Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Infiltrasi Kamp Bandit Part 1

Dua kilometer. Vincent bisa menempuh jarak itu sendirian hanya dalam waktu kurang dari 30 menit. Namun,jika bersama dengan Luminova, mungkin akan memakan waktu lebih lama, terutama karena kurangnya pengalaman dengan medan yang berat dan kesulitan yang baru saja dialaminya.

Vincent memimpin jalan, dengan kewaspadaan tinggi dan matanya mengamati hutan lebat di sekitar mereka.

"Tetap berada di dekatku dan ikuti langkahku," Vincent menginstruksikan dengan pelan, memastikan Luminova hanya berada selangkah di belakangnya. Dia bisa melihat kegugupan Luminova, matanya menerawang ke sekeliling, mencoba menelusuri semuanya.

Saat mereka berjalan, Vincent menunjukkan jejak-jejak di tanah dan ranting-ranting yang patah, itu tanda bahwa ada orang yang baru saja melewati daerah ini.

"Para bandit kemungkinan besar sering menggunakan jalur ini. Kita harus lebih hati-hati," jelasnya dengan suara berbisik.

Luminova mengangguk, genggamannya pada pistol kecil yang diberikan Vincent semakin erat. Dia jelas berada di luar zona nyamannya, tapi ada tekad yang terpancar di matanya. Dia tidak akan membiarkan rasa takut mengendalikannya.

Setelah satu jam menelusuri hutan, Vincent tiba-tiba berhenti dia mengangkat tangannya untuk memberikan instruksi agar Luminova juga berhenti.

"Itu kampnya," bisiknya menujuk ke arah tempat terbuka di depan, di mana asap mengepul di antara pepohonan.

Dari sudut pandang tersembunyi di balik semak-semak lebat, mereka dapat melihat garis besar beberapa tenda darurat dan mendengar gumaman suara-suara. Vincent menghitung sosok-sosok yang bergerak di sekitar kamp dan ada sekitar tiga puluh orang yang terlihat dari posisi mereka, mungkin lebih banyak lagi yang berada di dalam tenda.

"Jadi itu kampnya!" Luminova tak sengaja meninggikan suaranya.

Vincent dengan cepat membekap mulut Luminova, matanya mengamati sekelilingnya untuk mencari tanda-tanda bahwa apakah teriakannya telah terdengar. Setelah beberapa saat, setelah merasa yakin bahwa mereka tidak menarik perhatian, dia perlahan-lahan melepaskan tangannya.

"Maaf," bisik Luminova, wajahnya memerah karena malu. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu melanjutkan dengan nada yang jauh lebih rendah, "Aku ingat sekarang... Tata letaknya, semuanya. Aku juga ingat ke mana mereka membawa tuanku."

Vincent mengangguk, ekspresinya berubah menjadi serius. "Bagus, itu informasi yang berharga. Ceritakan semua yang bisa kamu ingat."

Luminova memejamkan matanya, memusatkan perhatian. "Ada tenda yang lebih besar, tendanya sedikit terpisah dari yang lain, dan tenda itu dijaga ketat. Saat itulah terakhir kali aku melihatnya. Mereka juga memiliki tahanan lain, tapi dia dipisahkan dari mereka."

"Terima kasih atas informasinya," kata Vincent.

"Tunggu... apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan menyelamatkan tuanmu dan para tahanan lainnya," kata Vincent.

"Tuan... apakah kamu sudah gila? Jumlah mereka ada banyak dan kamu hanya satu orang!" Suara Luminova dipenuhi dengan kekhawatiran, tangannya mencengkeram kain gaunnya dengan erat.

"Jangan khawatir... ini bukan pertama kalinya aku menghadapi situasi seperti ini," Ucap Vincent dengan percaya diri. "Lagipula, senjata mereka juga primitif. Jadi mereka tidak mungkin bisa menandingi senjata yang aku miliki. Percayalah padaku. Dan kamu tetaplah di sini dan tunggu aku."

Vincent meyakinkan Luminova dengan anggukan, menandakan bahwa ia akan menangani situasi ini. Beberapa detik kemudian, dia berjalan mendekati perkemahan dan begitu dia tidak terlihat oleh Luminova. Dia membuka sistemnya dan mendapatkan peredam suara untuk pistolnya yang harganya sekitar 50 koin emas.

Dia memasangkannya ke pistol M17 miliknya, dia memastikannya terpasang dengan aman.

Dengan peredam suara terpasang, Vincent merayap lebih dekat ke kamp. Dia memanfaatkan semak-semak yang lebat dan cahaya yang meredup untuk menutupi pendekatannya.

Ketika dia mendekati perimeter kamp, dia bisa mendengar obrolan pelan para bandit dan derak api unggun mereka. Dia berhenti, mengamati tata letak kamp dengan mata yang cermat. Para penjaga tampak lengah, mereka tampak yakin bahwa mereka memiliki kendali di sekitar kamp mereka.

Dia berjalan berkeliling dan menemukan apa yang tampak seperti pintu masuk utama. Di sana dia melihat dua penjaga, satu sedang tidur di kursi dan yang lainnya menyandarkan punggungnya ke tiang pagar kayu, dia tampak siaga tetapi tidak sepenuhnya fokus pada sekelilingnya. Vincent tahu bahwa ini adalah saat yang tepat untuk bertindak. Dia harus melumpuhkan mereka secara diam-diam agar tidak menimbulkan kekacauan.

Dengan hati-hati, dia melompati pagar kayu itu dan mendarat nyaris tanpa suara di atas tanah yang lembut. Penjaga yang terjaga masih tidak menyadari kehadirannya. Vincent bergerak seperti bayangan, menutup jarak di antara mereka dengan cepat.

Dalam satu gerakan cepat, dia menghunus pisau taktisnya dan menggorok leher penjaga yang masih berdiri. Pria itu tercekik, tidak dapat berteriak, kemudian dia jatuh ke tanah. Vincent menangkap tubuh itu sebelum sempat menghantam tanah terlalu keras, kemudian dia menurunkannya dengan lembut.

Setelah itu, Vincent mengalihkan perhatiannya ke penjaga yang tertidur, Vincent mendekatinya Dan tanpa ragu-ragu, dia menutup mulut pria itu dengan satu tangan untuk meredam potensi suara, dan dengan tangan lainnya, dia langsung menggorok lehernya. Tubuh penjaga itu tersentak sekali sebelum akhirnya diam di bawah cengkeraman kuat Vincent.

Dengan kedua penjaga yang diam-diam dinetralisir, Vincent menyeka pisaunya di rumput dan menyarungkannya. Dia mengamati area itu dengan cepat untuk memastikan tidak ada yang memperhatikan. Puas bahwa perimeter masih aman, dia melanjutkan lebih dalam ke dalam kamp. Dia menggunakan tenda-tenda sebagai tempat berlindung dan menemukan lima bandit yang datang dari berbagai arah.

Vincent bereaksi dengan cepat, dia mengangkat pistol M17-nya yang tidak bersuara. Dan hanya dalam waktu tiga detik, ia bisa melepaskan lima tembakan yang tepat mengenai kepala para bandit itu.

Suara dentuman pelan tubuh mereka menghantam tanah dan nyaris tidak terdengar, tenggelam oleh derak api unggun di dekatnya. Vincent dengan cepatmenyeret mayat-mayat itu ke dalam bayang-bayang tenda lalu memastikan mereka agar tidak terlihat untuk menghindari deteksi langsung.

Dengan ancaman langsung yang dinetralisir, Vincent meluangkan waktu sejenak untuk mengamati sekelilingnya. Dia sudah berada jauh di dalam kamp musuh.

Di dalam tenda, dia menemukan enam wanita, semuanya telanjang dan berkerumun bersama. Tubuh mereka penuh dengan memar dan bekas luka - tanda-tanda yang jelas dari penyiksaan fisik.

Rahang Vincent terkatup saat dia melihat pemandangan yang mengerikan itu. Kemarahan mendidih di dalam dirinya, tetapi dia menekannya dan kembali fokus pada tugas yang ada. Para wanita itu meringkuk saat dia masuk, mereka sepertinya takut dan mengira dia adalah penyiksa lain yang akan melanjutkan mimpi buruk mereka.

"Tenang, aku di sini untuk membantu kalian, bukan untuk menyakiti kalian," Dia berbicara dengan lembut dan mencoba meyakinkan mereka.

Saat ia memeriksa kondisi mereka, ia menyadari bahwa penutup tenda berdesir sedikit. Naluri yang diasah oleh pertempuran bertahun-tahun menyadarkannya. Dia berbalik ke arah pintu masuk dan menghunus pistolnya. Tiga orang bandit masuk kedalam tenda sambil tertawa terbahak-bahak, mereka tidak menyadari perubahan nasib mereka. Bandit pertama, yang melihat Vincent, hampir tidak punya waktu untuk terkejut lalu Vincent menembak. M17 yang berperedam benar-benar menjadi mimpi buruk para bandit, tembakan Vincent tepat menghantam dahi bandit itu. Tawa pria itu terputus lalu dia jatuh ke tanah. Tanpa jeda, Vincent langsung mengalihkan bidikannya ke bandit kedua, yang kini berusaha meraih senjatanya. Satu lagi bunyi letusan pelan dari M17 dan pria kedua terjatuh, sebuah tembakan tepat di kepala. Orang ketiga, yang sejenak membeku atas kematian rekan-rekannya yang cepat, nyaris tidak bisa mengeluarkan suara sebelum peluru ketiga Vincent membungkamnya secara permanen.

Setelah ketiga bandit itu tumbang, Vincent dengan cepat bergerak ke arah mayat-mayat itu, lalu menendang senjata mereka dan memeriksa denyut nadi mereka untuk memastikan tidak adanya bahaya. Dia kemudian berbalik ke arah para wanita yang ketakutan, yang telah menyaksikan keadilan yang cepat diberikan kepada para pelaku.

"Kalian sudah aman sekarang," Vincent meyakinkan mereka. "Tetapi aku harus meninggalkan kalian di sini untuk sementara waktu karena aku akan mencari sang putri."

Setelah mengatakan itu, Vincent keluar dari tenda dan mengalihkan pandangannya ke tenda terbesar. 'Pasti di sanalah sang putri berada dan juga dalang yang mengatur semua ini' Pikirnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel