Bab 7 Apa Alasannya?
Bab 7 Apa Alasannya?
Makan malam sudah selesai sejak 5 menit yang lalu, sunyi mengisi meja makan tersebut tidak ada pembicaraan sama sekali satu sama lainnya.
Hingga pada akhirnya, Noel berdeham memecah keheningan di atas meja dan berkata, “ Jadi… apa bisa dijelaskan mengenai berita yang beredar hari ini mengenai kamu, Aarav Al-Fateeh Kylie?” Suaranya tegas dan berwibawa, sama sekali tidak ada emosi pada intonasinya.
Semua orang di sekeliling meja tersebut memusatkan perhatian ke arah Aarav dan Maharani.
Aarav menghela napasnya, ini akan cukup sulit dijelaskan tetapi ia yakin pasti bisa melakukannya.
“Jadi berita yang beredar hari ini sama sekali tidak benar Pa, aku tidak pernah menghamili siapa pun. Kalau Papa tidak percaya, Papa bisa tanya sendiri pada wanita ini, ” jawab Aarav serius sambil menatap matanya Noel lekat dan setelah itu mengarahkan pandangannya kearah Maharani.
Semua pasang mata manusia di atas meja tersebut memandang ke arah yang sama, yaitu ke arah Maharani. Maharani yang merasa sedang diperhatikan merasa sangat gugup dan bingung harus memulai dari mana.
“ U—um... U—um...” Suaranya terbata-bata ia gugup setengah mati, ia takut sekali akan dimarahi lebih tepatnya dibentak jika mereka mendengar alasan di balik ini semua.
Naura menyadari kegugupan Maharani, ia berinisiatif untuk mengusap punggung Maharani agar ia lebih tenang dan berkata, “ Hei…tidak perlu segugup itu, ceritakan saja semuanya, Insya Allah kami semua di sini tidak akan menghakimi dan memarahi kamu.” Sambil tersenyum meyakinkan Maharani.
Melihat senyum Naura dan juga mendengar perkataan Naura membuat Maharani menjadi lebih tenang dan menarik napasnya kemudian membuka mulutnya untuk mulai bicara.
“ Apa yang dikatakan Om Aarav itu benar itu benar adanya Om, saya tidak mengandung anak Om Aarav, semua itu hanya kecerobohan saya melakukan sesuatu tanpa pikir panjang. Maafkan atas kecerobohan saya, yang mengakibatkan masalah besar,” ucap Maharani percaya diri, tetapi di kalimat akhir ucapannya itu ia menundukkan kepalanya karena seketika rasa bersalah memenuhi pikirannya.
Mendengar jawaban Maharani, Noel menganggukkan kepalanya dan kembali bertanya kepada Maharani, “ lantas alasannya apa di balik ini semua?”
Maharani ragu, apa ia harus mengatakan alasan yang sesungguhnya? Karena menurutnya alasannya itu sangat tidak masuk akal, dan lebih terkesan seperti curhat. Tetapi jika ia berbohong, tentu saja akan lebih mempersulit hidupnya karena pasti akan ada kebohongan-kebohongan lagi kedepannya. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya ia memutuskan untuk mengatakan yang sejujurnya, persetan jika ia ditertawakan atau dianggap perempuan yang aneh.
“ Alasannya karena saya ingin menghindari perjodohan yang direncanakan keluarga saya, perjodohan yang harus dilakukan antara sesama suku Jawa, kedua orang tua saya sangat berpedoman pada adat istiadat yang sudah turun temurun dilakukan di keluarga, yang menurut saya terkadang terlalu berlebihan dan tidak masuk akal jika dilakukan di zaman yang sudah modern seperti sekarang ini. Mungkin sedikit tidak masuk akal dan egois tetapi memang itu kenyataannya dan sekali lagi saya minta maaf,” ucap Maharani lantang, meluapkan keberanian yang sudah ia pupuk sedari tadi.
“Jadi hanya dengan alasan murahan seperti itu kamu menumbalkan saya? Kamu tahu tidak, kamu hampir menghancurkan karir saya di sini?!” Setelah mendengar alasan yang diucapkan Maharani, Aarav tidak dapat menahan dirinya lagi untuk meluapkan emosinya, matanya melotot melihat tepat kearah Maharani napasnya naik turun.
Melihat luapan emosi Aarav, Noel segera memotong, “ tenangkan diri kamu Aarav, Papa belum selesai bicara dengannya,” ucap Noel tenang.
Setelah mendengar penjelasan dari Aarav dan Maharani, Noel berpikir sebentar dan tak lama kemudian ia berucap, “Setelah mendengar penjelasan dari kalian berdua, mengetahui bahwa tidak ada kejadian terlarang d iantara kalian berdua membuat saya sedikit tenang, tetapi mengetahui fakta bahwa berita yang sudah beredar tidak bisa dihindari lagi membuat saya sedikit cemas,” ucap Noel melihat ke arah Aarav dan Maharani bergantian.
“Mengenai hal itu, kita bisa menyuap para wartawan untuk berhenti membuat berita tentang ini dan menghapus segala dokumentasi yang ada, menyuap para pembuat acara infotaiment untuk tidak menyebarluaskan lagi berita ini di televisi, dan memberikan perintah kepada seluruh pegawai di restoran untuk tidak memberikan informasi apa pun jika ada pelanggan yang bertanya mengenai kebenaran berita ini,” ucap Aarav yakin sambil menatap ke kedua mata Noel lekat.
“Hal itu tidak dapat menjamin semuanya terselesaikan begitu saja Aarav, mungkin pada awalnya memang iya, kita tidak boleh seyakin itu dengan media, kita bisa membungkam media tetapi kita tidak bisa membungkam warganet yang telah mendengar berita itu, berita itu cepat menyebar salah satu faktornya adalah pembicaran mulut ke mulut yang terus dilakukan , apalagi dengan adanya sosial media semakin mempermudah berita itu tersebar,” jawab Noel mematahkan argumen Aarav, telak.
Setelah mendengar jawaban dari ayahnya itu, Aarav terdiam dalam hati ia setuju dengan apa yang diucapkan ayahnya itu, tapi logikanya menolak itu semua, ‘pasti ada jalan keluar’ batinnya.
Di sisi lain, Maharani semakin menundukkan kepalanya, setelah mendengar perkataan Noel semakin menambah rasa bersalahnya pada lelaki di sebelahnya ini. ‘ Bodoh sekali kamu, Maharani… lihat akibat dari hal bodoh yang kamu lakukan!’ batinnya memaki dirinya sendiri.
“Salah satunya cara untuk menyelesaikan ini semua adalah dengan cara mengalihkan berita buruk ini dengan berita yang jauh lebih baik,” ucap Noel sambil melihat ke semua wajah orang yang ada di meja tersebut.
“Maksud Papa?” jawab Aarav, ekspresi bingung tercetak jelas di wajah tampannya itu.
“Kamu harus menikahi wanita itu,” jawab Noel, matanya melirik sekilas kearah Maharani dan setelah itu kembali menatap Aarav.
“WHAT??!” matanya membelalak kaget dan tanpa sadar ia mengucapkan kata itu, “ pasti ada cara lain Pa, pasti ada… tidak harus menikahi wanita ini kan?!” tambahnya, suaranya lemas sekali, terlihat sekali dia sangat frustasi.
“Menurut Papa, tidak ada lagi solusi terbaik selain ini, Nak… coba kamu bayangkan, berita ini sudah tersebar luas jika kamu tidak menikahinya, orang-orang akan mencap kamu sebagai lelaki yang tidak bertanggung jawab meskipun bukan itu kejadian yang sesungguhnya, tetapi image buruk tersebut akan sangat mempengaruhi kehidupanmu ke depannya terutama Mozaffiato, namun jika sebaliknya imagemu dimata orang-orang akan lebih baik.” Noel menjelaskan dengan sangat tenang.
Aarav terdiam, ia tidak dapat menjawab perkataan ayahnya lagi, ia merasa bahwa argumen ayah itu benar tidak ada yang bisa disanggah lagi. Tapi pikirannya masih tidak bisa menerima itu semua.
Maharani sedari tadi hanya bisa menundukkan kepalanya, rasa bersalah penuh dalam dadanya, ia hanya bisa memainkan jari telunjuknya di bawah meja untuk melampiaskan segala perasaan yang dirasakan dirinya sekarang.
“Papa harap kamu bisa memikirkan kembali keputusan yang akan kamu ambil selanjutnya. Pembicaraan malam ini sampai sini dulu, sebaiknya kamu antar dia pulang, pasti orang tuanya mencarinya,” ucap Noel sambil menepuk pundak anak laki-lakinya itu.
Aarav sejujurnya sudah letih sekali ia ingin segera tidur dengan harapan ketika besok pagi ia terbangun, ini semua hanyalah mimpi. Tetapi kenyataannya tidak begitu, ia masih memiliki tanggung jawab untuk mengantar gadis ini kembali kerumahnya. Tetapi ego dalam dirinya masih tinggi, setelah mendengar perintah dari ayahnya itu, tanpa melihat Maharani ia langsung bangkit dari kursinya, mengucapkan salam, dan berjalan duluan sambil mengeluarkan kunci mobil dari saku celananya.
Melihat Maharani yang ditinggal Aarav keluar, Kanaya menghampiri Maharani, dan lagi-lagi merangkulnya sayang.
“ Hai, Cantik… Tante belum tahu nama kamu loh… Kamu namanya siapa sih?” tanya Kanaya kepada Maharani, berusaha mencairkan suasana.
Maharani menjawab, “ Nama aku Maharani tante… tante maafkan kesalahanku, ya? Om Aarav pasti benci padaku.” Suaranya tiba-tiba bergetar, air mata memenuhi pelupuk matanya.
Kanaya yang melihat Maharani mulai menangis, dengan sigap memeluk Maharani seraya berkata, “ tidak apa-apa, Sayang. Tidak usah terlalu dipikirkan ya? Nasi sudah menjadi bubur. Sebaiknya kamu sekarang pulang, istirahat, oke? Kita akan terus berusaha mencari solusi yang terbaik untuk menyelesaikan ini semua,” ujarnya sambil menepuk pundak Maharani lembut.