2. Apa Dia Memang Sudah Gila?
Chapter 2
Apa Dia Memang Sudah Gila?
“Kyahhh!! Aku benar-benar jadi gila!!”
Cyan yang baru saja turun dari kereta kuda langsung menoleh pada kepala pelayan rumah tangga setelah mendengar terikan. Ia baru kembali dari istana setelah 5 hari harus bekerja membantu putra mahkota, sepupunya. Pulang-pulang malah mendengar teriakan aneh seperti itu
“Teriakan siapa?”
Kepala pelayan membungkuk para Cyan. “Itu Nona Lowen, Yang Mulia.”
Kening Cyan berkerut. “Apa dia orang yang bisa berteriak seperti itu?”
“Maklumi saja, Yang Mulia. Mungkin dia sedang tertekan,” tambah Skot—ajudan Cyan yang juga baru turun dari kereta sebelum Cyan.
“Begitu.”
Cyan akhirnya mengabaikan dan berjalan untuk masuk ke rumah. Ia butuh mandi dan sedikit makanan sebelum bekerja lagi. Setelah masa peperangan Cyan merasa pekerjaannya jauh lebih banyak. Bukankah kalau seperti ini lebih baik ada di barak peperangan?
Cyan berhenti sesaat untuk melihat ke lantai atas, balkon di mana suara teriakan berasal. Wanita pirang duduk dengan raut wajah aneh. Cyan hanya mendengkus geli dengan senyum kecil sebelum akhirnya benar-benar masuk ke rumah.
Yah, itu adalah ekpresi kebosanan.
3 bulan telah berlalu setelah Cyan mengunjungi kediaman Lowen dan membawa satu-satunya adik wanita dari Brithney Lowen. Selama itu juga Cyan belum pernah secara resmi bertemu dengannya.
Cyan juga lupa meminta untuk diberitahu identitas wanita itu.
“Skot?” panggil Cyan sambil sedikit melirik ke belakang pada ajudannya.
“Ya, Yang Mulia?”
“Sambil jalan, jelaskan dulu tentang wanita itu.”
“Maksud Anda Nona Lowen?”
“Memangnya siapa lagi wanita yang tinggal di sini selain dia?”
Kepala pelayan yang juga berjalan di belakang Cyan sedikit berdehem saat Skot mengangguk. Karena Cyan butuh mandi, dari itu kepala pelayan harus mengurusnya. Karena pria tua itu satu-satunya orang yang Cyan perbolehkan untuk melayaninya.
“Rosenante Catallena Lowen. Dia yang dijuluki Mayat Hidup Pergaulan Atas.”
Kening Cyan sedikit berkerut. “Mayat Hidup?”
Hm, orang-orang mulai mengerikan saat memberi julukan pada orang lain rupanya. Tetapi itu juga memang mencerminkan Rosenante. Julukannya sangat menjelaskan Rosenante. Saat di medan perang Cyan pernah memebaca surat dari putra mahkota tentang seorang wanita yang menjadi pusat pergaulan kelas atas.
Namanya Rosenante Catallena Lowen. Wanita itu tidak seperti kebanyakan para lady. Ketika mendatangi pergaulan yang diadakan orang-orang, dia hanya akan duduk dengan anggun sambil menikmati teh. Dia menatap wanita-wanita yang bergosip di sekelilingnya. Bahkan kalau beruntung mendengarnya bicara, suaranya sangat bagus.
Rosenante adalah wanita yang tak banyak bicara. Anehnya orang-orang menjadikannya pusat pergaulan karena dia orang yang sangat cantik, anggun, dan elegan. Nyaris semua lady ingin seperti dia.
Itulah kenapa terkadang Cyan benci rumor. Padahal citra wanita itu sangat bagus di pergaulan atas. Tetapi mereka tidak tahu kalau wanita itu baru saja berteriak sambil mendeklarasikan bahwa dirinya gila.
Kalau ada orang dari luar kediaman Orion mendengar, mereka pasti akan sangat syok.
Tetapi sudah 3 bulan berlalu. Harusnya Cyan mendengar rumor tentang Rosenante yang menghilang dari rumahnya dan tidak datang ke pergaulan. Kenapa sampai hari ini masih tidak terdengar gosip apa pun?
“Aku pernah mendengarnya dari Yang Mulia Pangeran,” kata Cyan saat mendorong pintu kamarnya dan masuk diikuti kepala pelayan dengan Skot yang masih berusaha menjelaskan tentang Rosenante.
“Tidak banyak yang tahu tentang rumor ini. Nona Lowen menolak semua pria yang mendekatinya hanya dengan tangan. Tapi katanya Yang Mulia Pangeran berhasil bicara dengan Nona Lowen.”
Cyan memegang dagunya. Pantas saja putra mahkota sampai bercerita tentang suara Rosenante yang katanya bagus. Ternyata pria itu berhasil bicara dengan Rosenante. Apa dia menyukai Rosenante? Kalau memang iya, kenapa tidak ada komentar saat Cyan bilang sedang menawan Rosenante di kastilnya?
“Sudah tiga bulan,” gumam Cyan. “Sepertinya memang harus kulakukan.”
Skot dan kepala pelayan—Moch—saling lirik karena mendengar ucapan Cyan. Tatapan mereka jelas mengatakan keterkejutan.
“Apa dia mau mengeksekusi Nona Lowen?”
“Kapala Pelayan, tolong hentikan Yang Mulia.”
Yah, itu hanya pembicaraan dari hati ke hati yang dilakukan Skot dan Moch melalui kontak mata.
“Anu, Yang Mulia,” panggil Moch saat maju untuk sedikit mendekat.
“Undang Nona Lowen untuk makan malam. Aku rasa memang seharusnya aku bicara langsung.”
Skot langsung mengembuskan napas dengan lega mendengar ucapan Cyan. Kalau Cyan langsung mau mengeksekusi Rosenante, itu bisa jadi masalah nantinya. Rumor tentang putra mahkota dan Rosenante itu saja sampai harus disembunyikan, mungkin saja putra mahkota bisa menggila kalau rumor itu benar, kemudian Rosenante mati.
“Baik, Yang Mulia.” Skot langsung membungkuk dan undur diri dari kamar.
Namun, begitu menutup pintu kamar, Skot bertemu dengan pelayan yang ditugaskan untuk menjadi pelayan pribadi Rosenante sejak 3 bulan yang lalu. Pelayan itu sedang membawa nampan berisi camilan.
“Kau mau menemui Nona Lowen?” tanya Skot pada pelayan itu.
Pelayan itu mengangguk. “Iya, Sir.”
“Baguslah. Sampaikan pada Nona Lowen, malam ini Yang Mulia mengundangnya untuk makan malam.”
***
Rosie memang merasa setengah gila karena kebosanan. Rumah ini, kastel ini. Meski ukurannya 2 kali lebih luas dari kastel Lowen, tetap saja ia tidak bisa hanya di dalam rumah.
Memangnya tidak ada yang pernah bilang pada Grand Duke Orion kalau seseorang hanya berada dalam rumah, dia bisa mati karena kekurangan oksigen? Rosie sebentar lagi akan mati karena bosan.
“Anda mau tambah tehnya?” tanya pelayan usai meletakkan nampan berisi kue kering dan cake. Kemudian mengecek teko teh yang tinggal setengah.
Rosie mengangkat tangan. “Tidak usah.”
Menambah teh katanya? Heh! Memangnya kau menyuruhku hanya minum teh sampai besok? Seluruh tubuhku bisa berubah jadi air, tahu!
Siapa sih manusia yang mengusulkan tentang ide Afternoon Tea Time ini? Rosie tidak menyangka kalau Rosenante menyukai hal seperti ini. Saat membaca buku aneh itu, Rosie pernah berpikir kalau Rosenante mungkin bosan. Dari itu dia tidak banyak bicara. Dia hanya datang, duduk minum teh, mengawasi situasi, berdiri, lalu pergi.
“Aku melihat keret kuda. Apa ada tamu?” tanya Rosie.
“Ah, Yang Mulia Grand Duke pulang.”
Rosie mengangguk. Yah, pria itu sudah bekerja keras, dia memang harus pulang kalau punya rumah. Karena pria itu sudah pulang, Rosie harus mengurangi untuk keluar dari kamar atau duduk di balkon. Seperti yang sudah 3 bulan ini ia lakukan ketika Cyan ada di kestel, Rosie hanya mengurung diri di kamarnya. Minum teh di kamarnya dan berpura-pura sakit agar para pelayan mengantarkan makan malam ke kamar.
Ya, begitu saja. Rosie mengangguk berkali-kali. Hari ini juga ia harus cari ide untuk alasan sakitnya supaya tidak perlu makan di ruang makan.
“Sepertinya aku masuk angin,” celetuk Rosie sambil meminum lagi tehnya yang baru dituangkan oleh pelayan. “Tubuhku rasanyaa tidak enak.”
Pelayan itu tersenyum lebar pada Rosie. “Anda selalu masuk angin kalau Yang Mulia pulang.”
Rosie mengintip dengan sebelah matanya dari sisi cangkir. Ah, benar. Mustahil pelayan ini tidak menyadari pola alasan Rosie. Ia selalu melakukannya tepat setelah Cyan dikabarkan pulang ke rumah.
“Aku serius. Aku merinding sekarang.”
Pelayan itu memperlebar senyumnya.
Ah, sial! Sepertinya sudah tidak mempan lagi.
“Yang Mulia mengundang Anda untuk makan malam bersama hari ini, Nona.”
Prank!
Rosie menjatuhkan cangkir tehnya karena syok. “Kau bilang apa, di mana, sedang apa?”
“Hati-hati, Nona. Bagaimana kalau Anda terluka?” Pelayan itu langsung membungkuk dengan nampannya di dekat kaki Rosie. Kemudian memungut pecahan gelas.
Tanpa sadar Rosie menggerakkan tangannya untuk memegang leher. Kalau makan malam dengan Cyan, apakah ia harus menyembunyikan lehernya? Bisa gawat kan kalau tiba-tiba si gila itu menancapkan pisau makan ke leher Rosie seperti saat pria itu mengancamnya 3 bulan lalu di kediaman Lowen.
“Nona?”
“Carikan aku syal yang tebal,” kata Rosie memberikan perintah. “Ingat, harus yang sangat tebal.
***
Rosie menarik napas dalam berkali-kali di depan pintu ruang makan bersama pelayan pribadinya. Pelayan itu sudah menatapnya dengan aneh berkali-kali sejak ia keluar kamar.
Oke, sekarang saatnya masuk. Tidak apa-apa, Rosie. Anggap saja seperti kau memelihara kucing.
Gahh! Sialnya ini bukan kucing biasa. Dia singa! Singa Hitam!
Kyaahh! Rosie mau kabur!
“Saya rasa Anda berlebihan.”
Rosie menoleh dan menarik turun lagi tangannya yang sudah mau mendorong pintu ruang makan. Apa lagi, sih? Padahal ia sudah mencoba berani untuk membuka pintu ini.
Jangan buat Rosie makin khawatir dong!
“Apa?”
“Syal Anda.”
Rosie memegang leher dan tersenyum lebar. “Aku kan sudah bilang aku tidak enak badan. Aku kedinginan tahu.”
Pelayan itu menghela napas. “Baiklah. Silakan masuk, Nona.”
Pelayan itu mendorong pintu ruang makan dan jantung Rosie berdentam kuat. Setelah 3 bulan, sekarang ia baru akan menghadapi lagi Grand Duke Orion itu. Si Bajingan yang menyeret dan mengurungnya di tempat terkutuk membosankan ini.
Heh, pria gila itu sama saja dengan Brithney Lowen.
Saat menginjakkan kaki ke ruang makan itu, hal paling mencolok selain menu makanan yang luar biasa banyak hanya untuk dimakan berdua adalah orang berambut hitam yang duduk di ujung meja.
Cyan Scal De Orion.
Aarrghhh!
Buku sialan, kutuk Rosie saat pertama kali melihat Orion setelah 3 bulan. Ini adalah pertama kalinya ia melihat dengan jelas.
Apa pria itu memang gila?
Bukan.
Apa Rosie memang sudah gila?
Buku terkutuk! Rosie memang membenci Cyan di dalam buku. Tetapi ia sendiri tidak menyangka bahwa si pemberontak gila yang akan membunuh anggota keluarganya karena cinta akan setampan itu.
Terkutuk kau nenek aneh!
.
.
Original story by Viellaris Morgen
Rabu (13 Maret 2024)