Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

#9

Icha mengaktifkan ponsel dan untuk kesekian kali nya menggusar rambut kasar. Ia tak tau lagi sudah seperti apa tampak rambut nya. Jika seperti surai singa pun Icha tidak terkejut. Tidak peduli.

Karena angka di layar menunjukkan dalam dua jam adalah tengah malam, ia memutuskan pulang sekarang walaupun gerimis masih berjatuhan. Tentu juga sebelum kafe ditutup dan ia diusir oleh sang pemilik.

Ia sudah muak diusir masalahnya.

Icha menyalakan motor nya, mulai membelah jalanan yang licin dan dingin.

Tapi bukan jalanan yang diperhatikan indra nya, malah berbagai argumen yang menambah kekalutan nya. Dulu itu Icha dan Jean ingin punya sahabat cowok. Tapi saat dapat satu, Jean jatuh hati. Dan bukan nya menyambut baik, cowok itu bermain di belakang. Kandidat selanjutnya malah suka pada Icha. Karena itu, niat Icha dan Jean mencari sahabat cowok lantas mereka kubur. Malah membiarkan Icha mencari pacar yang akan dimanfaatkan menemani dua sahabat itu berulah ke sana-sini. Jean tak pernah berani bermain-main dengan perasaan seperti Icha. Sekarang baru Icha paham jelas kenapa jatuh hati itu bukan untuk orang lemah.

Ia marah menyadari ambisi mengambil hati Dimas menjadi jalan nya menaruh hati juga. Apalagi teringat sikap Dimas yang tak pernah sedikitpun menerima kehadiran nya, kenapa bisa-bisa nya ia percayakan perasaan nya?

Ini ke tiga kali nya Icha merasakan the real patah hati. Yang pertama itu saat kepergian Ibu nya, lalu perlakuan mantan pertama nya kurang lebih sembilan tahun lalu.

Setelah nya hidup Icha datar-datar saja, tak pernah benar-benar melibatkan hati. Tapi sekali lagi kenapa Dimas yang ia tarik ke hati nya tanpa sadar, bisa memanfaatkan posisi strategis itu untuk menusuk nya tepat sasaran-

"ASTAGA!"

Jalanan yang licin, ditambah imaji nya yang melayang-layang, memberi alasan jelas Icha menyenggol satu mobil di depan nya. Icha jatuh menggelinding sampai sejarak beberapa meter karena kecepatan laju motor nya tadi. Tak perlu ditanyakan lagi, ia berakhir terkulai di jalan yang untungnya sepi sehingga tak menimbulkan korban selain diri sendiri..

Perlahan-lahan ia mencoba memahami apa yang terjadi. "Sial," umpatnya melihat motor sport nya jatuh di sebelah mobil yang telah baret juga penyok akibat ulah nya.

Apalagi si pengemudi yang keluar dari mobil dengan wajah masam, selaras dua rekan yang mengekor di belakang.

"Anjing! Mobil gw sampe penyok! Bisa bawa motor gak?!" bentak cowok sang pemilik mobil.

"Tunggu-tunggu. Ini si cabe-cabean FD itu kan?" sinis salah satu dari mereka yang seperti nya mengenal Icha. Sedangkan gadis itu masih meringis merasakan nyeri juga perih di sekujur tubuh nya. Masa bodoh dengan umpatan mereka.

Tawa sinis terdengar setelah ketiga cowok itu mengenali dengan pasti wajah Icha di jalan berpenerangan minim itu.

"Kayaknya kita nggak usah ke club, udah ada yang bisa dipake di sini."

"Gangbang aja tolol" canda cowok yang dapat dipastikan sudah kehilangan akal sehat nya.

Icha ditarik kasar untuk berdiri menghadap nya. Dengan sekuat tenaga -selaras tenaga yang digunakan cowok itu terhadapnya, Icha mencoba melepaskan tangan nya yang tercengkeram erat. "Nggak mampu mesen cewek, jadi pungut aja yang di jalan? Segitu nggak modal nya lo?"

Tangan cowok yang tadi mengunci gerak lengan nya jadi beralih menggenggam erat leher Icha tanpa ragu. Gadis itu sampai terbatuk-batuk karena tertutupnya jalan napas.

"Nggak usah ketengilan-"

Memanfaatkan keadaan saat tiga manusia bodoh di hadapan nya ini tak memperhatikan, Icha menggunakan tangan yang telah bebas dari kontrol untuk mendorong mundur cowok itu. "Bacot. Lepas, bangsat," sentak nya berani.

Tapi terlepas dari yang satu, Icha sudah kembali dicekal yang lain. "Nggak usah kasar mulut nya, ntar kita yang kasar main nya."

Dengan suasana sepi seperti ini, nihil aksi mengulur-ulur waktu seperti sekarang bisa menyelamatkan nya. Jadi Icha berpikir spontan untuk menendang keras kemaluan cowok di depan nya, layak nya yang biasa ditunjukkan film-film. Dan untung nya memang berhasil. "Masih bisa main lo, hah?" balas Icha masih saja tengil saat kaki nya mencoba cepat-cepat menjauh dari sana.

Nyatanya keputusan tadi bukanlah ide yang bagus. Tumbangnya satu cowok itu, membuat dua rekan nya membrutal. Kepala Icha tanpa segan diantukkan ke bodi mobil di belakang nya.

"Udah... sialan." ujar Icha lemas karena pening menyerang setelah hantaman keras tadi.

Cowok yang tadi Icha lumpuhkan seperti nya mulai bisa kembali mengondisikan diri nya. Dengan emosi ia menggeser dua teman nya untuk berhadapan langsung dengan Icha.

"Gw udah bilang jangan ketengilan."

Icha mengatur napas nya demi sesegera mungkin menghilangkan sakit di kepala nya. "Dan gw udah bilang jangan bacot-"

Satu bogeman mentah diterima Icha di perut nya. Tanpa samasekali bisa mengontrol tubuh lagi, Icha terbaring di aspal yang basah dengan terbatuk-batuk. Memuntahkan darah akibat kencang nya pukulan tadi.

Icha mendesis menahan rasa sakit nya. Ia tak kuat lagi menahan tangis sekarang.

"Jangan main kasar sama perempuan."

Hanya suara bariton yang mengisi telinga nya sebelum ia menyerah dan kehilangan kesadaran nya. Setidaknya Icha punya harapan ada seseorang yang mengupayakan keselamatan nya saat ia menyerah sekarang.

Dan ternyata -entah terhitung sepenuhnya untung atau juga setengah rugi- pemilik suara bariton itu ialah Dimas.

Suasana hati nya yang kacau karena kedatangan Vio tiba-tiba tadi, semakin memuncak ketika melihat darah yang keluar dari mulut yang biasa tak berhenti mengoceh pada nya itu.

Ia sendiri tak tau harus bersyukur bisa tiba di sini pada saat seperti ini, atau merutuk diri mengusir Icha pergi begitu saja tadi.

Melihat Icha yang tak lagi bergerak, spontan menggerakkan tangan Dimas untuk menarik kasar salah satu dari antara mereka. Tak berminat menggunakan acara adu jotos kecuali jika memang dibutuhkan. Lagipula cowok-cowok ini juga sudah mengenali Dimas hingga tak memberikan perlawanan. "Kenapa Icha?"

"Eh- Icha... nyerempet mobil gw, Bang." jelas cowok itu terbata-bata.

"Cuma karena mobil kalian ngeroyok perempuan?" tanya Dimas tak percaya, sekaligus mencoba mengungkap kemungkinan alasan lain.

"Sumpah maap, Bang, tadi emosi. Icha yang ketengilan-"

Dimas menghentak cekalan nya pada baju cowok itu. Tak penting menanggapi alasan mereka apalagi dengan kondisi Icha yang tengah tidak sadarkan diri.

Dengan segera, Dimas beralih pada Icha. Merapikan rambut yang menempel di wajah gadis itu sembari mencoba mengembalikan kesadarannya. "Isabella Swan... Icha... kamu bisa dengar saya? Icha..." panggil Dimas terus menerus, sambil menepuk pipi gadis itu untuk menyadarkan nya.

Karena tak kunjung ada jawaban, Dimas mengecek denyut nadi dan napas nya. Masih terkategorikan normal sehingga ia bisa memutuskan untuk langsung membawa gadis itu bersamanya.

Ia membaringkan Icha di kursi belakang mobil. Memastikan keamanan dan kenyamanan nya sebelum memutar menuju kursi kemudi.

"Jangan pernah ganggu gadis... ini- gadis gw lagi." ucap Dimas tegas sebelum akhirnya memasuki mobil dan membawa Icha menuju kediaman nya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel