Bab 7 : Jangan Mati, Tuan!
Maye tetap berada di dahan pohon sambil matanya celingukkan melihat jika ada gerakan dari anak laki-laki itu. Namun telah beberapa lama, ia tidak melihat satu gerakan pun.
Sangat khawatir ia berencana untuk turun, tetapi teringat pesan bocah itu untuk harus terus berada di dahan pohon, ia mengurungkan niatnya.
Dalam kebingungan tiba-tiba terdengar suara keresek dari balik pepohonan. Seorang pemuda berjalan sempoyongan dan berlumuran darah berjalan ke arahnya. Bajunya robek di beberapa bagian dan wajahnya penuh cipratan merah yang membuatnya terlihat mengerikan seperti seseorang yang baru saja keluar dari medan pertempuran.
Gadis itu segera melompat turun, ia bergegas ke depan dan menghampiri anak muda itu.
Namun setelah dekat, tubuh laki-laki muda itu jatuh merosot dan akan tumbang. Maye buru-buru menangkap tubuhnya. Aaron samar-samar mencium aroma harum dan segar dari tubuh wanita itu.
Maye terlihat sangat cemas dan berpikir pastilah serigala-serigala itu telah merobek tubuh si penyelamatnya ini.
Membaringkan kepala pemuda itu di pangkuannya, gadis itu mengambil sehelai sapu tangan dan membersihkan noda darah di wajah anak laki-laki itu.
Aaron mengerang, meracau tidak jelas. Sepertinya ia benar-benar akan segera mati, hingga membuat gadis itu semakin ketakutan.
Mengangkat satu tangannya dan berusaha menunjuk sesuatu, Aaron berkata terbata-bata, "Katakan ... ke... kepada .. Nona Yue ..." Belum sempat ucapannya sampai, tangannya jatuh kembali ke tanah dan kepalanya tergolek ke satu sisi.
Maye panik. "Kamu, jangan mati!" teriaknya. "Tolooong!" ia berteriak lagi sekuat tenaga berharap seseorang mendengar.
Berpikir anak ini kehabisan darah, ia memeriksa sekujur tubuhnya mencari di mana luka parahnya berada. Namun setelah beberapa saat, ia tidak menemukan luka di mana pun.
Maye agak bingung, tidak ada luka di tubuhnya. Memeriksa sekali lagi, tetap tidak menemukan satu sayatan pun. Darah di bajunya bukanlah keluar dari luka fisik anak ini.
Mengamati wajah anak itu, Maye tertegun. Anak ini cukup tampan, hidungnya sedikit mancung, alis hitamnya yang tegas, bulu matanya ... tiba-tiba wajah Maye berubah gelap, bulu mata itu bergerak-gerak, anak ini sama sekali tidak pingsan!
Sangat keras ia menarik hidung laki-laki itu. "Jangan pura-pura! Kamu tidak pingsan!" sungut Maye dengan marah.
Merasakan hidungnya sangat sakit, Aaron terlonjak dan membuka matanya, ia bergegas menjauh. "Nona, kejam sekali!" protesnya. Ia menggosok hidungnya yang terasa mau copot.
Maye tidak tahu apakah harus tertawa atau menangis, laki-laki ini terlalu berakting. Sesaat hatinya lega anak muda itu baik-baik saja, namun amarahnya muncul lagi teringat tubuhnya telah ditonton sedemikian rupa sebelumnya.
Dengan satu gerakan ia menghunus pedangnya dan mengarahkannya ke leher Aaron. Perasaan dingin menyebabkan bulu kuduk Aaron merinding, ia mengangkat kedua tangannya berharap untuk menjernihkan kesalah pahaman.
"A ... aku bisa menjelaskan ... " ucapnya terbata. Dengan cepat Aaron menjelaskan apa yang dialaminya sehingga ia berakhir di dalam sungai.
Maye menggigit bibir, sekilas tatapan rumit melintas di matanya. Apapun alasannya itu tetap saja tidak merubah kenyataan bahwa Aaron telah melihat tubuhnya. Meski kebenarannya ia melihat kelinci itu sebelumnya.
"Siapa namamu?"
"Aaron ... " jawab Aron. Dengan lambat ia menurunkan tangannya dan menggeser perlahan ujung pedang gadis itu.
Merasa tidak dapat melakukan apa-apa terhadap anak ini, Maye menghela napas dengan sedih lalu menarik pedangnya dengan lemah. "Aku harap kamu bijaksana dan berpura-pura hari ini tidak ada yang terjadi. Jika saja ini menyebar, akibatnya tidak akan baik untukmu." Maye berbalik dan melangkah pergi.
Aaron memandangi lekuk tubuh wanita menawan itu yang berjalan menjauh. Memejamkan matanya dengan pahit ia
mengambil bungkusan di tanah yang berisi empat taring serigala.
Memang seharusnya itu tidak perlu diingat, meskipun pernah jatuh di lubang yang sama namun pada akhirnya wanita itu tetaplah berada pada tempat yang tidak bisa dijangkaunya saat ini. Matanya melirik sepotong kain penuh darah, ia mengambilnya dan mengetahui kalau itu adalah milik gadis tersebut. Sekilas ia melihat sebuah nama di salah satu sudutnya, Aaron jadi tahu nama gadis pemilik sapu tangan itu adalah Maye.
Aaron berjalan mengikuti di belakang dengan menjaga jarak, khawatir gadis itu akan kembali menjadi gila dan melakukan hal-hal bodoh seperti mencongkel matanya.
Sesampai di pinggir sungai, Aaron langsung menceburkan dirinya ke dalam sungai. Maye terkejut dan menoleh ke belakang. Melihat anak itu bertelanjang dada wajahnya jadi merah, "Cabul! Kenapa kamu tidak menungguku pergi terlebih dahulu?!" bentaknya dengan marah.
Aaron tertegun, menyadari keadaan dirinya ia membenamkan tubuhnya lalu menatap gadis itu dengan tatapan tak bersalah.
Gadis itu merengut, lalu menghentakkan kakinya dan berbalik. Namun suara Aaron menghentikannya.
"Tunggu, maukah Nona melemparkan bajuku yang tertinggal di atas tebing?" pintanya.
Wajah Maye merah padam, sejak kapan ada seorang pelayan yang berani memerintahnya?
"Apa kamu pikir aku pembantumu?!" teriaknya dengan marah.Tanpa menoleh ia terus berjalan menaiki tangga menuju ke atas tebing. Sesampai di atas ia melihat buntalan kain. Maye hendak mengabaikannya, namun beberapa langkah kemudian ia memejamkan mata. Menggigit bibirnya ia berbalik, dengan kesal disepaknya buntalan kain itu hingga jatuh ke dalam jurang tempat Aaron sedang mandi. Namun memperhatikan arah jatuhnya buntalan itu, mau tidak mau gadis itu menutup mulutnya dan tertawa geli.
Aaron melihat buntalan kainnya meluncur jatuh ke dalam sungai, terlonjak ia berusaha mengejar agar itu tidak terendam air. Namun terlambat, buntalannya itu langsung tenggelam begitu menyentuh permukaan sungai.
Sungguh gadis yang kejam! teriaknya di dalam hati dengan marah.
...
Kembali ke perkemahan, paman Lei tertegun saat melihat Aaron datang dengan memakai pakaian yang basah.
"Ada apa denganmu?" tanya Paman Lei sambil melepaskan tenda dari kait tiangnya.
"Aku terjatuh, Paman," jawab Aaron. Paman Lei geleng-geleng kepala lalu mengalihkan perhatiannya.
Segera Aaron bergegas membantu paman Lei membongkar tenda-tenda dan peralatan untuk memasukkannya kembali ke dalam gerbong barang.
Seperti seorang majikan pada umumnya, Nona Yue terlihat acuh pagi ini. Ia hanya melirik sekilas kepada Aaron dan tidak menyapanya. Aaron menjadi agak kikuk. Tentang itu tidak ada yang perlu dikatakannya, ia hanyalah seorang pelayan kecil sekarang.
Seperti yang telah disepakati, iring-iringan kereta tuan Hong dan tuan Mutsa berangkat bersamaan.
Kereta yang di tumpangi Aaron tetap berada di paling belakang, kakek Long mengendalikan kuda-kuda dengan santai.
Melirik ke kereta di depannya Aaron menyaksikan Xia dan yang lainnya asik bercerita. Mereka berada dalam satu kereta yang tirainya dibiarkan terbuka, sehingga Aaron dapat melihatnya dengan jelas.
Bertemu tatapan dengan kedua mata cantik milik Maye, Maye segera membuang pandangannya dan mengacuhkan Aaron seperti ia tidak mengenalinya. Aaron hanya tersipu dengan canggung.
Tidak lama kemudian, iring-iringan kereta memasuki sebuah kota persinggahan untuk mereka semua mengisi bekal kembali.
...