Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Masa Lalu

Pov Ibu mertua

Aku terpegun dalam diam, di bangku kosong sudut taman kota ini aku melayangkan kembali masa-masa yang tak ingin kuingat lagi. Masa di mana kebodohan itu bermula, masa penuh kepalsuan yang membawaku ke kehidupan yang justru lebih buruk dari sebelumnya.

Dengan nanar kutatap alam kota ini kembali, menghirup udara dalam-dalam dan berharap akan ada asa yang menghampiri.

Entah sudah berapa lama aku tak menginjakkan kaki di tanah kelahiran suamiku, tepatnya mantan suamiku. Semenjak perpisahan kala itu, aku benar-benar menjauh dari kehidupannya.

Aku tinggalkan suami dan anakku yang saat itu masih berusia dua tahun. Sebuah kebodohan yang tak harus kusesali, karena bagaimana pun khilaf yang kulakukan penyebabnya adalah ketidakbecusan Mas Rahman dalam hal pemuasan urusan ranjang.

Ya, Mas Rahman saat itu terkena penyakit diabetes sehingga mengganggu kejantanannya. Aku wanita muda yang masih normal, tak akan bisa menerima kekurangan itu.

Mas Jack alias Jaka, hadir dengan sejuta pesona keperkasaan. Ia membuatku larut dalam deru ombak asmara dan hangatnya sentuhan lelaki. Pria itulah yang pada akhirnya meluluhkan pendirianku untuk berpaling ke lain hati.

Hampir satu tahun aku berhubungan dengan Mas Jack, tak kuasa untuk menolak ketika ia berencana meminangku. Dengan anggukan malu-malu dan binar bahagia kuterima pinangan itu.

Tapi ... ada satu yang masih mengganjal dalam pikiranku, yaitu bagaimana kehidupanku setelah menikah dengannya. Mas Jack memiliki usaha yang sama seperti Mas Rahman, bedanya usaha Mas Jack tak semaju usaha kuningan milik suamiku.

Meski cinta, logika tetaplah kugunakan. Aku tak ingin karena nafsu, kehidupan nyaman menjadi korban. Semua telah aku rancang begitu sempurna, hingga waktunya tiba seluruh kekayaan Mas Rahman berhasil aku bawa pergi.

Semua aset penting telah aku jual tanpa sepengetahuannya, kecuali tabungan yang masih atas nama dia. Tapi tak apa, biarlah aku sisakan sedikit untuknya. Paling tidak bisa untuk memulai usaha baru menggantikan usaha lama yang telah berhasil dijatuhkan oleh Mas Jack.

Malam itu aku tinggalkan rumah, pergi jauh dari kehidupan Mas Rahman dan Arini kecil. Bukan aku tak sayang dengan gadis kecil yang menggemaskan itu, tapi aku sendiri sudah membawa Niko putra hasil pernikahanku yang pertama. Aku tak mau semakin repot, apalagi mengingat Arini begitu lengket dengan ayahnya.

Ya, tepat tengah malam ... di saat semua terlelap dalam buai mimpi, aku pergi dengan sebuah mobil hitam yang telah menjemputku. Dengan senyum penuh binar bahagia, aku menikmati kebersamaanku bersama pria idaman yang perkasa.

Esok paginya, Mas Jack mengantarku ke sebuah panti asuhan. Ia tidak bisa menerima Niko dalam kehidupan pernikahan kami. Dengan terpaksa anak lelaki yang sangat kusayangi harus kutitipkan di panti asuhan yang terletak di pinggir kota. Bagiku tak masalah karena setiap bulan aku bisa menjenguknya.

Dengan berbagai bujuk rayu, akhirnya Niko mau dititipkan. Anak berusia delapan tahun itu tak lagi menangis atau meronta saat ibu panti merangkul bahunya. Hatiku sedikit lega ketika harus melenggang meninggalkan jagoan kecilku.

Meski hanya nikah siri, rasa bahagia itu melebihi segala yang pernah hadir dalam kehidupanku. Warna hidup penuh pelangi, bunga-bunga indah bermekaran di taman hati menciptakan keromantisan tersendiri membalut setiap kisah cintaku dengan Mas Jack.

Tapi sayang, keindahan cerita itu hanya bertahan tidak lebih dari lima bulan. Biduk rumah tangga hancur berantakan menyisakan perih dan luka. Istri kedua Mas Jack mendatangiku saat kami sedang mereguk manisnya cinta di peraduan.

Ah, berasa dilucuti harga diri ini. Wanita jahanam itu membawa preman untuk mengobrak-abrik kamar dan menyeretku keluar dari rumah. Tak habis pikir olehku, kenapa Mas Jack hanya diam saja melihatku diseret paksa oleh dua lelaki berbadan kekar itu.

Sungguh, aku tercampak dalam hina. Hatiku sakit, teriakan histeris menyayat hati tak mampu meluluhkan hati mereka yang sedang kesetanan mengusirku. Bahkan mereka membiarkan aku pergi tanpa baju ganti dan tak sepeser uang pun ada dalam genggaman.

Malam itu, aku terpaksa tidur di sebuah pos ronda agak jauh dari rumah Mas Jack. Aku tak mungkin kembali kesana karena masih ada dua preman yang berjaga. Aku pikir menunggu ia lewat esok hari akan lebih aman daripada aku nekad mendatangi rumah itu kembali.

***

Mata ini terjaga saat sang surya telah berada sepenggalah, pandanganku nanar dan buram saat hendak bangkit dari tidur. Kepala ini begitu berat dan sakit. Perut juga terasa melilit, bunyi gemerucuk minta diisi.

Kuedarkan pandangan, mencari penjual yang biasa menjajakkan makanan. Namun, kembali aku tersadar bahwa tak ada serupiah pun uang yang kubawa. Kembali kutekan rasa lapar dengan memeluk erat perut.

Dada ini begitu sesak, embun bening mulai menggenang dan akhirnya bergulir ke pipi tanpa bisa aku tahan. Air mata yang telah lama tak menetes, kini jatuh kembali.

Semenjak menikah dengan Mas Rahman, tak pernah sekali pun ia biarkan airmata membasahi pipi. Lelaki dengan penampilan sederhana itu selalu berusaha membuatku bahagia dan tersenyum. Ia begitu memanjakanku.

Kuseka air mata dengan punggung tangan, tak terasa bibir ini tersenyum tatkala mengingat kebersamaan dengan Mas Rahman. Ia menerima dan menyayangi Niko layaknya anak sendiri.

Apa aku ini wanita bodoh? Bukan, bukan bodoh. Hanya saja keberuntunganku sampai di situ saja. Aku yakin, wanita secantik aku akan lebih mudah menemukan pria kaya yang mau menikahiku.

Tiiiin! 

Suara klakson mobil mengejutkan lamunanku. Mobil Mas Jack! Iya, itu mobil Mas Jack. Akhirnya ia datang untuk menjemputku. Ia tak akan bisa hidup tanpa aku, aku tahu itu.

Bergegas aku mendekat dengan senyum sumringah. Kuketuk pintu yang berkaca riben itu, sedetik kemudian kaca diturunkan.

Deg!

Kenapa masih ada wanita jahanam itu di dalam mobil Mas Jack? Tatapannya sinis, seolah memandang aku dengan jijik dan tak berharga.

Di sisi lain, Mas Jack duduk di belakang kemudi dengan begitu tenang. Tak ada kekhawatiran akan kehilangan aku yang telah membantu usahanya berhasil hingga sekarang.

"Mas, akhirnya Mas datang. Tolong bilang ke wanita ini kalau aku istri sah Mas Jack. Kita sudah menikah, bukan selingkuhan." Dengan suara memohon aku berusaha menyentuh hati pria yang kini membeku.

Pria itu justru membuang pandangan,  seolah tak mau tahu atas apa yang terjadi padaku. Langkahku segera berpindah mendekati pintu mobil di mana Mas Jack duduk.

Kurengkuh tangan kekar yang sering membobong tubuh ini ke kamar dan membaringkanku lembut di ranjang. Ia tetap bergeming saat aku terus memohon. Kusaksikan wanita di sebelahnya tersenyum jahat, seolah sedang menertawakan kebodohanku.

"Hera, harusnya kamu sadar. Suamiku hanya memanfaatkan kamu untuk mendapatkan modal usaha dan menyingkirkan saingannya, yaitu suami kamu." Dengan begitu tajam wanita itu melontarkan kalimat yang sangat menyakitkan.

Mulutku menganga tak percaya, isak tangis kembali pecah. "Mas, itu nggak bener, kan? Mas menikahiku karena cinta, bukan karena ingin memanfaatkan aku. Jawab, Mas. Itu nggak bener, kan?"

"Sayangnya itu benar, Hera. Kamu saja yang bodoh. Kamu pikir aku suka dengan wanita bekas? Aku sudah punya bidadari yang lebih cantik darimu. Aku talak kamu hari ini, detik ini juga kamu bukan istriku lagi!"

"Mas! Keterlaluan kamu!" Dengan penuh kekuatan kucengkeram kepala pria pendusta ini dan memukulkannya ke kemudi beberapa kali.

Wanita yang sedari tadi duduk dengan sikap angkuh itu segera turun untuk menarik tubuhku, kekuatan tak imbang karena Mas Jack membalas dengan mencengkeram lenganku dan mendorong tubuhku kuat-kuat.

Beberapa orang yang berlalu lalang segera datang untuk melerai aku yang masih berusaha meraih tubuh pria pengeret itu.

"Pak, tolong bawa jauh-jauh wanita ini. Dia gila karena tiba-tiba menyerang suami saya," ujar wanita jahanam itu.

Sungguh ucapannya berhasil menghasut beberapa orang yang segera menarikku menjauh dari mobil. Teriakan histeris dan usaha melepaskan diri tak berhasil sama sekali.

Aku terduduk lemas, hanya bisa menatap kepergian mobil hitam yang pernah membawaku pergi menuju ke kehidupan yang begitu kuimpikan. Dan kini, dengan pandangan berkabut kulepas kepergian pria bedebah itu.

Di tepi jalan kutumpahkan tangis yang tak bisa kuhentikan. Sakit dan terhina yang aku rasa. Dunia akhirat aku tak akan pernah rela dengan semua perlakuan mereka.

Dengan langkah gontai dan sendi yang masih terasa lemas, kucoba menyeret kaki ini menuju kompleks pertokoan. Berharap ada yang bisa aku lakukan di sana untuk mendapat makanan pengganjal perut.

Ternyata benar, karma tak hanya ada di cerita film saja. Sungguh saat itu aku merasakan balasan atas apa yang telah aku perbuat. Tapi, aku tetap optimis akan ada dewa penolong yang datang untuk mengangkatku kembali dari kubangan derita ini.

Ya, tidak butuh waktu lama. Aku berhasil menakhlukkan hati anak majikan tempat aku bekerja. Dengan kecantikan dan tubuh molek ini semua masalah bisa teratasi. 

Dengan sedikit perjuangan, aku mampu merayu anak majikan untuk menikahiku. Meski mendapat penolakan dari kedua orang tuanya, Bobby tetap nekad membawaku kabur dan menikah di kota lain.

Huff ... bukan ini yang aku mau. Menikahi bocah tanpa pekerjaan, bagaimana aku bisa makan dan menyenangkan diri? Padahal kan rencanaku, menikahi Bobby agar bisa ikut hidup enak di rumah megah itu.

Setelah berpikir keras, akhirnya aku putuskan untuk pergi dari Bobby. Meninggalkan pria muda yang hanya tahu caranya bercinta, tapi tak tahu cara menyenangkan hati wanita. Enak saja, aku disuruh bekerja untuk biaya hidup di kontrakan kecil.

Rintik hujan tepat mengenai hidung bangirku, kudongakkan kepala memandang langit yang ternyata telah dipenuhi awan kelabu. Segera netra ini mencari tempat berteduh dan menjatuhkan pilihan ke konter penjual pulsa.

Setelah kuota internet terisi kembali, kuputuskan untuk menelpon adik Mas Rahman. Beruntung aku menemukan akun facebook istrinya yang sering mencantumkan nomor whatsapp di setiap postingan.

Biarlah dibilang tak tahu malu, tapi tekadku sudah bulat. Aku ingin kembali rujuk dengan Mas Rahman. Namun, sungguh di luar dugaan ... Mas Rahman tak ada lagi di kota ini.

Jujur, rasa kehilangan perlahan menjangkiti jiwaku. Lalu, bagaimana aku akan tinggal?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel