menemukan sesuatu. Andrew terus mengacak-acak isi kamar tersebut.
"terkutuklah aku jika tuan tau aku mengacaukan kamarnya" gumam andrew sembari mencari sesuatu.
"ayolah... Dimana kau?"
"jangan mempersulitku benda kecil, jika tuan Ivanovic tau aku akan digantung nya"
Ia membuka sprei dengan sekali tarikan dan membuat semua benda diatasnya terhambur. Andrew menyipitkan matanya melihat selebaran kertas yang beterbangan diatas ranjang..
"gotcha..."
Ia mengambil kertas tersebut dan berlalu pergi, namun langkah nya terhenti setelah menyadari beberapa sobekan kertas disamping ranjang. Andrew memungut sobekan-sobekan tersebut sambil menatap pintu berharap tuannya tak melihatnya. Ia terus berdoa dalam hati semoga ini bukan hari kesialan nya. Andrew memasukan kertas-kertas tersebut kesaku nya dan mengendap pergi.
Sementara diruangan lain, alex menghabiskan beberapa botol vodka dan melemparkan nya kesegala arah.
Anastasia...
Nama itu terus dilatunkan nya bagai pengantar tidur, dan akhirnya ia pun terlelap..
.
.
.
.
.
.
Andrew mendobrak pintu ruangan pribadi milik alex, sudah dua hari ini andrew mencemaskan tuannya yang mengurung diri. Ia mendapati ruangan alex penuh dengan pecahan botol, wajah tampan itu kini dihiasi cambang halus yang tak terawat, alex hanya menatap datar andrew dan berpaling wajah.
"pergilah andrew" titah alex
"maafkan my lord, tapi saya membawa berita penting tentang nona ana" alex melirik sekilas dan mengangguk
"saya menemukan surat dan sobekan kertas dikamar tuan, maaf jika saya lancang" andrew terdiam sesaat melihat andrew dengan wajah datarnya
"lanjutkan"
"ehm.... Saya telah menyatukan foto tersebut tuan dan anda bisa membaca sendiri isi surat tersebut" andrew memberikan surat dan sebuah foto yang nampak tak utuh
Alex menggebrak meja dihadapannya
"BRENGSEKKKK!!!"
"Andrew.... Toko bunga"
"baik tuan" alex menyambar jas nya dan berjalan mendahului andrew
Semua pengunjung toko berlari ketakutan setelah melihat beberapa orang berjas hitam berhenti didepan toko, nikolai membukakan pintu mobil untuk tuannya. Alex melangkahkan kakinya, mengedarkan pandangan nya disekeliling toko.
Ia memasuki toko tersebut, aroma bermacam bunga menusuk indera penciuman alex. Ia melirik sekilas kearah bunga mawar merah yang mengingatkan nya pada anastasia dan kembali membuat hatinya memanas. Ia lantas pergi menuju kearah sang pemilik toko yang tak terpengaruh dengan kedatangan sekumpulan pria tegap ketoko nya.
Alena mengembangkan senyum ramah seperti biasanya ke arah alex yang hanya dibalas dengan wajah datar oleh alex.
"ada yang bisa ku bantu tuan?" tanya alena tanpa menghilangkan senyum nya
"tak usah berbasa-basi madam... Bisa kau jelaskan ini?" alex melemparkan sepucuk surat dan selembar foto
"aku yakin kau akan melindungi ana... Menurut detektif ku orang difoto tersebut sangat terobsesi pada ana" jelas alena
Alex menyipitkan matanya
"kau menghina ku madam?"
Alex melangkah mendekat
"KAU MENUDUHKU MEMBUNUH AYAH ANA
KAU PIKIR INI LELUCONNN HUH?"
Alex mencengkram kuat rahang wanita tua itu sehingga kesulitan bernafas
"maaf tuan..."
"DIAM ANDREW!!!"
Bentak alex
Andrew memberanikan diri berbicara
"nyonya ini tidak menuduh anda tuan"
Alex melepaskan cengkraman nya dan berbalik arah ke andrew.
"apa kau sedang mempermain kan ku andrew?" andrew menundukan wajahnya, tak berani menatap alex yang sedang murka. Namun ia harus membicarakan kebenaran ini
"pardon me my lord...
Semenjak kecil saya selalu berada didekat anda, mengetahui semua yang ada didalam diri anda tuan. Dari cara berkelahi, berjalan sampai setiap kata yang anda ucapkan saya begitu mengenalinya"
"itu benar"
Alena akhirnya angkat suara, ia mengacungkan surat tersebut kearah alex
"jika kau teliti tuan, ada sobekan kertas disurat ku... Disitu tertera sebuah nama... Bukan...
Bukan nama tuan Alexander yang terhormat yang ku cantumkan"
Alena berkata dengan lantang
"maaf nyonya...
Apa anda yang mengirimkan bunga lili?" andrew bertanya penasaran
Alena melangkah mundur menggelengkan kepalanya
"ohh... Tidak...
Jika kau kemari pasti kalian sedang mencari ana"
Alena menarik jas alex dan menggoyangkan tubuh tegap itu.
"cari ana, Anak muda!!!"
"ia dalam bahaya...
Aku tak pernah mengirimkan bunga lili kepadanya, aku mengirimkan mawar merah seperti biasanya"
"ia mendapatkan nya...
Ia mendapatkan nya..."
Alena panik
"ia siapa maksud mu nyonya?" tanya alex penasaran
"seseorang...
Seseorang yang sering mengirimkan bunga camelia kesukaan ana, pembunuh ayah nya sekaligus orang yang mengambil semua kejayaan Romanova"
Alena terhenti sesaat..
"seseorang yang memiliki wajah yang serupa dengan mu tuan Alexander"
Alex mengetatkan rahang dan mengepalkan kedua tangan nya hingga bergetar.
Kalvian......
Andrew kembali ketoko bunga tersebut saat larut malam sesuai dengan janjinya dengan alena. Alena mempersilakan andrew masuk dan menghidangkan secangkir kopi untuk andrew.
"aku tau kau akan datang" senyum alena kepada andrew
"ekspresi mu nyonya... Yang membuatku kagum. Kau tak takut dengan nya" tanya andrew sembari meneguk kopi
"siapa? Alexander?"
Andrew mengangguk
"aku sudah terbiasa berhadapan dengan seorang Ivanovic, anak muda"
Andrew menatap alena dan terdiam
"benar.... Aku salah satu selir dari kakek Alexander, Valen"
"lalu bagaimana kau..."
"Valen melepasku dan memberikan sedikit hartanya, aku fikir itu lebih baik daripada harus mati dimansion mengerikan itu" andrew menyunggingkan senyum nya
"inilah alasan nya kau mengetahui semua nya?" alena mengangguk mengiyakan
"dan suatu kebetulan ana datang kepadaku mencari pekerjaan"
"dan bagaimana dengan mu anak muda?"
Andrew tersenyum kecut
"aku hanya sampah keluarga, madam... Alex yang menyelamatkan ku dari kekejaman keluargaku sendiri"
"itulah alasan kau menyembah Ivanovic" sambung alena
"dan memberiku hidup yang layak"
Alena tersenyum dan memberikan secarik kertas kecil kepada andrew yang berisi sebuah alamat kediaman Kalvian yang alena tau jika menerima bunga kiriman dari kalvian untuk ana.
"selamatkan lah ana! Dia sudah aku anggap seperti cucuku sendiri. Aku yakin tak lama lagi ana akan berada disana" andrew mengangguk mengambil kertas tersebut dan berlalu pergi.