bab 19
Usai makan malam Yuna diajak mama pergi menghadiri acara kawan lamanya.
“Nih, pakai baju yang ini.” Mama mengulurkan dress berbahan wafle berwarna abu tua.
Yuna menerimanya, masuk ke kamar mandi dan memakai dress itu. Dress sebatas lutut yang tanpa lengan dan sangat pas ditubuh mungil Yuna. Berkali-kali mama tersenyum gemas melihat Yuna.
“Kamu cantik banget, Na. Kalo kek gini, Pangeran makin suka sama kamu.” Mendudukkan Yuna didepan meja rias.
Yuna Cuma diam, nurut aja sama yang dilakuin mama. Mengikat sedikit rambut Yuna dibelakang, lalu membiarkan terurai dengan bebas. Mengoles lipstik tipis berwarna pinksoft dibibir ranum Yuna.
“Beres. Mama mau ganti baju dulu. Kamu tungguin diruang tamu ya.”
Yuna tersenyum tipis, ngangguk sebagai jawaban. Kembali menatap pantulannya dicermin, tersenyum sendiri.
‘Aku cantik banget, ya. Kalo aja Bapak sama Ibuk lihat, pasti mereka seneng banget.’ Batinnya.
Menatap pintu balkon yang tak tertutup gorden, ada banyak bintang dilangit sana. Yuna beranjak, berjalan menuju balkon. Berdiri menghadap kelangit luas. Tersenyum menatap beberapa bintang dilangit sana.
“Pak, Buk, liat Yuna nggak?” lalu tersenyum sendiri. “Yuna cantik, kan?” matanya berkaca-kaca. “Yuna kangen. Pengen dipeluk.” Mengambil nafas dalam, lalu menghembuskan pelan. Saat sudah dandan cantik nggak mungkin akan nangis.
“Gue bisa peluk kok.”
Suara yang membuat Yuna jingkat kaget. Segera berbalik badan. Pangeran ada dibelakangnya, merentangkan kedua tangan, siap memeluk Yuna.
Yuna mengerucutkan mulut. “Modus!”
Melangkah meninggalkan Pangeran, tapi sialnya si kaki kesleo wedges setinggi 7cm. Sigap, Pangeran menangkap tubuh Yuna yang oleng. Kejadian saling tatap itu terjadi lagi. Diam untuk beberapa menit, Pangeran tersenyum jahil. Satu tangannya terulur menarik dress bagian bahu.
“Tali bh nya kelihatan.” Bisiknya sambil nyengir.
Yuna melotot, mendorong tubuh Pangeran. Nggak lagi peduliin Pangeran yang tertawa karna berhasil membuat pipinya memerah. Mengambil tas dan segera keluar kamar.
**
Memasuki caffe yang lumayan mewah. Mama membantu Yuna turun dari mobil. Yuna mengamati sekeliling, wajah kagum itu sangat terlihat. Mama tersenyum kecil.
“Ayo masuk.” Ajaknya.
Yuna mencekal lengan mama. “Ma, Yuna takut.”
Kening mama berkerut. “Takut kenapa?”
“Aku takut, nanti malu-maluin mama.”
Mama kembali tersenyum, mengelus lengan Yuna. “Nggak akan, sayang. Kamu tetep aja disamping mama. Jangan jawab pertanyaan temen-temen mama kalo kamu ragu untuk menjawabnya.”
Yuna menghembuskan nafas kasar berkali-kali. Sungguh merasa sangat grogi, ini pertama kali dia berada ditempat elit super mewah.
Mama menggandeng tangan Yuna. Beberapa mata mulai menatap kearahnya, terutama para wanita-wanita sosialita berpenampilan modis dengan tas branded dan beberapa perhiasan yang nempel ditubuh.
“Jeng Dina!” seru salah satu dari beberapa wanita itu.
Dina tersenyum, menarik tangan Yuna menuju kearah para wanita itu. Menyalami satu persatu dan duduk disebelah wanita yang memanggilnya tadi. Wanita yang usianya sudah berada diangka 40, tapi karna perawatan yang mahal, wajahnya masih terlihat sangat muda.
“Kirain jeng Dina ngajakin Pangeran.” Si wanita ini menepuk paha Dina.
“Pangeran sibuk, jeng. Sebentar lagi kan ujian tengah semester. Harus ada kenaikan nilai, kalo enggak, papanya bisa marah.” Balas mama dengan senyum yang ramah.
Wanita modis ini melirik Yuna, Yuna yang merasa, hanya sedikit tersenyum sambil menundukkan kepala.
“Ini siapa, jeng?”
“Eh, ini namanya Ayuna. Anakku juga.” Mama menatap Yuna. “Na, kenalin. Ini Tante Indri, temannya mama saat sekolah SD dulu.”
Yuna mengulurkan tangan, dengan ramah Indri menjabat tangan Yuna. “Yuna, tante.”
“Yaampun, cantik banget kamu. Tante gemes lihat lesung pipi kamu. Pengen cubit rasanya.” Lalu tertawa kecil.
“Intan nggak ikut, jeng?” tanya Dina kemudian.
“Intan ada kegiatan belajar bareng teman-temannya. Dia juga bentar lagi UAN, jeng. Sibuk banget akhir-akhir ini.”
“Jeng, setauku anakmu Cuma Sultan sama Pangeran, kok ada yang cewek juga?” salah satu diatara mereka menimbrung.
Dina tersenyum menanggapi. “Anak angkatku, Fat. Kemarin pas main ke Jogja, aku bawa dia sekalian ke Jakarta.”
Wanita bernama Fatma ini tersenyum, ngangguk mengerti dan melempar senyum ke Yuna.
Tak begitu lama, acara peresmian caffe milik buk Indri ini dimulai. Mulai dari acara pembuka dan selanjutnya keacara inti. Pemotongan pita dan tumpeng. Setelahnya acara makan-makan yang begitu ramai para pengunjung.
Seorang gadis cantik nan sexi memasuki caffe. Intan langsung menghampiri mamanya yang sedang ngobrol bersama rekan bisnis.
“Eh, sayang. Udah selesai belajarnya?” sambut Maminya dengan sangat bangga.
“Ini anaknya buk Indri?”
“Iya, ini anak saya yang kedua.” Menatap intan sesaat. “Tan, kenalin. Ini Om Kemo, rekan bisnis Mami.”
Canggung, Intan menjabat tangan Kemo. Kemo tersenyum menyeringai, serasa mendapatkan angin segar.
“Cantik sekali anakmu ini, Buk Indri. Pengen banget jadiin dia mantuku.” Tanggapan dari Kemo yang sengaja ingin mengikat Intan.
Indri tertawa kecil, rasa bangga yang makin meninggi itu membuatnya sangat bahagia.
“Buk, ada pak Radja yang ingin bertemu.” Seorang pelayan wanita menghampiri.
“Saya tinggal sebentar ya, Pak Kemo.” Indri membungkukkan sedikit badan, berlalu meninggalkan Kemo dan Intan.
Kemo tersenyum, balas membunggukkan sedikit badannya. Menatap Intan dengan tatapan liciknya. “Aku tunggu di basemen, sekarang ya cantik.” Mencoel pipi Intan dengan menggoda.
Intan menepisnya kasar. “Enggak!”
“Kamu mau, aku menceritakan semuanya sama Mamimu?” lalu tertawa jahat dan segera berjalan keluar dari tempat acara.
Intan memejamkan mata, membuang nafasnya dengan kasar. Berjalan mengikuti Kemo keluar dari acara. Merasa penasaran, Yuna membuntuti Intan. Mengendap-endap mirip maling yang takut ketahuan.
Ssrreett!
Tangan Intan ditarik dengan cepat oleh Kemo. Memepetnya dipintu mobil, dengan cepat pula, lelaki seumuran Papinya itu mencium bibir Intan dengan penuh nafsu. Tangannya tak diam, bergerilya didada Intan yang terbilang cukup montok.
“Eegghh ... Om, hentikan!” pinta Intan lirih. Takut jika ada yang mendengar dan melihat perbuatan mereka.
“Puaskan aku, Intan.” Pinta Kemo.
“Jangan gila, Om. Kencan kita cukup satu malam itu.” Berusaha menghentikan tangan Kemo yang terus meremas payudaranya.
Yuna menelan ludah dengan susah payah. Ada yang basah dibawah sana. Badannya terasa lemas dan matanya tak berkedip. Untuk pertama kali ia melihat adegan dewasa.
“Aku puas dengan permainanmu diatas ranjang, Baby.” Suaranya terdengar memburu. Menciumi lekuk leher Intan dengan penuh nafsu.
“Aahh ... Om, hentikan!” rengek Intan lagi.
Kali ini tangan Kemo mulai menyibak rok sebatas paha yang Intan gunakan. Menelusupkan tangan kedalam cd dengan sangat lincah.
“Aahhh ... Om, jangan Om, aahhh ....”
Melumat kembali bibir tebal milik Intan. Suara decakan dari permainan tangan Kemo memenuhi basemen yang sangat sepi.
Lutut Intan mulai terasa melemas saat ada sesuatu yang akan keluar dari organ intimnya.
"Kubukan boneka! kubukan boneka! boneka! ...."
Ponsel Yuna didalam tas berdering, lupq mensilent.
Kemo dan Intan menoleh kearah datangnya suara. Mata Intan melotot sangat terkejut saat mendapati Yuna tengah berdiri nenatap kearahnya.