Bab 5. Perpisahan
Angeline jelas terkejut dengan syarat baru yang diajukan oleh Bryan. Namun, dia tak menjawabnya. Dan hanya pergi begitu saja keluar dari rumah Bryan. Sementara Bryan hanya memandangnya tanpa ekspresi.
Keesokan harinya, Angeline sudah berada di kantor polisi. Dia terlihat sudah menahan tangis sejak pertama datang. Tak lama, Michael adiknya keluar dan langsung memeluk Angeline dengan tangisan sedih.
“Maafkan aku kak, aku terlalu terlena dengan tawaran mereka. Kakak pasti sangat kesulitan karena aku,” ucap Michael menyesali diri.
“Gak papa, aku tahu kamu gak salah. Ayo kita makan makanan enak, kamu pasti lapar.” Angeline melepaskan pelukan adiknya dan tersenyum tegar.
Keduanya pun pergi ke restoran mahal. Michael kebingungan karena tak biasanya Angeline akan membawanya makan di restoran yang mahal dan boleh memakan apa saja sepuasnya.
“Mengapa diam saja? Ayo makan, kamu bilang ingin sekali makan steak,” ucap Angeline dan memotong steak di piringnya lalu menukarkannya dengan piring Michael.
“Ini seriusan boleh makan kak? Padahal kakak sudah susah payah bekerja untuk menebusku di penjara. Kak ... jangan bilang kakak pinjam ke renternir?” ucap Michael enggan memakan makanan yang termasuk mahal bagi mereka itu.
“Enggak kok, kakak ... dapat pekerjaan yang gajinya sangat besar. Karena sudah meneken kontrak, kakak harus pergi seminggu lagi. Dan tidak pulang selama satu tahun.”
“Satu tahun? Apa itu gak kelamaan? Ibu bagaimana? Bahkan ibu harus cuci darah seminggu sekali, aku gak bisa terus menjaga ibu karena harus bekerja juga.”
“Kamu jangan kerja lagi, kakak akan kirim uang tiap bulan untuk keperluan kamu dan juga ibu. Kamu fokus belajar saja untuk kelulusan dan kuliah.”
“Tetapi –“
“Karena kakak harus pergi, jadi kamu yang harus menjaga ibu. Dan ... ibu baru saja dioperasi. Ibu ... akan lebih baik setelah operasi. Ibu gak akan kesakitan lagi.”
“Ini semua beneran kak?” Michael kembali berlinang air mata. dia sangat tidak menyangka bahwa hidupnya akan membaik. Meskipun harus mendekam di kurungan selama lima hari.
“Ya, jadi habiskan makanmu dan kita jenguk ibu setelah makan.” Angeline tersenyum lebar untuk meyakinkan Michael bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Michael pun menghapus air matanya dan mulai makan dengan lahap. Angeline sangat senang dan ikut makan. Mereka bahkan mencicipi semua menu yang ada di meja.
Di rumah sakit, keduanya masuk ke ruang VIP. Michael sampai tidak bisa berkata-kata saat melihat ruang rawat ibunya yang sangat besar dan dilengkapi banyak fasilitas seperti hotel.
“Ini beneran kamar ibu kak? Bukan kamar hotel?” tanya Michael lagi heran.
“Ibu ... bagaimana keadaan ibu? Dokter bilang operasinya berhasil dan ibu sudah tidak perlu melakukan cuci darah lagi,” tanya Angeline pada ibunya yang sudah siuman pasca operasi.
“Ibu merasa lebih segar dan tidak lemas lagi. Angeline ... Kamu pasti sangat kesulitan selama ini. Maafin ibu karena sudah menjadi beban untuk kamu. Ibu ... merasa gagal karena memaksa kamu menjadi tulang punggung dan menderita seorang diri,” tutur ibu dengan derai air mata.
Angeline menahan air matanya dan berusaha untuk tegar dan tersenyum lebar.
“Bu ... setelah kepergian ayah, Angeline lah yang menjadi kepala rumah tangga. Tetapi Angeline gak pernah menyesali semua ini. Angeline, hanya takut tidak bisa membuat ibu sembuh, dan membesarkan Michael dengan baik. Mulai sekarang hidup kita akan berubah menjadi lebih baik. Jadi, ibu hanya perlu fokus pada kesehatan ibu, dan Michael fokus pada sekolah.”
“Kak Angeline ...”
“Ibu berharap kamu menemukan kebahagiaan kamu, dan tidak terkekang dengan tanggung jawab kamu.”
“Angeline sudah sangat bahagia dengan melihat ibu sembuh, dan Michael bisa sekolah seperti anak-anak lain.”
Angeline menangis dalam dekapan ibunya, Michael ikut memeluk Angeline. Ketiganya menangis dalam kebahagiaan setelah mengalami penderitaan yang tak berhenti.
Seminggu kemudian, Angeline sedang bersiap-siap untuk pergi. Dia bercerita mendapatkan pekerjaan keluar negeri dan tak bisa pulang selama satu tahun. Karena itu, dia meminta agar ibu dan adiknya bisa menjalani hidup meski jarang mendapatkan kabar darinya.
“Beneran gak harus diantar ke bandara?” tanya Michael yang terlihat sedih.
“Kamu kan harus sekolah hari ini, ujian tiga bulan lagi kan?” ucap Angeline dan bersiap untuk pergi dengan membawa kopernya.
“Aku bisa membolos.”
“Angeline, sarapan dahulu. Bawalah bekal untuk di perjalanan. Ibu dengar Eropa itu sangat jauh dan butuh lebih dari sepuluh jam buat sampai di sana,” ucap Ibu yang terlihat sangat segar dan sudah membuatkan banyak makanan.
“Bu, ini pesta bukan sarapan,” ucap Angeline melihat meja makan yang penuh dengan masakan Sang ibu.
“Tidak apa, setahun itu memang terasa cepat. Namun, kau pasti akan kesepian karena sendirian di sana.”
Angeline pun mencicipi masakan ibunya. Semua adalah makanan kesukaan Angeline yang sudah lama sekali tak dimasakan oleh ibunya. Air mata tak bisa lagi Angeline bendung. Dia sangat berat untuk meninggalkan keluarganya. Namun, jika dia tak pergi dia tak tahu apa yang akan Bryan lakukan.
Setelah acara makan pagi itu, Angeline pun berpamitan di depan rumah mereka. Di sana sudah ada taksi yang menunggu sejak tadi. Angeline memasukkan koper yang akan dia bawa. Dia pun memeluk ibunya dan kembali menangis.
“Angeline akan kembali, satu tahun sangat sebentar. Ibu harus jaga kesehatan ibu, dan Michael maaf karena kakak gak bisa datang saat kelulusan kamu nanti,” ucap Angeline berpamitan.
“Gak perlu, jaga kesehatan saja di sana. Aku gak akan melakukan hal yang aneh-aneh lagi,” ucap Michael canggung.
“Itu benar, kamu pun harus jaga kesehatan dan jangan sampai sakit. Hati-hati yaa,” ucap ibu melepaskan pelukkan Angeline.
Angeline naik ke dalam taksi setelah menghapus air matanya. Dia memberikan senyuman lebarnya dan memastikan agar Ibu dan adiknya tetap sehat meski tanpa dirinya. Taksi Angeline melaju meninggalkan rumah yang akan sangat dirindukan oleh Angeline.
Selama perjalanan, Angeline tak bisa berhenti menangis. Dia tahu bahwa ini adalah pilihannya sendiri. Setelah meyakinkan diri, Angeline menghapus air matanya dan menguatkan diri untuk tetap melakukan pekerjaannya dengan sebaik mungkin.
Tak beberapa lama, Angeline sampai di rumah Bryan. Dia turun dengan membawa koper dan memasuki halaman rumah Bryan. Angeline kembali menghela napas dan melangkah dengan sangat percaya diri.
“Selamat datang Nyonya muda,” terdengar suara sambutan dari beberapa pelayan yang sudah berdiri dengan rapi menyambut kedatangan Angeline.
Angeline tak menyangka akan disambut seperti ini. Seorang pelayan mengambil kopernya dan menuntun Angeline untuk memasuki ruang utama. Di sana sudah ada Bryan yang menunggunya sejak tadi.
Perlahan Angeline berjalan mendekati Bryan yang hanya menatapnya dengan datar. Angeline mencoba untuk memberikan senyuman. Namun, saat Angeline sudah hampir mendekat, Bryan justru berjalan melewatinya tanpa sepatah kata. Membuat Angeline terdiam heran.