Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Perempuan Misterius

Rahasia dokter Andi

Part 5

***

Dua minggu sudah aku menempati perumahan dokter. Teman-teman di puskesmas sering main ke sana saat jam istirahat tiba. Mereka kadang menumpang merebus air untuk menyeduh air kopi atau teh, membuat mie instan atau hanya sekadar mengobrol sambil menonton acara TV.

Tapi dari semua teman yang sering main ke 'rumahku' itu, hanya Bu Ipah saja yang tak pernah lagi mau ikut ke sana. Tepatnya sejak kejadian beberapa waktu yang lalu. Ketika tiba-tiba dia buru-buru kembali ke puskesmas, setelah beberapa saat berdiri terpaku melihat kamar tidurku. Tentu saja hal tersebut membuat tanda tanya dalam hati.

Aku pernah mencoba menanyakan hal itu pada Bu Ipah suatu hari, kenapa dia tak pernah mau lagi datang ke perumahan, seperti teman-teman yang lainnya. Waktu itu Bu Ipah hanya menjawab tak ada apa-apa, cuma belum sempat saja. Karena masih banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan.

Tentu saja aku tak mempercayai perkataan Bu Ipah tersebut. Aku pikir itu hanya sebuah alasan yang dibuat-buat saja olehnya. Sebab Bu Zub malah paling sering datang ke perumahan, padahal dia kan teman satu ruangan dengan Bu Ipah. Logikanya, kalau memang Bu Ipah sibuk dengan pekerjaan, secara otomatis harusnya Bu Zub juga sibuk dong.

Tapi aku hanya diam saja, tak mau mendesak Bu Ipah lebih lanjut, supaya mau mengatakan hal yang sebenarnya. Mungkin dia memang ingin merahasiakan hal tersebut dari siapa pun, begitu pikirku.

***

"Lu, hari ini jadwal Posyandu Mawar. Nanti kamu yang pergi ke sana ya, sama Pak Mamat. Soalnya Ibu belum rampung bikin laporan bulanan," titah Bu Fatma, begitu aku masuk ke ruang KIA, suatu pagi. Bu Fatma tampak sedang sibuk menulis laporan.

"Baik, Bu," jawabku.

Setelah menaruh tas di atas kursi, aku kemudian menyiapkan segala sesuatu yang akan dibawa ke Posyandu Mawar. Beberapa buah spuit dan jarum suntik, kapas alkohol, dan obat turun panas. Juga beberapa lembar KMS bayi (Kartu Menuju Sehat). Semuanya itu aku tempatkan dalam sebuah posyandu kit (tas khusus untuk dibawa ke posyandu)

Aku lantas menuju ke ruang penyimpanan vaksin, mengambil satu ampul vaksin BCG dan dua buah vial vaksin campak beserta pelarutnya. Sengaja aku mengambil dua jenis vaksin tersebut hanya sedikit, sebab biasanya bayi baru lahir jarang yang datang ke posyandu untuk imunisasi BCG. Karena mereka sudah mendapatkan imunisasi dari tempat mereka lahir, baik di BPS (Bidan Praktek Swasta), RB (Rumah Bersalin) ataupun Rumah Sakit.

Lalu aku mengambil beberapa vial vaksin DPT, polio beserta pipetnya, dan hepatitis. Kemudian memasukkannya ke dalam termos khusus untuk menyimpan vaksin.

Setelah semuanya selesai disiapkan, aku berangkat ke Posyandu Mawar dengan diantar oleh Pak Mamat, petugas gizi puskesmas, menggunakan mobil ambulans.

Sampai di Posyandu Mawar, suasana sudah ramai dengan ibu-ibu yang datang, membawa bayi dan balita mereka. Selain ditimbang berat badan dan imunisasi, bayi dan balita itu biasanya akan diberi makanan tambahan yang berbeda jenisnya setiap bulan. Yang dibuat oleh para kader posyandu. Kadang bubur kacang hijau, bubur sumsum, sup ayam dan lain-lain.

Sebelum dilakukan pemberian imunisasi, Pak Mamat juga akan memberikan penyuluhan tentang gizi bayi dan balita. Untuk menambah pengetahuan para ibu yang memiliki bayi dan balita tersebut.

Setelah berat badan semua bayi dan balita ditimbang, aku kemudian memberikan imunisasi sesuai dengan jadwal pemberian masing-masing bayi, yang tertulis di KMS mereka. Satu demi satu para bayi itu bergantian aku beri suntikan imunisasi.

Ketika aku baru selesai memberikan imunisasi kepada bayi yang datang terakhir, tak sengaja aku melihat seorang perempuan berdiri di bawah pohon beringin yang ada di depan rumah Bu Narti, kader posyandu yang rumahnya dipakai untuk posyandu.

Aku mengerutkan dahi. Beberapa saat aku terpaku, sambil memperhatikan perempuan itu. Wajahnya pucat, rambutnya berantakan dan sorot matanya tajam menatapku.

Aku bisa melihat dengan jelas wajah perempuan itu, sebab jaraknya yang tak terlalu jauh dari tempat dimana aku sedang duduk bersama dengan para kader posyandu. Entah kenapa, tiba-tiba aku merinding, bulu kuduk di leher dan kedua tanganku meremang.

[Siapa perempuan itu ya? Kenapa dia cuma berdiri saja di bawah pohon beringin itu? Apa sebenarnya yang sedang dia lakukan di sana? Atau dia sedang mencari seseorang?] Bermacam pertanyaan singgah di kepala, seraya mataku masih tertuju pada perempuan misterius itu.

"Mbak, ayo diminum air teh-nya. Biar kita bisa cepet pulang," kata Pak Mamat mengagetkan, membuyarkan lamunanku.

"Oh … eh … iya, Pak," kataku, sembari mengambil segelas air teh hangat yang ada di atas meja.

Kami-aku, Pak Mamat dan para kader-kemudian mengobrol sebentar. Setelah itu, aku dan Pak Mamat pamit pulang. Saat mobil ambulans melewati pohon beringin, aku mengitari pandangan di sekelilingnya, bermaksud akan memperhatikan dengan lebih saksama sosok perempuan tadi. Karena terus terang aku merasa penasaran. Tapi ternyata perempuan misterius itu sudah tak terlihat lagi ada di sana

"Mbak Lulu nyari apa? Apa ada yang ketinggalan?" tanya Pak Mamat. Mungkin karena dia melihat mataku terus tertuju ke arah pohon beringin.

"Tadi saya lihat ada seorang perempuan sedang berdiri di bawah pohon beringin itu, Pak. Dia terus menatap saya. Tiba-tiba saya merinding, jadi saya alihkan saja pandangan saya ke tempat lain. Tapi kok sekarang dia udah nggak ada lagi di situ. Kira-kira dia itu siapa ya, Pak?" jawabku seraya balik bertanya.

"Mungkin perempuan itu hantu penunggu pohon beringin, Mbak. Yang ingin kenalan sama Mbak Lulu," jawab Pak Mamat seraya terkekeh. Mungkin dia mengira aku tak serius.

Aku tersenyum kecut menanggapi gurauan Pak Mamat. Padahal aku betul-betul serius bertanya padanya, sebab merasa penasaran. Kenapa perempuan itu saat memandang tadi seolah tak suka padaku. Apa aku pernah mengenal dia sebelumnya?

***

Malam harinya, aku tak bisa tidur. Beberapa kali aku mencoba merubah posisi tidur, berharap bisa langsung pulas, tapi tetap saja sama. Mata ini susah sekali dipejamkan. Entah kenapa, bayangan wajah perempuan misterius yang kulihat di rumah Bu Narti tadi siang, seakan terus menempel di pelupuk mata. Berulang kali aku mencoba untuk melupakan wajah itu. Tapi semakin aku mencoba, wajah itu malah semakin melekat di ingatan.

Aku melihat jam yang menempel di dinding kamar. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 12 malam. Suasana sangat sepi, tak lagi terdengar suara kendaraan di jalan depan perumahan.

Tok … tok … tok ….

Tiba-tiba ada yang mengetuk jendela kamar. Sejenak aku tertegun, sambil menajamkan telinga. Rasa takut tiba-tiba datang menyergap. Spontan aku menarik selimut hingga menutupi seluruh badan, sambil membaca bermacam doa yang aku hafal, dan berusaha untuk segera tidur.

***

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel