2
“Selamat pagi, Tuan Reeve.” Pria dengan setelan rapi berwarna hitam memberi salam pada Reeve.
“Pagi, Paman Jo. Dimana Ibu dan juga Keegan?” Reeve bertanya pada Jo yang merupakan kepala pelayan di kediaman Caldwell.
“Nyonya muda sedang berada di taman belakang, sedangkan tuan muda Keegan dia berada di kamarnya, sepertinya dia sedang bermain game.”
Reeve mengangguk-anggukan kepalanya paham. “Baiklah, kalau begitu aku mengunjungi Ibu dulu.”
“Silahkan, Tuan Reeve.”
Reeve melangkah menapaki koridor mansion megah itu. Langkah kakinya terhenti saat ia melihat seorang wanita lansia tengah turun dari tangga. Wanita itu masih terlihat cantik meski umurnya sudah kepala 6. Dia adalah Reavonna, nenek dari Reeve.
“Selamat pagi, Grandma.” Reeve memberi salam
Rea menatap Reeve sinis lalu berjalan melewati Reeve tanpa membalas sapaan Reeve. Beginilah Rea terhadap Reeve, ia tidak menyukai cucunya yang lahir dari istri kedua anaknya. Bukan hanya Reeve dia juga tidak menyukai Keegan yang merupakan cucu bungsunya.
“Pagi, Grandma.” Suara lainnya menyapa Rea.
“Pagi, Sayang.” Rea membalas sapaan itu dengan lembut, wajahnya juga tersenyum cerah berbanding terbalik dengan yang ia perlihatkan pada Reeve tadi.
Reeve tersenyum kecil, ia sudah biasa dengan hal seperti ini. Neneknya memang lebih menyayangi saudaranya yang lebih tua darinya dua tahun itu, Denzell, dia adalah saudara Reeve tapi berbeda ibu. Denzell adalah anak dari istri pertama ayahnya. Hidup Reeve memang rumit.
“Ah, ada dia rupanya.” Denzell menatap Reeve mencela.
“Pagi, Kak.” Reeve menyapa dengan sopan, sejauh ini Reeve masih mengenal tata krama dengan baik, ya setidaknya untuk keluarganya.
“Hm,” Denzell hanya berdeham. “Grandma, ayo kita pergi ke perusahaan bersama.” Denzell mengajak neneknya untuk pergi, dengan sengaja Denzell menunjukan kedekatannya dengan neneknya untuk menyakiti hati Reeve. Tapi sayangnya Reeve sudah terbiasa, ia tidak lagi mengharapkan cinta ataupun kasih sayang dari keluarganya. Reeve bisa hidup bahagia tanpa mereka, itu saja.
Reeve melangkah lagi, ia melewati beberapa ruangan lalu sampai ke belakang mansion itu, di taman ia melihat ibunya tengah menyiram tanaman favorit ibunya, aneka bunga mawar yang indah.
“Selamat pagi, matahari terbitku,” Reeve memeluk ibunya dari belakang.
Elyza melepaskan wadah air yang ia pegang, ia tersenyum senang lalu membalik tubuhnya. “Putra Mommy, kapan kamu sampai, hm?” Elyza memegangi wajah tampan putranya.
“Baru saja, aku sangat iri dengan bunga-bunga yang Mommy rawat setiap hari ini.” Reeve bercanda dengan ibunya.
“Kalau ingin Mommy rawat tiap hari maka kembalilah ke rumah ini, kenapa pergi terlalu lama.” Elyza menatap lembut putranya.
“Aku tidak suka suasana keluarga ini, Mom.” Reeve menjawab apa adanya, rumah bisa disebut rumah jika itu bisa membuatnya nyawan tapi Reeve tak pernah nyaman berada di rumah ini, ia merasa seperti orang asing di rumah keluarganya sendiri. “Ah, kenapa dengan kerutan disini? Mom menangis tiap malam, hm?” Reeve menyentuh kerutan disekitar mata Ibunya. Elyza adalah wanita yang masih sangat cantik di usianya yang sudah berkepala 4.
“Siapa yang menangis? Mom tidak pernah menangis lagi.” Elyza mengelak.
Reeve selalu percaya pada apapun ucapan Ibunya meski itu bohong sekalipun.
“Baguslah kalau tidak menangis lagi, Mommy harus menikmati hidup Mommy.” Reeve tersenyum hangat lalu mengecup kening ibu tercintanya.
“Kita makan bersama, sudah lama kita tidak makan bersama.” Elyza menggenggam tangan anaknya.
“Mommy berlebihan, minggu lalu kita makan bersama.”
“Begitu ya? Alangkah baiknya kalau kita makan bersama tiap hari.”
“Kalau Mommy menginginkan itu maka keluarlah dari rumah ini, tak ada gunanya bertahan disini.” Reeve mengatakan hal yang sering ia minta pada ibunya. Keluarga ini bukan hanya mengucilkan Reeve dan Keegan tapi juga Elyza, bukan hanya Reavonna dan Denzell yang mengabaikan mereka tapi juga Jaxon, ayah Reeve.
“Bicara apa kamu ini? Sudahlah, ayo kita masuk.” Elyza selalu bereaksi sama, ia pasti menganggap ucapan Reeve sebuah lelucon.
“Mom,” Reeve bersuara memohon.
“Suami Mommy ada disini, Nak. Mana mungkin Mommy meninggalkannya.” Elyza memberi pengertian pada Reeve.
“Tapi dia tidak menganggap Mommy ada, dia juga berselingkuh sana-sini.” Reeve memberikan jawaban untuk ucapan naif Elyza. “Apa yang Mommy pertahankan disini?”
Elyza menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya. “Jika Mommy pergi maka hidupmu dan adikmu akan berakhir seperti Mommy, hidup dalam keluarga yang tak sempurna bukanlah hal yang indah, kalian tidak bisa membanggakan keluarga kalian yang utuh, Mommy juga tidak ingin kalian hidup dalam kekuarangan, menjadi orang tak punya bukanlah hal yang mudah untuk dilewati terlalu banyak luka, tangis dan derita yang harus dirasakan, Mommy benar-benar tidak ingin kalian merasakan itu. Mommy akan bertahan disini dengan begitu hidup kalian akan baik-baik saja.” Elyza mengingat masalalunya sebelum ia dipungut oleh Jaxon, dulu ia hanyalah penari tiang di sebuah bar kecil di Detroit. Hidupnya tak seharipun ia lalui tanpa melakukan pekerjaan hina itu, pendidikan Elyza yang rendah membuatnya hanya mampu menjadi penari tiang.
“Aku bisa menghidupi Mommy dan Keegan, tak ada yang perlu Mommy takutkan jika masalah uang.”
“Mommy tidak bisa pergi, Reeve. Disinilah hidup Mommy.”
Reeve menghela nafas, ia tidak pernah bisa membujuk ibunya untuk pergi dari tempat yang begitu menyiksa ini.
“Terserah Mommy saja, tapi jika sudah tidak tahan lagi maka katakan padaku, aku akan membawa kalian pergi dari sini.”
“Akan Mommy lakukan seperti ucapanmu.” Elyza berkata seolah ucapan Reeve main-main. “Sekarang panggil adikmu, kita akan makan bersama.”
“Hm,” Reeve berdeham lalu segera pergi meninggalkan Elyza.
Reeve membuka pintu kamar yang terdapat nama adiknya. Keegan Arsenio Caldwell. “Kau selalu kalah dengan musuhmu, Jagoan.” Reeve sudah duduk di sebelah Keegan.
Pemuda yang baru beranjak remaja itu melepaskan stick game yang tadi ia pegang erat, “Kakak,” Keegan langsung memeluk Reeve yang tidak siap akan pelukan adiknya.
Reeve tertawa kecil, “Kau masih kekanakan saja, Keegan.” Reeve mencibir adiknya yang saat ini sudah berusia 14 tahun.
“Aku akan selalu jadi anak-anak agar bisa terus memelukmu seperti ini.” Keegan mengeratkan pelukannya.
“Mana boleh seperti itu, kau harus cepat dewasa agar bisa membantu Mommy dan juga Kakak.”
Keegan melepaskan pelukannya. “Aku tidak ingin dewasa, orang dewasa terlalu rumit.”
“Tapi kau akan segera dewasa, tidak semua orang dewasa rumit.” Reeve memegangi bahu Keegan. “Sudahlah, lupakan tentang ini. Sekarang ayo turun, kita makan bersama.”
“Ke restoran saja. Kita pergi bersama-sama,” Keegan memberi usulan.
“Baiklah, kita ke restoran.” Reeve memenuhi usulan adiknya, Reeve mengerti jika adiknya ingin menunjukan kebersamaan mereka pada orang lain, Reeve juga dulu pernah merasakan ini tapi sayangnya hal itu tidak pernah terwujud, seberapapun keras ia meminta, memohon pada Denzell, kakaknya itu tidak akan pernah mau makan dengannya.
Wajah Keegan terlihat sangat senang, “Aku ganti pakaian dulu.” Dia langsung berlari ke walk in closet untuk mengganti pakaiannya.