Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Sarapan Pagi

Santi ingin sekali mengejar Riki, tapi dia urungkan karena dia ga mau teriakannya terdengar oleh Rina yang sedang tertidur.

Haduhhhh kok jadi serius seperti ini sih? Aku harus cari cara biar Riki bisa ngubah keputusannya. Aku ga mau dibilang perebut pacar teman sendiri.

Santi berpikir keras sambil merebahkan tubuh lelahnya.

Kepalanya masih terasa penat kalau mikirin lagi masalah di tempat kerja. Dia masih berpikir kenapa uang 2 juta tadi bisa berada dalam tasnya. Santi merasa dijebak sesorang. Tapi, rasa kantuk lebih dulu menguasai dirinya.

Pagi harinya Santi bangun dengan malas. Tadinya dia sempat semangat dan ingin berlari ke kamar mandi, tapi dia ingat lagi kalau dia sudah dipecat. Rumahnya sudah sepi jadi dia berpikir kalau Rina dan Riki sudah berangkat.

Meraih ponselnya disampinng tempat tidur. Masih mengenakan lingerie apa ada yang semalam karena dia pikir sudah tak ada orang. Saat dia buka pintu pun kamar Rina sudah tertutup. Santo berjalan malas kembali masuk kamar mandi dan cuci muka.

Melihat diatas meja sudah ada bungkusan sarapan. Membuka lemari pendingin dan mengambil botol air. Sepertinya dia tetap perlu sesuatu yang mendinginkan kepalanya. Ada beberapa pesan masuk dari Rina yang dia kirim sejak pagi.

[San, bangun …]

[Gue udah beliin lo sarapan ada diatas meja.]

[Gue beliin nasi uduk pake telor dicabein, kesukaan lo. Jangan lupa dimakan. Nanti gue cariin info loker lagi buat lo, oke]

Santi membaca pesan Rina sambil manggut—manggut sendiri dan meminum air dari botol langsung.

[oya, gue titip juga Riki. Dia masih tidur tadi pas gue tinggal. Katanya ga enak badan, mau tidur ampe siangan.]

Sontak air dari dalam mulut Santi menyembur. Dia benar—benar kaget dan berniat akan beranjak dari kursinya. Tapi, saat Santi berbalik ternyata Riki udah ada dibelakang Santi, bertelanjang dada dan pakai kolor doang. Sedangkan Santi dengan lingerie tipis yang langsung menunjukan dua gunungnya yang padat dan kepemilikannya pun terekspos dengan bebas.

“Udah bangun?” Riki tanpa ragu dan basa basi mengecup kening Santi. Santi yang kaget mundur satu langkah, karena canggung dan teringat pernyataan cinta Riki yang semalam.

“Uhm, iya. Aku balik ke kamar dulu ya,” kikuk Santi dan mencoba mengalihkan pandangan lalu menghindari Riki.

“Kenapa? Kok lo jadi menghindar?” dalam hitungan detik tubuh Santi sudah dalam dekapan Riki dan Riki dengan bebas mengusap punggung dan meremas dua bongkan menonjol dibelakang Santi, “Seksi banget sih, ngeliat lo pagi—pagi begini bikin gue tambah tegang,” bisik Riki menuntun tangan Santi untuk memegang batangnya yang sudah kembali mengeras.

Tapi, Santi segera menepis jauh—jauh. Dia benar—benar ga mau bermain kucing—kucingan seperti ini dengan temannya.

“Rik, lepasin aku. Kita udah bahas ini semalam dan aku udah menolaknya. Aku nggak mau nyakitin temen aku, Rik. Aku mohon kamu mengerti,” Santi berusaha membujuk Riki, mungkin saja, dia masih bisa berubah karena bujukannya.

“Duhh … San, lo tuh yaa … beneran deh. Kalo begini gue tambah gemes saja sama lo. Sini, gue cium dulu,” Riki meraih wajah Santi dan melumat dalam bibirnya.

Tegangan listrik yang diberikan Riki di pagi hari membuat Santi kalang kabut. Dia ingin menolak, tapi tubuhnya malah tak bisa menghindar setiap Riki memberikan sentuhan lembut disetiap miliknya.

Perlahan tangan Riki memilin—milin hingga puting milik Santi mengeras dan menegang kembali, lalu dia remas saat merasakan kudua milik Santi seolah menantang Riki untuk meremasnya. Santi membusungkan dadanya tanpa sadar dan menempel di dada terlanjang Riki.

“Pindah di kamar ya, gue udah sange bangett nih, San….” Riki baru saja akan mengankat tubuh Santi.

“Ssshh … ummp… ga usah, Rik. Aku mau sarapan, man—di dan keluar,” Santi mencoba mengontrol suaranya yang kian tak karuan karena remasan dan satu gesekan jari Riki terus saja bermain diarea milik bawahnya yang sudah basah dengan cepat karena permainan jari Riki yang sangat lihai.

“Ya udah, kita sarapan bareng ya,” ucap Riki, menarik Santi ke pangkuannya dan tepat mendudukan milik Santi yang basah itu tepat di batangnya yang sudah mengeras.

“Ri—Rik, aku nggak mau kita ngelakuin ini. Sshh … ahh… ummpp… aku sudah bilang…ump… sshh…ahh…,” rancu Santi dengan remasan di kedua payudara Santi yang besar dan sudah dikeluarkan dari sarangnya oleh Riki.

Santi berkata, tapi Riki sengaja membuat kepala gadis itu ditaruh dibelakang pundaknya. Saat dia meremas nikmat, lalu kepala Riki turun dan mengisap, melumat dan memasukan salah satu payudara Santi dengan rakus.

Santi makin melengkingkan tubuhnya dengan permainan Riki, mengisap, mengulum dan menjilat. Tangan satunya sudah mengobok—obok liang Santi dengan leluasa.

“Ahh… ahh… sshhh…. Ump…ahh… eee—nak bangett, Rik, ahh…sshh…,” rancu dari mulut Santi sudah tak terelakan. Riki yang makin bergelora tapi dia tetap mengikuti kemauan Santi untuk tak membobol gawangnya.

“Kocok punya gue, San, biar kita bisa sama—sama enak dan keluar barengan,” dengan nafas menderu Riki meminta Santi dan tak mungkin gadis itu menolaknya, selain menurunkan tangannya dan menyumbulkan batang milik Riki yang sudah menegang dan mengeras.

“Ah… sshhh… ummpp… terus San, kocok yang lebih kenceng…” ucap Riki makin mempererat juga remasan dan tiga jari yang masuk ke liang Santi pun Riki masuk keluar dengan cepat.

“Sshhh …ahhh…ummpp… ahh… shhh….” Keduanya memejamkan mata, dan tak berapa lama, cairan putih dan kental membanjiri tangan Santi dan Riki. Mereka menghela nafas sesaat dengan permainan sarapan pagi panas mereka.

Santi tak pernah merasakan kenikmatan luar biasa seperti ini. Otot—ototnya seakan ringan dan terbang berganti dengan rasa nikmat yang dia rasakan.

“Coba lo jajal peju gue, San?” santi yang ragu, tapi menurut dan menjilat yang tersisa lelehan ditangannya.

“Ini juga punya lo enak banget, gue sangat suka,” Riki pun tanpa ragu menjilat habis sisa yang ada di tangannya.

“Rik, udah ya, aku mau mandi,” Santi akan beranjak dari duduknya.

“Kita mandi bareng aja San, menghemat waktu, gue harus cepet juga balik ke tempat kerjaan.” Santi melonggo dong.

“Loh, kata Rina kamu lagi ga enak badan dan mau istirahat sampai siang,” celetuk Santi.

Cuppp. Satu kecupan mendarat dipipi Santi, “Dasar Santi bodoh, aku kan sedang mencari alasan. Aku Cuma nyari alasan supaya aku bisa lebih lama sama kamu dan tentu saja dapat sarapan pagi yang senikmat ini. Ini aku akan meminta jatah setiap harinya, lo!” Riki yang mendadak berubah panggilan aku dan kamu pada Santi.

“Ihh, apaan sih, Rik. Ini kita udah kita bahas, dan apa itu kamu panggil aku kayak begitu. Ga usah macem—macem deh!” mendadak Santi sewot.

“Iya, iya, kalau sayang aku yang minta, aku lakuin. Ini panggilan untuk kita saat berdua aja. Pokoknya, mulai hari ini, kamu resmi ya jadi pacar aku. Aku akan cari waktu buat mutusin Rina!” cetus Riki lagi. Dia benar—benar ga akan mundur dari perasaan sukanya yang dia pendam selama dua tahun pacaran dengan Rina.

“Riki. Aku bilang, aku nggak mau ngebahas ini. Dan cukup hubungan kita sebatas happy fun aja,” Santi beranjak dari pangkuannya.

“Nggak mau San. Gue udah suka sama lo sejak dua tahun. Gue udah nahan ini semua, dan gue benar—benar ingin jadiin lo, satu—satunya cewek yang bakal gue nikahi. Sebab ini yang pertama lo ngelakuin beginian ama gue. Jadi, saat nanti pun elo ngelepas keperawanan elo, hanya boleh gue aja yang melakukannya!” tegas Riki. Yang jadi posesif setelah Santi bilang ingin cari pacar untuk melepaskan hasratnya.

“Ga Rik. Gue nggak terima, kalo kamu tetap maksa buat itu, terpaksa aku akan cari tempat tinggal lain!” ancam Santi.

“Heheheh, itu malah lebih baik. Gue bisa bebas datang ke tempat lo kapan aja, tanpa harus sembunyi—sembunyi lagi sama Rina. Dan ini cepat atau lambat, gue pasti bilang ke Rina,” ucap Riki yang ga mau kalah dari Santi.

“Lo gila, Rik. Ga masuk akal!” Santi menghempaskann tangan Riki dan segera berlari ke kamar mandi.

“Gue emang udah gila, San. Gue benar—benar tergila—gila sama lo, Santi!” teriak Riki tapi Santi tak menggibrisnya.

Lihat aja San, gue pasti buktiin itu dan gue pasti bisa memiliki lo seutuhnya, dengan atau tanpa izin sekalipun dari lo, karena gue udah beneran ga mau ngelepasin lo lagi. Gue cinta sama elo, San…

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel