Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

[3]

Dimana ini?

Pertanyaan tersebut muncul saat Amelia pertama kali membuka kelopak matanya. Ia ingat benar setelah memakan makanan yang dipaksa masuk ke dalam mulutnya oleh sang kakak, rasa kantuk yang dahsyat menyerang dirinya. Hingga tanpa sadar Amelia terlelap tak lama setelah suapan terakhir yang diberikan Damian.

Laki-laki itu mencekkokinya obat tidur?!

Ya Tuhan! Amelia tak menyangka kakaknya akan segila ini.

Lantas dimana ia sekarang?! Pertanyaan itu terus berputar di dalam benaknya. Amelia merasa asing dengan kamar yang ditempatinya saat ini. Kamar ini tidak seperti kamar di apartemen Damian, tak seperti kamar di rumahnya juga.

Lalu dimana sebenarnya dirinya sekarang?

“Selamat datang di istana kita Istriku.” Mata Amelia membulat. Suara kata terakhir kakaknya terdengar begitu mencekam, membuat seluruh tubuhnya bergidik ngeri. Ia melihat sosok itu berjalan santai memasuki kamar yang dirinya tempati.

“Welcome home, My Wife!” lagi. Pria itu menekankan kata istri dipenghujung kalimatnya.

“Selamat pagi, Sayang. Tidur kamu nyenyak banget sih, sampai kakak gendong buat pindah ke rumah kita, kamu sama sekali nggak bangun.” Ucap Damian tak memperdulikan keterkejutan wanitanya.

Rumah?

Rumah siapa maksudnya?

Orang tua mereka?

Kening Amelia sampai mengerut memikirkan ucapan ambigu Damian. Ia sama sekali tak mengerti dengan ucapan sang kakak.

“Ini rumah kita. Tempat dimana kita akan membangun rumah tangga kita, Sayang.” Seolah tahu apa yang tengah membebani pikiran kekasih hatinya, Damian menjelaskan dimana dan untuk apa mereka disini.

“Gila! Kakak gila!” Teriak Amelia. Bagaimana mungkin mereka akan membangun rumah tangga. Demi Tuhan, mereka ini kakak-beradik, meski sekeras apa pun ia menolak rasa itu memang ada untuk kakaknya. Tapi darah yang sama tak mungkin bisa mereka elakkan keberadaannya.

“Segila itu kakak Amel. Kakak memang segila itu kalau menyangkut kamu, Sayang. Selamat pagi.” Damian mencium kening Amelia. Laki-laki itu sudah siap dengan setelan kerjanya. Ia memang pindah rumah, tapi bukan berarti meninggalkan pekerjaannya di hotel milik keluarganya. Bagaimana pun dia adalah penerus usaha milik sang papi.

“Kamu mau sarapan apa, Sayang? Biar pelayan kita yang siapin.” Damian duduk disamping tubuh Amelia. Meski ia tahu makanan kesukaan adiknya itu, ia tetap akan bertanya. Menjadikan Amelia ratu di istana mereka adalah tujuan hidupnya.

“Dimana kita?”

Damian melipat kulit keningnya. Menautkan kedua alisnya setelah pertanyaan sang adik. ‘Dimana mereka?’ Ulang Damian dalam hati. “Kakak sudah bilang bukan. Kita berada di Istana milik kita. Tempat dimana kelak kita akan membesarkan buah hati tercinta kita, Sayang.”

“Sinting!” Maki Amelia membuat mata Damian melotot. Sejak kapan adiknya yang manis pintar memaki orang.

“Amel mau pulang. Amel mau sama mami papi aja. Kakak udah nggak waras, Amel takut.” Ujar wanita itu tegas. Tak ada keraguan dalam ucapannya kala meminta untuk dipulangkan ke tempat mami dan papinya berada. Ia tahu setelah ia pulang kebebasannya mungkin akan terenggut karena rencana perjodohan yang dilakukan oleh orang tua mereka. Tapi itu jauh lebih baik jika dibandingkan harus menjalani hubungan sedarah dengan sang kakak.

“Bagi mereka kamu sudah mati Amel. Begitu juga dengan Kakak. Amelia adik kakak sudah mati. Yang ada hanyalah Amelia istri dari Damian Wijaya.” Desis Damian mencengkram rahang Amelia. Ia tidak suka jika Amelia meminta untuk dikembalikkan.

“Kita nggak boleh gini Kak..” Lirih Amelia.

“Kenapa nggak? Kita saling mencintai. Tentu kita bisa Amel. Apa lagi kita sudah melakukannya. Apa kamu tidak berpikir jauh, jika saja benih yang kakak sebarkan di dalam rahim kamu membuahkan hasil?”

Amelia mual seketika kala mendengar ucapan Damian. Mengingat-ingat kembali bagaimana laki-laki itu terus menebarkan cairan ke dalam dirinya saat melakukan hal menjijikan itu, membuatnya ingin muntah kala mengingat hubungan yang mereka lakukan itu terlarang.

“Mungkin saja penerus Papi dan Mami sedang tumbuh disini, Sayang,” bisik Damian sembari membelai perut ramping Amelia.

“Menjijikkan.” Dengus Amelia menyentakkan jemari Damian dari bagian tubuhnya.

Damian terbahak, merasa lucu dengan kemarahan wanita yang dicintainya. Laki-laki itu bangkit dari duduknya. Sembari membenarkan jas yang ia kenakan, laki-laki tampan berwajah dingin itu menatap sang wanita. “Kakak bahkan masih mengingat jelas bagaimana desahan kamu kemarin sore Amel. Jika bukan karena ada tamu penting, Kakak pasti akan menunjukkan pada kamu, seberapa kerasnya suara desahan yang kamu keluarkan saat Kakak mengisi rahim kamu dengan hal yang kamu sebut menjijikkan itu.”

Amelia mengepalkan kedua jari-jari tangannya. Kakaknya ini benar-benar sudah tidak waras. Bagaimana laki-laki itu bisa berbuat seperti ini padanya. Sungguh keji! Binatang sekali pun tahu kepada siapa ia harus mengembangkan keturunan.

“Jangan lupa untuk makan. Sepulang kerja nanti Kakak tidak mau mendengar pelayan mengadu jika kamu menolak makanan yang mereka sajikan.” Peringat Damian.

“Satu lagi,” Damian menunjuk-nunjuk Amelia, “jangan mencoba untuk kabur, Sayangku. Karena seinci pun, kamu tidak akan bisa keluar dari rumah ini.” Damian tertawa terbahak-bahak. Ia senang sekali melihat rona merah pada wajah kekasihnya.

Semakin Amelia marah, maka wanita itu semakin terlihat menggoda di matanya.

*

DAMIAN MEREMAS RAMBUT DI KEPALANYA, berpura-pura menjadi sosok kakak yang tidak berguna karena tak berhasil menjaga adik satu-satunya. Di hadapan maminya yang menangis di pelukan sang papi, ia terus mengucapkan kata maaf karena tidak berhasil menahan kepergian Amel dan kekasih wanita itu.

“Damian, kenapa kamu nggak nahan adik kamu, Dami?! Dimana anak Mami?! Dimana adik kamu?!” Lirih sang Mami.

Theodore— Papi Damian hanya bisa memeluk istrinya. Laki-laki itu sudah meminta anak buahnya untuk mencari dimana keberadaan sang putri, tapi nihil. Para orang yang biasanya cepat dalam bergerak itu bahkan belum mampu menemukan dimana keberadaan dan dengan siapa anak kesayangannya itu pergi.

“Damian, suruh orang-orang kamu untuk mencari Amel. Papi tidak ingin putri Papi menjadi pembamkang seperti ini. Seret dia pulang Damian, beri pelajaran pada laki-laki yang membawa lari adikmu itu.”

Damian menganggukkan kepalanya. Ada rasa bersalah yang menghantam relung hatinya melihat keadaan kacau kedua orang tuanya. Tapi apa yang bisa ia lakukan jika dengan kembalinya Amelia juga menjadi penentu berakhirnya kisah cinta suci mereka.

“Iya, Pi. Papi dan Mami tenang aja. Dami pasti akan bawa anak nakal itu Pi. Dami janji.”

Dami janji akan membahagiakan Princess kita, Pi. Dengan seluruh jiwa, Dami. Jadi tolong berikan restu kalian.

“Papi dan Mami harus istirahat dengan tenang. Jangan terlalu memikirkan Amel, biar Dami yang urus ini. Papi bisa pulang ke Bel..”

“Damii!” Sentak sang Mami dengan nada tingginya, “bagaimana bisa kamu meminta kami kembali ke Belanda saat adik kamu saja entah berada dimana sekarang! Kami akan disini sampai Amelia ditemukan. Jadi temukan adik kamu itu secepatnya.”

Jemari Damian mengepal. Matanya terpejam sebelum mengangguk, “baik, Mi.”

“Temukan adik kamu, Damian! Kami tidak akan tenang jika Amel belum ditemukan.”

Setelah mengucapkan itu kedua orang tua Damian berlalu. Mereka memutuskan untuk kembali menempati rumah mewah yang telah beberapa tahun ini mereka tinggalkan. Harapan mereka begitu tinggi agar putranya itu menemukan sang adik, membawa putri mereka kembali pulang pada mereka.

“Sialan!” Amuk Damian menjerit sejadinya. Ia menghempaskan apa pun yang berada di atas meja kerjanya. Ia tidak menyangka orang tuanya akan kembali menetap di Indonesia sampai Amelia berhasil ditemukan.

‘Bagaimana ini?’ Pikir laki-laki itu.

“Hallo!” Damian mengangkat panggilan teleponnya dengan sisa-sisa emosi yang masih bercokol dalam dirinya. Emosinya kembali tersulut kala kepala pelayannya memberitahukan situasi seperti apa yang saat ini tengah pelayan-pelayannya itu hadapi di tempat pelariannya bersama Amelia.

“Satu senti luka di tubuh istri ku, berarti satu nyawa anak buahmu Jaka!” Peringat Damian, melakukan pengancaman kepada anak buahnya kesayangannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel