Bab 2 Perjumpaan Pertama
Bab 2 Perjumpaan Pertama
"Baiklah, Pak. Terima kasih buat informasinya."
"Iya Mas, sama-sama."
"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak." pamit Rafael pada Security itu.
"Oh ... iya Mas, silahkan." jawabnya.
Begitu setelah berpamitan dengan Security itu, Rafael segera berlalu dari pandangan dan memutar balik mobilnya.
***
Dalam perjalanan balik ke kantornya, Rafael terus berpikir bagaimana caranya bisa menemukan Agatha. Sungguh sulit baginya untuk bisa menemukan kembali Agatha, karena bagi Rafael tidak tahu lagi bagaimana dan dimana menemukan Agatha, semua teman-teman dekatnya dulu ada beberapa yang sudah di datangi oleh Rafael namun mereka juga tidak tahu dimana Agatha sekarang. Pada intinya semua hasilnya nihil.
Tiba di kantornya, Sekretaris pribadinya sudah menyambutnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang memusingkan dirinya.
"Tolong, Ana. Kamu jangan ganggu saya dulu, saya mau sendiri dulu, dan satu lagi semua urusan pekerjaan coba kamu yang handle sendiri ya,? Kamu bisa ganggu aku kalau memang sangat butuh sekali." ucap Rafael dengan wajah kusut sambil memijat kepalanya.
"Baik pak." jawab Ana spontan.
Rafael menutup ruang kerjanya, dia menyendiri dan tidak ingin diganggu oleh siapapun, dia terus berpikir dan berpikir bagaimana caranya menemukan Agatha. Dia coba menghubungi kembali teman-teman dekatnya waktu SMA dulu.
***
(Suasana Biara Santa Theresia)
Biara Santa Theresia merupakan nama Biara tempat Agatha bernaung, di suatu daerah di Yogyakarta. Sebutannya sekarang bukan lagi Agatha tapi Suster Agatha.
(Suster diambil dari bahasa Belanda, dari kata Zuster yang berarti Biarawati perempuan. Pada zaman dahulu istilah Zuster dibawah oleh para Misionaris/utusan dari negara Belanda yang akhirnya sebutan itu berkembang menjadi istilah Suster.)
Di ruang kerja Kepala Biara Santa Theresia, Suster kepala itu memanggil Agatha untuk segera menghadapnya. Suster Kepala itu bernama Suster Margaretha, panggilannya adalah Suster Retha.
Tok ... Tok ... Tok ...!
Agatha mengetuk pintu ruang kerja Suster Kepala.
"Masuk," terdengar suara dari dalam ruangan.
Agatha lalu membuka pintu itu dan segera masuk mendapati Suster kepala itu, Beliau nampaknya sudah menunggu kedatangan Agatha sejak tadi.
"Suster Retha memanggil saya?" tanya Agatha padanya dengan tetap berdiri di tempatnya.
"Iya, silahkan duduk," Suster Retha mempersilahkan Agatha untuk duduk di sebelahnya.
"Bagaimana kabar anak-anak asuhan Suster?"
"Jumlah mereka semakin hari semakin banyak Suster, rasanya tempat yang kita sediakan sudah tidak mampu menampung mereka lagi. Peminatnya banyak sekali, karena pendidikan yang kita berikan buat anak-anak itu kan gratis, jadi mereka yang tidak ada biaya untuk melanjutkan sekolah, masuk ke yayasan yang kita bina Suster, terutama mereka anak jalanan yang punya semangat belajar tinggi," jelas Agatha pada Suster kepala itu.
"Ada kabar gembira buat kita," ucap Suster Kepala itu menyegarkan pikiran Agatha.
"Kabar gembira? Kabar gembira apa Suster?" jawab Agatha bertanya balik pada Suster Retha sambil mengernyitkan keningnya seperti orang bingung.
"Iya, kabar gembira. Barusan saya menerima surat dari seorang Dermawan, dia memiliki sebuah yayasan amal yang diperuntukkan untuk anak-anak yang terlantar yang memang butuh biaya. Beliau tidak sendiri banyak para donatur dibelakangnya hanya saja Beliau penyandang dana terbesar di yayasan itu, jadi Beliau yang menjadi penanggung jawab yayasan tersebut."
"Bagaimana Beliau bisa tahu tempat kita Suster?" tanyanya lagi.
"Gereja yang memberi tahunya, karena sempat kapan hari saya mengeluh pada Bapa Uskup mengenai kesulitan yang kita alami, jadi Bapa Uskup mencarikan donatur buat kegiatan pelayanan kita."
(Uskup merupakan Pimpinan tertinggi semacam Kepala yang membawahi Gereja-gereja di setiap provinsi.)
Wajah Agatha nampak berseri seri mendengar berita itu, bak mendapat angin segar rasanya mendengar berita gembira itu.
"Lalu bagaimana saya bisa menemui pimpinan yayasan itu Suster?" tanya Agatha dengan antusias.
"Suster tidak perlu repot-repot menemui Beliau, kabarnya Beliau minggu depan akan singgah di tempat kita untuk membicarakan hal ini lebih lanjut."
Suster Retha lalu menyodorkan secarik kertas yang merupakan kartu nama pemilik yayasan itu.
"Ini Suster Aga simpan, barangkali butuh sesuatu atau mau tanya lebih lanjut, ini kartu nama Bapak Rafael, beliau adalah penanggung jawab yayasan tersebut."
Agatha menerima kartu nama itu dari Suster Retha lalu membacanya detail nama yang tertera di kartu nama itu, Agatha sedikit agak terkejut dengan nama itu tapi cepat-cepat dia menepis prasangkanya itu, bagi dia rasanya mustahil nama yang ada di kartu nama itu adalah nama yang pernah dia kenal.
Suster Retha sepertinya tahu ada sesuatu yang mengganjal dari diri Agatha, itu terlihat dari sikap dan mimik mukanya yang berubah.
"Ada apa Suster? sepertinya ada yang mengganjal?"
"Oh ... tidak, tidak ada apa-apa." Agatha mencoba mengelak dan menutupi darinya.
Setelah semuanya selesai, Agatha pun segera undur diri dan pamit dari ruangan Suster Retha.
***
Sementara itu beberapa hari berlalu. Rafael masih saja menunjukkan wajah murungnya, sampai sekretarisnya takut untuk menyapa dan mengingatkan jadwal kerjanya. Tapi kalau seandainya tidak diingatkan, jadwal ini juga penting. Akhirnya dengan sedikit takut, Ana, sekretaris pribadi Rafael memberanikan diri untuk menghadap pada Rafael. Dia melangkah menuju pintu ruang kerja Rafael.
Tok ... Tok ... Tok ...!
Ana mengetuk pintu ruang kerja Rafael dengan sedikit gemetar.
"Masuk!" suara kasar dan keras dari dalam ruangan itu mengagetkan Ana.
Dengan perlahan Ana membuka pintu ruangan itu dan melangkah masuk dengan rasa takut dan cemas, dia takut kalau Bosnya itu tiba-tiba marah dan memecatnya.
"Apa?" tanya Rafael membentak.
"Itu pak, anu ..., Itu besok," Ana menjawabnya dengan terbata-bata dan ketakutan.
"Apa? Ngomong yang jelas, besok kenapa?" bentak Rafael pada Ana.
"Besok, jadwalnya Bapak untuk acara sosial kemanusiaan di Yogya pak."
"Acara apa itu?"
"Acaranya Bapak ke Biara Suster Theresia," jawab Ana gugup.
Rafael diam sejenak dan seperti berpikir dan mengingat-ingat sesuatu, lalu dia menjawab pertanyaan Ana.
"Kamu siapkan aja semuanya, besok saya akan berangkat," jawab Rafael sedikit tenang.
"Baik pak, berarti saya pesankan tiketnya sekarang ya? Buat besok?" tanya Ana memperjelas.
Namun bukan jawaban yang menyenangkan dari Rafael justru tatapan penuh amarah yang ditunjukkan dari sorot mata Rafael pada Ana. Ana nampak ketakutan dan segera pamit dari ruangan Rafael.
Itulah Rafael, belakang ini hari-harinya penuh dengan emosi dan amarah, mungkin usianya yang masih tergolong muda jadi sifat labilnya masih meledak-ledak.
***
Keesokan harinya, Rafael pun berangkat dengan pesawat pukul 9 pagi dan tiba di Yogya siang, kira-kira pukul 1 siang. Rafael segera menuju ke Biara Suster Theresia dengan menggunakan taksi dari Bandara.
Rupanya sudah sejak pagi kedatangan Rafael itu sudah ditunggu oleh Suster Retha dan juga Agatha.
Di halaman Biara Suster Theresia, nampak dari dalam ruang kerja Suster Retha, sebuah mobil yang menunjukkan nama yang tertera di situ bahwa itu merupakan mobil angkutan dari Bandara, semacam taksi.
Buru-buru Suster Retha dan Agatha keluar dari ruang kerjanya dan menyambut tamu istimewa itu, tamu yang sudah dinantikan sejak seminggu yang lalu.
Dengan percaya diri Rafael turun dari dalam mobil dan melangkah untuk menemui Suster Retha yang merupakan Suster Kepala di tempat itu.
Seketika seperti mimpi bagi Agatha melihat siapa yang turun dari dalam mobil itu, tak lain dan tak bukan itu adalah Rafael, mantan kekasihnya dulu semasa SMA. Seperti mimpi dan tak percaya bahwa penanggung jawab yayasan yang akan bekerja sama dengan dia nanti, tak lain adalah Rafael mantan kekasihnya. Namun Agatha tetap menyembunyikan cerita masa lalunya itu dari Suster Retha.
Rafael segera melangkah menemui Suster Retha yang sudah menyambutnya dari kejauhan.
"Selamat siang Pak Rafael," sapa Suster Retha pada Rafael seraya menjabat tangannya.
Rafael pun menjabat tangan Suster Retha dengan senyum ramahnya, namun dia nampak kaget tak terkira dengan Suster yang ada di samping Suster Retha yang tak lain dan tak bukan adalah Agatha, seseorang yang dia cari-cari selama ini.
"Perkenalkan ini Suster Agatha, beliau yang akan bertanggung jawab dengan aksi sosial yang akan kita kerjakan nanti," ucap Suster Retha memperkenalkan Agatha pada Rafael.
Rafael diam sejenak memandang Agatha, demikian juga sebaliknya dengan Agatha terdiam memandang Rafael.