Bab 3 Operasi Plastik?
Bab 3 Operasi Plastik?
"Jangan khawatirkan hal yang tidak pasti. Persoalan besok, khawatirkan saja besok. Hadapi masalahnya bila sudah di hadapanmu."
The Heirs
"Ahh, akhirnya," desah Kiara senang setelah dia terbebas dari gaun panjang yang menyiksa.
Kiara menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang dan menatap langit-langit kamar dengan datar. Setelah resepsi selesai, Kiara langsung pergi ke dalam kamar hotel dan mandi, bahkan dia tidak tahu keberadaan Raskal sekarang, karena memang Kiara sama sekali tidak peduli.
Kemudian Kiara bangun lagi, dia melihat ke sekitar. Siapa tahu bisa ada sesuatu yang membantu Kiara kabur dari sini. Sebenarnya ada satu benda yang bisa membantunya kabur, namun sayangnya tidak bisa Kiara gunakan. Meski di sini ada telepon namun dia sama sekali tidak hapal nomor ponsel Kafka, dia juga tidak tahu di mana ponselnya berada. Mungkin dibawa oleh Raskal beserta barang-barang lainnya.
"Mencoba untuk kabur lagi?" Tiba-tiba saja Raskal datang, menatap Kiara mencemooh.
Kiara mendelik. "Tentu saja, aku harus kabur dari sini secepatnya."
Raskal membuka jas dan dasi sambil menatap Kiara. "Masih bisa berkata seperti itu setelah apa yang kamu katakan pada ayah saya?"
Sontak Kiara gelapan, merutuki dirinya sendiri yang bisa-bisa mengeluarkan kalimat seabsurd tadi. "Itu-itu hanya spontan, aku tidak mau dihina sama ayah kamu. Dan apa katanya tadi? Operasi plastik? Ayah-anak sama saja."
Raskal hanya tersenyum kecil, dia masuk ke dalam kamar mandi. "Kurasa ayah benar, sepertinya kamu memang melakukan operasi plastik agar bisa menyerupai Keyra."
"APA KAMU BILANG!" teriak Kiara tidak terima. Dia menggedor pintu kamar mandi, hendak menyumpal mulut Raskal agar tidak bicara sembarangan. "Heii!"
Pintu terbuka, Raskal berdiri di depan Kiara tanpa memakai baju. Sontak saja Kiara terkejut setengah mati, buru-buru dia menutup mata.
"Ehh, dasar mesum! Sana pergi! Pergi!" Kiara berteriak heboh.
Raskal hanya menaikan sebelah alis lalu masuk menutup pintu lagi. Kiara menarik napas lega, dia menyandar ke pintu. Berpikir; kenapa Raskal bisa mengetahui semua tentangnya. Kiara juga berpikir; apa pernikahan ini sah karena dia masih punya saudara kandung untuk menjadi walinya? Tapi pernikahan ini sudah tercatat di negara.
Dasar Raskal gila!
"Namamu Raskal, kan?" Tiba-tiba Kiara bertanya. Dia mendengar suara shower air berhenti, kemudian menyala lagi.
"Ya."
"Berapa usiamu?"
"27 tahun."
27 tahun? Hanya beda empat tahun dengannya, pikir Kiara. "Kenapa kamu memaksaku menikah, padahal kita sama sekali tidak saling kenal."
"Karena wajahmu sangat mirip dengan Keyra."
Kiara mendesis kesal. "Jadi, kamu patah hati karena Keyra pergi meninggalkanmu? Hah, lucu sekali," ejek Kiara.
"Tidak, karena kamu wanita pertama yang saya lihat tadi."
"Lalu kamu seenaknya menculikku? Memang kamu pikir aku ini siapa?!"
"Istri saya."
Kiara langsung melayangkan tatapan sinis ke pintu. "Ishh, tunggu! Kenapa kamu tahu semua tentangku?"
Raskal tidak langsung menjawab sampai membuat Kiara kesal karena menunggu. "Saya mencarinya."
Mencarinya? Tapi di mana? Tidak mungkin, kan, Raskal bisa tahu segalanya hanya dari kartu identitasnya saja. Mencurigakan, pikir Kiara sungguh-sungguh.
Pintu terbuka, Raskal keluar dengan wajah yang lebih segar dibandingkan tadi. Buru-buru Kiara menghampiri lelaki itu dan menatapnya dengan penuh selidik.
"Katakan padaku, dari mana kamu tahu tentangku? Bagaimana bisa kamu mendapatkan banyak informasi tentangku?"
Raskal memasang wajah datar, terlihat tidak takut dengan tatapan membunuh Kiara. "Kamu tahu bagaimana seorang hacker bekerja?"
Kiara membulatkan mata tidak percaya, jangan-jangan Raskal ini seorang hacker? Jadi, Raskal-mungkin saja-mencuri informasi lewat keahliannya dalam mengoperasikan teknologi atau komputer.
"Kamu seorang hacker? Apa aku harus lapor polisi?" Kiara tersenyum. "Tentu saja aku harus melakukannya. Aku akan membuat laporan bahwa kamu menculikku dan mencuri informasi negara."
Raskal malah tersenyum. "Silakan saja jika mereka mempercayaimu."
"Apa?"
"Pertama: saya adalah seorang dosen sekaligus manajer di sebuah perusahaan IT. Jika mereka bertanya, maka saya akan menjawab bahwa itu sebagai kepentingan perusahaan dalam melayani klien. Kedua: polisi juga tidak akan percaya bahwa saya menculik kamu. tidak ada penculik yang menikahi sanderanya sendiri, apalagi memperlakukannya dengan baik."
Astaga, pintar sekali lelaki sinting ini, pikir Kiara takjub.
"Tapi tetap saja itu merugikanku. Apa alasan sebenarnya kamu menikahiku? Bagaimana kalau kita cerai saja? Itu ide yang-" Nyali Kiara mendadak hilang saat melihat tatapan dingin dan tajam Raskal. Tampaknya lelaki itu marah dengan perkataannya. "Kena-pa?" Dia bergerak mundur.
Raskal melangkah mendekati Kiara, tatapannya tajam sedangkan wajahnya sama sekali tidak menampakan ekspresi apa pun. "Alasan? Karena wajahmu sama seperti Keyra, karena kamu orang pertama yang saya lihat, bunda terlanjur menyukaimu, kamu orang pertama yang melawan ayah dan ... maaf saja, saya tidak akan menceraikanmu. Sepertinya, kamu terlalu sayang untuk dilewatkan."
"Isshh, itu tidak adil. Kenapa kamu tidak cari orang lain saja. Mereka pasti dengan senang hati akan menerimamu."
"Benar, bisa saja saya pilih orang lain. Salah kamu sendiri kenapa malah duduk di kafe itu. Saya jadi tidak ada pilihan lain lagi selain membawamu."
Kiara harus punya kesabaran ekstra dalam menghadapi Raskal. Sepertinya masalah ini terlihat sepele di mata Raskal. "Kamu pikir, kamu bisa mempermainkan pernikahan seperti ini? Kamu menculikku, menikahiku secara paksa, kamu bahkan mengancamku. Kamu tidak bisa bermain-main seperti ini, aku punya kehidupan sendiri ... dan lalu, bagaimana jika aku sudah punya pacar atau bahkan suami. Kamu tidak bisa melakukan hal seperti ini seenakmu saja."
"Kamu tidak tahu apa-apa tentang saya, Kiara. Saya melakukan hal ini ada alasannya juga. Saya bukan orang yang sembarangan dalam memilih pasangan."
"Lalu, kenapa kamu malah menikahiku?! Kamu pikir aku ini wanita baik-baik? Kita bahkan tidak saling kenal. Aku harus kembali ke kehidupanku yang dulu, bang Kafka pasti sedang menungguku sekarang, aku juga bahkan sedang menyelesaikan skripsiku."
"Karena wajahmu sama seperti Keyra dan kamu orang pertama yang saya lihat."
"Itukah alasanmu? Astaga, kukira kamu pintar."
"Saya tahu ini salah. Tapi saya mohon padamu, tetaplah bertahan sampai Keyra kembali."
Mata Kiara memicing.
Raskal menghela napas. "Saya akan mengurus semuanya, saya akan memperbaiki semuanya, tapi saya mohon. Tetaplah bertahan sampai Keyra kembali."
"Maksudmu, jika Keyra kembali. Aku bisa bebas begitu?"
Raskal mengangguk. "Ya."
"Jika Keyra tidak kembali?"
"Berarti selamanya kamu akan jadi istri saya."
Kiara bergidik ngeri, membayangkan dirinya menghabiskan sisa waktu hidup bersama Raskal. "Pasti ada alasan lain, kan? Katakan padaku! Apa itu?!"
Raskal melengos. "Anak kecil tidak perlu tahu."
Kiara mendesis, setidaknya dia merasa senang Raskal akan melepaskannya jika Keyra kembali. Tentu saja, Kiara akan membawa Keyra kembali secepatnya agar dia bisa terbebas dari permasalahan rumit ini.
Karena percuma saja, seberusaha apa pun dia merayu Raskal untuk melepaskannya. Tampaknya lelaki itu sama sekali tidak punya niat untuk membiarkannya pergi.
"Kiara Andina," kata Kiara memperkenalkan diri. "Meski berat mengakuinya, bagaimana pun juga kamu suamiku, dan bukannya kita tidak saling kenal sebelumnya, kan?"
Raskal menatap uluran tangan Kiara lama sebelum memutuskan membalas uluran tangan itu. "Raskal Sadena."
"Raskal. Al."
"Apa?"
Kiara mengerutkan keningnya bingung, dia menggelengkan kepalanya lalu buru-buru naik ke atas ranjang. Raskal memperhatikannya dengan wajah datar.
"Apa?" teriak Kiara sewot. "Kamu ingin aku tidur di sofa?"
Raskal hanya diam.
"tidak mau! Kamu saja yang tidur di sofa. Asal kamu tahu saja, aku ini bukan wanita yang mudah ditindas sama orang lain." Mata Kiara memicing melihat ekspresi Raskal. "Aku ini bukan wanita seperti yang dinovel-novel, aku tidak akan ngalah apalagi bersikap lemah di depan lelaki, terutama kamu!" tunjuknya.
"Aku akan melindungi diri semampuku, aku tidak akan mengikuti aturanmu, dan yang terpenting, aku tidak akan tertindas oleh siapa pun."
Raskal menganggukan kepala, wajahnya memperlihatkan bahwa dia sedang mencemooh Kiara. Dia ikut berbaring di sisi Kiara, perempuan itu langsung waspada. Raskal mendekati Kiara dan berbisik pelan,
"Saya juga bukan lelaki seperti yang ada di dalam pikiranmu. Saya lebih suka bersikap semaunya, tidak romantis, pemaksa, dan egois."
Kiara merengut tidak suka.
"Saya juga tidak akan ngalah dengan mudah dari kamu."
"Terserah!" Kiara berbalik membelakangi Raskal, sedikit tidak nyaman dengan keberadaan Raskal di sampingnya. Ini pertama kalinya dia tidur dengan seorang lelaki selain Kafka, dan rasanya sungguh tidak menyenangkan, apalagi orangnya seperti Raskal yang menyebalkan minta ampun.
"Sana pergi!" Kiara tidak bisa menahan rasa tidak nyamannya.
"Apa?"
"Kamu tidur saja di sofa. Aku tidak nyaman."
Raskal menaikan sebelah alis dan tersenyum miring. "Kenapa? Apa kamu takut?"
Kiara memutar bola mata kesal. "Bukan gitu, aku tidak nyaman aja. Sana pergi! Sama wanita itu harus ngalah."
Raskal malah kembali tidur. "Dan saya bukan tipe lelaki yang mengalah dengan mudah pada seorang wanita."
"Raskal!"
Raskal malah menutup mata, tidur. Kiara merengut, dia melihat ke sekeliling. Kalau tidur di sofa pasti badannya tambah sakit, tapi kalau tidur satu ranjang dengan Raskal, Kiara merasa tidak nyaman sekali.
"Awas saja kalau kamu menyentuhku!" Akhirnya Kiara ikut tidur, namun sebelumnya dia memasang penghalang agar Raskal tidak menyentuhnya dengan sengaja.
"Kamu pikir saya bernapsu padamu?" Mata Raskal memicing kemudian menutup lagi. "Bahkan ukuran dadamu saja tidak masuk dalam kategori saya."
"Kyaa! Dasar laki mesum!" Wajah Kiara memerah, dengan kesal dia memukul Raskal dengan guling dan tidur dengan perasaan sangat kesal.
Hari terburuk yang pernah dirasakan oleh Kiara.