Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

[7]

Amelia tidak mengetahui setan mana yang telah menguasai dirinya sehingga kedua tangannya mendarat tepat di dua pipi Damian. Tangan wanita itu membingkai wajah sang kekasih hati yang seharusnya tetap berisi— tidak tirus layaknya sekarang.

“Aku cinta kamu, Kak.” Bisik Amelia sebelum mengecup bibir Damian. Ia menarik bibirnya, menyaksikan keterkejutan Damian untuk beberapa saat.

“Me too.. I love you,” wanita itu kembali mengikrarkan rasa cintanya, menyatukan lagi bibir yang tadi terpisah. Air matanya menetes, mengutuk perbuatannya sendiri.

Di dalam hati Amelia memohon pemakluman atas tindakannya. Tuhan satu kali ini saja. Tolong biarkan darah itu tak menjadi penghalang antara diriku dan dirinya yang malam. Hanya malam ini saja, izinkan dia menjadi sosok lain dalam hidupku. Menjadikan Kak Damian laki-laki yang seutuhnya dapat aku cintai, bukan sebagai pria yang ku pandang sebagai kakak seperti selama ini. Amelia juga meminta ampun. Berjanji akan menerima segala konsekuensi di akhir cerita nanti. Ia menyerah. Mengaku kalah pada hati yang mengalahkan logika serta akal sehatnya.

Damian yang masih dikuasai rasa kaget mendorong pelan Amelia. Tangannya mencengkram kedua pundak sang adik. “Amel kamu..” Pekiknya tak kuasa menahan buncahan yang menghangatkan dadanya.

Amelia mendesis. Melayangkan satu jarinya tepat di depan bibir Damian. “Malam ini, biarkan dosa ini aku yang menanggungnya Kak. Aku sungguh mencintai Kakak.” Ucapnya lalu mendekatkan bibir mereka. Memberi kecupan-kecupan kecil sebelum akhirnya berani melumat bibir yang setiap malam menguasai seluruh tubuhnya.

Malam ini Amel menyerahkan dirinya sendiri masuk ke dalam kubangan dosa. Sebuah amal buruk yang kelak mengantarkannya menuju neraka terdalam. Amel tidak peduli, karena yang ia pikirkan saat ini hanyalah cara menghapus duka serta luka pria malang dihadapannya. Laki-laki yang teramat ia cintai.

“Miliki aku, Kak..” Amelia memeluk tubuh Damian erat. Menyandarkan kepalanya di dada bidang sang kekasih hati. “Dosa, bisakah Kakak membaginya denganku sekarang?!” Setelah mengatakan akan menanggungnya sendiri, Amelia berubah pikiran. Ia tidak ingin Damian merasakan surga sendirian. Pada alam keabadian nanti, ialah yang akan menarik kaki-kaki Damian jika seandainya bukan pintu neraka yang pria itu masuki. Menyeret Damian pada lembah yang sama agar mereka tetap dapat bersama untuk selamanya.

“Kita akan menanggungnya bersama, Sayang.”

Amelia merasa cukup mendengarnya. Ia perlahan mendorong tubuh Damian mundur hingga laki-lakinya terbaring ke atas ranjang. Tatapan sendu yang kini berubah menjadi kabut gairah di mata Damian seolah mengundang hasrat Amelia. Membangkitkan apa yang selama ia redupkan terus menerus. Amelia berpikir ini adalah saatnya melepaskan topeng dan segala pakaian baja yang ia jadikan pelindung kewarasannya. Ia naik ke atas tubuh sang kakak, membiarkan Damian terus terpukau oleh sikapnya malam ini. Ia menghujami wajah Damian dengan ciuman, sebelum menghentikan tindakannya.

Keduanya terisak bersama sembari menyatukan kening mereka.

“Boleh Amel milikin Kakak malam ini?” Amelia memegangi dadanya sendiri. Ia melakukan remasan, bertindak layaknya wanita haus belaian. “Amel mau..” lirih Amel parau sembari memejamkan kedua kelopak matanya. Air mata kembali deras menetes, terlebih ketika mengetahui Damian melakukan yang sama melalui matanya yang perlahan terbuka. Amel mengangkat wajah Damian, menjulurkan lidahnya untuk menggantikan peran tisu di kamar itu, membuka Damian membuka mata.

“Kak, malam ini, aku akan menjadi Amelia istri Kakak. Hanya malam ini saja, Kak. Amel nggak tahu, esok atau lusa kewarasan itu akan datang lagi apa nggak. Jadi setidaknya, ketika aku menggila.. Biarkan aku benar-benar merasakan bagaimana bahagianya menjadi istri Kakak.” Ucap Amelia terbata-bata. Kilasan api neraka yang membayanginya ternyata tak mampu menyadarkan Amelia atas pilihan yang telah dirinya buat. Setelah Damian menganggukkan kepalanya, Amelia menggerakkan tangannya untuk melepaskan seluruh pakaian yang Damian kenakan. Ia menanamkan kalimat-kalimat dalam dirinya, jika ia bisa melakukan semua ini. Ia tidak mungkin membuat Damian kecewa usai melambungkan harapan.

“Amel, biar Kakak..”

Amel kembali mendesis. Ia menggunakan tangan kirinya untuk membekap lembut mulut Damian selagi tangan kanannya bergerak membebaskan apa yang seharusnya tak Damian kenakan ketika mereka tengah bercinta.

Bercinta?!

Mengapa kata-kata itu terdengar sangat indah di telinganya sendiri. Amelia menyeringai. Ia ditampar oleh setiap baik kata-kata yang selalu Damian ucapkan beberapa hari belakangan ini. Bahwa dirinya sendiri pun

“Biarkan Amelia menjadi istri yang baik malam ini untuk Kakak.”

Damian mengangkat kedua tangannya pertanda menyerah. Pria itu akan membiarkan Amelia berbuat sesukanya. Tunduk atas kuasa sang kekasih hati. Layaknya seorang pemuja, Damian menurut pada ratunya. Menjadikan dirinya sendiri tawanan dari wanita yang memikat seluruh hatinya.

Setelahnya hanya desakan keduanya yang memenuhi ruangan. Di bawah kendali Damian Amelia akhirnya luluh dan melebur pada aktivitas yang dinamakan percintaan untuk pertama kalinya. Di bawah hentakan pria yang dirinya cintai, Amelia menerima dengan kesungguhan hati benih-benih yang Damian tebarkan ke dalam rahimnya. Menyesap madu yang sejatinya masih membuat sudut-sudut hatinya mengedut karena sebuah dosa. Sadar atas perbuatannya, Amelia kembali diingatkan bahwa apa yang dirinya mulai beranikan merupakan kesalahan yang tak terampuni oleh sang pencipta.

‘Tuhan tolong maafkan saya,’ lirih Amelia ketakutan. Sayup-sayup Amelia mendengar suara terakhir Damian, sebelum rasa lelah sepenuhnya merenggut kesadarannya secara penuh. Akibat percintaannya dengan Damian, mata Amelia memberat hingga jatuh terlelap.

“Aku cinta kamu, Sayang. Semoga anak kita segera hadir di rahim kamu. Supaya kita bersatu untuk selamanya.” Dan bodohnya, Amelia mengaminkan doa yang menembus mimpinya tersebut.

Damian menuruni ranjang setelah membalut tubuh Amelia menggunakan selimut tebal. Pria itu memungut apa yang istrinya buang ke lantai, memakai pakaiannya sebelum berjalan menuju pintu balkon.

“Istri?” Damian menolehkan kepalanya, bibirnya menyunggingkan senyuman sembari menatap wanita yang telah sepakat untuk hidup bersamanya. Penyerahan Amelia tadi merupakan awal yang sangat bagus untuk hubungan mereka.

Damian melangkahkan kakinya keluar. Tak lupa ia menutup pintu yang menghubungkan kamarnya dengan balkon yang luas. Sembari bertelanjang bagian atas, Damian menatap langit-langit yang menampakkan ratusan bintang di angkasa. Pantas saja, semesta ternyata sedang menyusun keindahan malam sehingga harinya berlalu tak kalah indahnya.

Damian mengadahkan kepalanya sembari membuka kedua tangannya lebar-lebar. Sebuah momen yang tepat untuk memanjatkan permohonan. Satu bintang terjatuh, sebagai pertanda baik dimana apapun yang dirinya pinta pasti akan terwujud seperti doa-doa sebelumnya.

“Tuhan.. Berikanlah kami momongan. Jangan pisahkan kami lagi. Tolonglah hambamu yang penuh dosa ini. Jika dengan nyawaku aku bisa menebus hubungan darah kami, ambilah aku setelah Amelia melahirkan putra yang meneruskan langkahku untuk menjaga dan mencintainya sepenuh hati.” Panjatnya menaikan permohonan langsung menghadap langit dan birunya laut. Ia menikmati semilir angin yang menerpanya. Meyakini diri bahwa sebentar lagi doa tersebut akan dikabulkan oleh sang pencipta.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel